top of page

Di Balik Pembuatan "The Balinese Bastard and 100 Roosters"

  • Gambar penulis: Caecilia Sherina
    Caecilia Sherina
  • 26 Sep 2017
  • 4 menit membaca

Diperbarui: 2 Jul 2024

Akhirnya aku memberanikan diri membuat film lagi.


Yup, mari kita garis-bawahi itu, akhirnya Cecil bikin film lagi setelah sekian lama mengerjakan film-film orang lain.


Kali ini film yang kubuat adalah sebuah dokumenter tentang Bapak Apung di Bali. Namanya terdengar biasa saja, tapi bila kamu bertemu dan mengenal apa yang telah ia upayakan untuk warga Hindu Bali, kamu akan terkaget-kaget dan kagum.


Plaza Semanggi, September 2017


Tepat setelah resign, aku menggandeng Ferdy sebagai soundman untuk membantu, yang disusul Daniel si videografer. Pertemuan kita di Semanggi berlangsung singkat, tapi seru. Mereka menyukai idenya, dan aku menyukai dinamisasi di antara kami. Aku sepakat untuk membiayai semua kebutuhan film ini, kecuali tiket PP mereka ke Bali. Apa yang bisa aku tawarkan hanyalah suatu kebanggaan dan kepuasan pribadi, bahwa film ini akan sangat berarti bagi subjek yang kami angkat dan warga Bali di kemudian hari. Dan aku berencana mengikutkan film ini ke Sundance Film Festival.


Bagai mimpi di siang bolong. Sundance adalah festival bergengsi, yang sejauh ini baru 1-2 orang Indonesia (yang kutahu) berhasil menembusnya. Terdengar mustahil untuk lolos seleksi, tapi aku ingin mencoba. Aku akan memulai semua ini dari film pendek, masuk festival kecil, mencari mentorship dari profesional, baru setelah beberapa tahun mengumpulkan footage, akan aku masukkan ke Sundance. Jadi proses ini tidak cepat.


Kali ini, untuk pembuatan film pendeknya aku masukkan ke Festival Sundance Ignite (versi lebih kecil) yang bekerja sama dengan Project 1324 dari Adobe. Festival ini dikhususkan untuk para filmmaker pemula berusia 18-24 tahun dan seleksi melalui internet. Terdengar lebih possibleĀ kan?


Setelah sepakat bersama Ferdy dan Daniel, aku mengabari Tante Jasthi yang pertama kali mengenalkanku pada Pak Apung. Rupanya beliau sangat mendukung, dan langsung booking hotel untuk kami bertiga. Kejadiannya begitu cepat, hingga aku hanya bisa duduk, termangu senang bercampur gugup.


Di Bali, kami mendapatkan bantuan lagi dari para staff Sedasa Lodge dan Beli Komang. Pokoknya urusan makan dan transportasi diurus mereka bersama Tante Santhi. Tidak ada kata kelaparan maupun kehausan selama kami berpetualang di Bali.


Sambil syuting itu pula, aku belajar lebih banyak tentang Bali, Bahasa Bali, dan kedua kawanku. Aku baru sadar selama ini aku tidak 'mengenal' mereka. Baru ketika kami bersama-sama selama 4 hari nonstop, aku melihat sisi yang lain dari mereka berdua.


Kita sempat mengunjungi keluarga Daniel di Bali, bermain ke Kuta, dan terdampar di antah-berantah lantaran mereka jatuh sakit. Dan itu semua dilalui dengan penuh tawa. Meskipun mereka selalu membuat kegaduhan dan iseng satu sama lain, entah kenapa lucu melihatnya.


Pernah suatu ketika saat malam semakin larut dan wawancara bersama istri Pak Apung masih berlangsung, Ferdy tiba-tiba kentut, "DUT!" Aku diam. Mencoba pura-pura tidak mendengar. Aku berharap suara itu hanya mimpi, karena aku malu sekali. Tapi ternyata narasumberku sadar, dan untungnya ia tertawa. Hancurlah mood wawancara yang sudah kubangun. Aku dan Daniel tidak bisa marah, kami berdua turut menertawakan Ferdy si koplak.


