top of page

JENESYS 2.0: Onsen di Karuizawa (Day 5 of 9)

  • Gambar penulis: Caecilia Sherina
    Caecilia Sherina
  • 14 Apr 2014
  • 4 menit membaca

Diperbarui: 25 Jan

Sekarang tanggal 26 Maret!


Menurut gue ini titik perjalanan yang akan membuat segalanya menjadi lebih indah dan berkesan. Di titik ini gue akan melihat hal-hal amazing dan menjadi lebih mengerti lagi tentang kebudayaan Jepang. Jadi sok atuh, kita mulai!


Pagi ini di hotel para peserta dari Kamboja tampil formal dengan jas dan kemeja. Sangat anggun dan menarik. Dengan Pocky stroberi di tangan, mereka berlagak seperti mafia merokok. Gue pun menyempatkan diri berfoto bersama. Gue pikir, sayang dilewatkan kesempatan ini. Gue juga berpikir kalau foto bareng itu nambah akrab, jadi langsung gue ajak Meng, Yean, Thyrak, dll untuk foto bareng. Katanya sih mereka disuruh pake jas sama supervisor-nya karena mereka akan bertemu Gubernur Prefektur Fukuoka.


Seusai berfoto ria, gue sok imut nyamperin geng Filipin di pojok restoran hotel. Gue pikir ini adalah kesempatan terakhir kami untuk saling kenal. Kalau nggak ada yang berani mulai, kapan kenalnya? Akhirnya gue memberanikan diri, sambil ditemenin Gaby. Gue ngajak anak-anak Filipin ikut foto bareng dan hasilnya, kami mulai saling berkenalan.


Jarak antara meja Indonesia dan Kamboja.
Jarak antara meja Indonesia dan Kamboja.
Kamboja
Kamboja
Filipina
Filipina

Tak lama kemudian koordinator masing-masing negara mulai meminta kami memasukkan koper ke dalam bus. Selama perjalanan itu, gue dan Gaby bobo cantik. Tapi Gaby mungkin terlalu bersemangat bobo hingga kepalanya terjatuh dan menabrak kaca bus. Suaranya kencang sekali sampai gue terbangun dan ngakak nggak karuan. Tapi si Gaby sih stay cool dan kembali tidur.


ree

Tulisan gue yang berikutnya gue copy-paste dari laporan perjalanan yang gue kumpulin ke Rektorat IKJ, jadi jangan heran kalau bahasanya formal banget.


Masing-masing negara akan berpisah dan mengunjungi prefektur yang berbeda. Kamboja ke Fukuoka naik pesawat, Indonesia ke Nagano naik bus, Filipina ke Aichi naik shinkansen, dan Vietnam ke Kyoto naik shinkansen. Karena hanya kami yang naik bus, kami menjadi agak sedih, namun koordinator kami, Takagi-san mengatakan bahwa hanya Indonesia yang berkesempatan homestay, sementara yang lain hanya home visit. Jadi kami boleh berbangga hati lagi.


Perjalanan menuju Nagano memakan waktu 4 jam naik bus dengan 2 kali berhenti di rest area. Saya super kagum dengan rest area Jepang yang bersih dan modern. Desain interiornya sangat inovatif, karena tidak hanya indah tapi juga fungsional. Semuanya terasa sangat praktis. Hal menarik lainnya di rest area adalah selalu adanya taman untuk duduk, atau pun tempat makan keluarga. Kami tidak menghabiskan waktu banyak di rest area, namun cukup untuk melihat anak-anak kecil bermain, dan belanja di supermarket souvenir. Di setiap rest area, souvenir yang dijual umumnya berbeda, sesuai dengan ciri khas daerah itu sendiri.


ree

Sesampainya di Prefektur Nagano, Kota Karuizawa, dingin merambat ke sekujur tubuh saya. Ternyata benar, di sini masih bersalju meskipun sudah memasuki musim semi. Semua anak Indonesia tentu bersemangat dan berlomba memegang salju. Siang itu dingin, dan kami makan siang di sebuah restoran yang unik. Alas kaki harus dilepas sebelum masuk ke ruang makan. Sebelum makan kami harus mengatakan, ā€œItadakimasu!ā€. Makanan yang disajikan siang itu berupa nasi, sayur kukus, tempura, labu goreng, sup miso, nasi, dll. Saya pikir yang berwarna oranye itu adalah ubi manis, ternyata itu labu. Padahal rasanya persis seperti ubi manis. Enak sekali.