Pernah lagi saat sedang review materi di kamar hotel, Daniel tiba-tiba melompat dari kursinya dan jatuh ke lantai. Aku kaget, "Kenapa, Nil?" terus dia tertawa, "Sepertinya sekarang aku paham kenapa orang-orang zaman dulu kaget saat menonton film kereta datangnya Lumiere."


Aku bingung apa maksudnya?



Ternyata dia terkejut saat menonton video ayam yang dia rekam sendiri. (Silakan ditonton di atas ini.) Aku nggak berhenti menertawakannya bahkan sampai hari ini.


Memasuki tahap pasca-produksi, aku numpang mengedit di The Organism. Hanya 1 minggu waktu yang kumiliki untuk mengedit, setelah itu buru-buru coloring (1 hari) dan merapikan suara di Synchronize Studio (1 hari). Ā Kami sempat ditegur Mas Endi karena tidak siap dan memberikan waktu hanya 4 jam untuk pengerjaan suara. Tapi waktuku memang kebetulan mepet, dan sembari mengerjakan video, aku juga meminta tolong Gesya menggambarkan poster filmnya dan Julius merapikan Bahasa Inggrisku.


Semuanya terjadi begitu cepat.


Dan aku ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya untuk semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung dalam pembuatan maupun yang telah meluangkan waktunya untuk menonton dan memberi masukan. Aku paham bahwa film ini masih jauh dari kata bagus, namun dalam waktu yang sesingkat ini, dan semua telah bekerja sepenuh hati, aku berharap film ini tetap bisa menyampaikan kisah tentang Pak Apung, The Balinese Bastard and 100 Roosters.



Disutradarai, diproduseri, diedit dan diwarnai oleh Caecilia Sherina

Diambil gambar oleh Daniel Pawer

Diambil suara oleh Ferdy Syahwara


Dibantu beberapa video dari:

I Komang Bray Bagus

I Wayan Totok Swardika

I Kadek Swanjaya


Poster dan ayam diilustrasikan oleh Gesyada Annisa Namora Siregar

Diperbaiki suaranya oleh Iqbal Kautsar dan pengawasnya, Andrew Saputro

Bahasa Inggris dirapikan kembali oleh Julius Pandu


Terima kasih kepada para narasumber yang telah meluangkan waktu:

Ketut Apriawan

I Made Sudiantano

Jango Pramartha

Bawati Putu Serada

Anak Agung Ngurah Anom Mayun

Ida Pandita Mpu Nabe Rai Istri Jaya Rekananda


Juga terima kasih terbanyak kepada Tante Jasthi Dayita yang mengenalkanku pada Pak Apung, serta Papi dan Mami Caecil, Daniel, Ferdy yang mau memahami panggilan hidup kami.


Terima kasih pula kepada Bapak Apung dan istrinya, Ni Komang Shanti Tri Setyasih yang telah menerima kami dengan hangat.


Terima kasih atas bimbingan editing dari Bang Reynaldi Christanto, bimbingan produksi serta suara dari Mas Hadrianus Eko Sunu, pinjaman alat dari Mas Safi’i Sarim, M.Sn.


Begitu pula dengan motivasi dari sahabat-sahabat sekalian, yang terus meyakinkan kami bahwa kami bisa: Ria Edra, Bintang Adi Pradana, Andry Cherry Bomb, Zinguzungguzeng, Suryadi Ken Ken dan Jati Wicaksono.


Tidak ada film pendek ini tanpa kalian semua.

Terima kasih! :)



Kamu bisa menonton keseluruhan kisah Pak Apung di playlist berikut ini: https://www.youtube.com/watch?v=xC5AjoUu5Tk&list=PLaAWQRomPqO3sGX2oLhVyTgiLxRXIy4f8

ėŒ“źø€


Date

Let's connect on my social media!
  • Threads
  • Instagram
  • LinkedIn
  • YouTube
bottom of page