Setelah selesai makan siang, kami bersama-sama mengucapkan, ā€œGochisousama deshita,ā€ yang artinya terima kasih atas makanan yang telah dihidangkan. Lalu kami naik bus ke Karuizawa Kanko Kaikan untuk mendengarkan presentasi dari perwakilan Asosiasi Pariwisata Karuizawa. Di gedung ini kami dijelaskan mengenai program pengembangan Kota Karuizawa. Awalnya kota ini sepi sekali, tapi sejak keindahannya ditemukan oleh seorang misionaris asing, pemerintah daerah mulai mengembangkan Karuizawa untuk menarik lebih banyak turis luar. Penginapan pun bertumbuh pesat dan toko-toko souvenir bertambah. Menariknya, semua ini diatur dan ditata dengan rapi sehingga tata kota tidak berantakan. Mulai dari bentuk bangunan, tinggi dan luas bangunan hingga warna bangunan diatur oleh pemerintah daerah demi menjaga keindahan dan kesan tradisional Karuizawa. Sejak saat itu, Karuizawa menjadi destinasi utama untuk para pasangan baru berbulan madu, dengan atraksi berbagai olahraga salju seperti ski.


ree
ree
ree

Setelah berkeliling sebentar di area perbelanjaan, kami pulang ke penginapan Fujiya. Penginapan ini terletak jauh dari Karuizawa dan pemandangannya lebih tradisional lagi. Penginapan Fujiya sendiri sangat tradisional dengan lantai dan dinding kayu. Desain ruangannya masih khas Jepang dengan tatami dan pintu geser. Sebelum masuk ke ruang utama penginapan, kami harus melepas sepatu dan berganti dengan selop khusus. Di sekitar penginapan banyak gunung-gunung yang masih bersalju. Hal menarik lainnya di penginapan ini adalah onsen, tempat pemandian air panas. Katanya, onsen di Fujiya Ryokan ini yang terbaik di Jepang. Air panasnya alami dan masih mengandung belerang.


Kami pun makan malam megah di ruang utama. Menunya sukiyaki, tempura, salmon, dll. Setelah makan malam, pemilik penginapan mengajarkan kami cara memakai futon, kasur Jepang dan cara memakai yukata, baju yang mirip kimono tapi lebih tipis dan simpel. Kemudian grup dibagi dua: pria dan wanita, untuk belajar tata krama onsen di Karuizawa. Berhubung ber-onsen di Jepang harus telanjang, maka ada tata krama tersendiri untuk menikmatinya. Contohnya, pengunjung tidak boleh memperhatikan tubuh pengunjung lain karena tidak sopan, kemudian sebelum berendam, pengunjung harus membersihkan badannya dulu dan dilarang memakai sabun di kolam. Pengunjung juga harus menjaga kebersihan kolam karena akan dipakai oleh banyak orang.


ree
ree
ree
ree

Beberapa peserta Indonesia menolak ber-onsen karena alasan malu, datang bulan, dsb. sehinga mereka harus bergiliran menggunakan kamar mandi umum di sebelah onsen. Di penginapan Fujiya ini tidak ada kamar mandi di dalam kamar tidur. Semua orang diharapkan ber-onsen, tapi kalau pun tidak mau, telah disediakan satu kamar mandi untuk bergiliran dipakai. Dan meskipun tradisional, toilet di Jepang tetap modern dengan berbagai tombol otomatisnya. Orang Jepang memiliki kebiasaan memisahkan ruang mandi dan ruang toilet.


ree
ree
ree

Karena sempitnya lahan di Jepang, mereka selalu mendesain ruangan kecil tapi fungsional. Misalnya ruang tamu bisa disulap menjadi kamar tidur, sebab kotatsu (meja dengan heater di dalamnya) bisa dipindahkan dan tinggal menggelar futon (kasur lipat Jepang). Bila sudah pagi, futon harus dibereskan dan dikembalikan ke closet (lemari khusus kasur dan selimutnya). Semua hal ini harus dikerjakan oleh pengunjung tanpa bantuan staf penginapan, sehingga memberikan kesan yang unik.


Seusai menikmati onsen outdoor dengan udara dingin tapi air yang hangat, kami kembali ke ruang utama untuk berlatih tampil di depan warga Desa Aoki besok. Kami menyiapkan pertunjukan Saman yang sudah dimodifikasi dan nyanyian lagu Doraemon berbahasa Indonesia. Biasanya kami hanya berlatih di bus, sekarang ini adalah kesempatan terakhir kami mengatur blocking dan keseluruhan penampilan.


ree
ree

Komentar


Date

Let's connect on my social media!
  • Threads
  • Instagram
  • LinkedIn
  • YouTube
bottom of page