Senioritas di Kampus-Kampus Indonesyah
- Caecilia Sherina
- 30 Agu 2013
- 6 menit membaca
Hari ini gue mau bahas soal senioritas ah. Mumpung lagi bulan-bulannya OSPEK. Gue denger beberapa cerita dari temen yang baru aja selesai menjalani OSPEK. Ceritanya seru-seru tapi bikin gue nggak habis pikir.
Kalau di perkuliahan itu ada OSPEK universitas sama OSPEK fakultas. Kalau di kampus gue sih kaga ada OSPEK, yang ada cuma hari orientasi biasa. Beberapa tahun yang lalu kampus gue punya OSPEK, namanya Mata Seni (MATSEN). Tapi sudah ditiadakan untuk memberantas senioritas dan perundungan yang menyebabkan berkurangnya peminat mahasiswa baru ke kampus ini.
Jadi, menurut gue senioritas di kampus itu masih banyak yang nggak jelas, nggak mendidik, dan nggak bener. Kegiatan OSPEK itu masih menjadi kedok untuk berplonco-ria, alasan yang dibuat-buat untuk bisa mem-bully junior. Gue sebel aja dengerin cerita temen gue yang OSPEK-nya aneh-aneh.
Cerita kesatu
Gue denger dari temen gue yang kuliah peternakan, dia emang udah masuk kuliah dari tahun lalu, tapi baru sekarang OSPEK fakultas. Soalnya selama 1 tahun itu belajarnya masih umum, belum benar-benar tentang peternakan. Jadi baru tahun ini dia di-inisiasi menjadi anak peternakan.
Dia cerita ke gue kalau dia mesti bangun pagi-pagi untuk lari keliling kampus, push up, sit up, terus dengerin presentasi apa gitu... Kemudian siangnya: lomba passing kotoran kerbau. Gue jujur, tersentak mendengar kalimat itu.
"Pakai tangan, K?" tanya gue yang shock abis.
"Iyalah!"
"Terus kalau jatuh gimana? Kotorannya kan nggak padet-padet amat..."
"Ya pungut lagi."
Anjrit. Tapi ternyata itu belum seberapa karena setelah itu, temen gue nambahin lagi, "Yang gue nggak tahan itu pas kelompok gue menang lomba transfer eek kerbau, taunya kami tetep dipeletin tai domba di muka!"
"HAH?! DI MUKA?!" gue shock lebih parah lagi.
"Iya."
"Lo setuju K, dengan kegiatan macam itu?"
"Mau nggak mau, soalnya kewajiban."
"Yang jadi panitia kasihan juga dong mesti siapin tai yang banyak..."
"Yah, kan kampus gue punya peternakan sendiri. Tinggal ke sana. Ya ampun, Rin baunya nggak nahan. Tiga hari gue mandi, tetep nggak ilang baunya!"
Duh, gimana ya. Bersihin tai anjing aja baunya kadang bikin mual, apalagi tai kebo yang segede gaban?
Cerita kedua
Temen gue masuk jurusan... apa ya namanya pokoknya semacam Biologi gitu deh. Terus OSPEK-nya sebulan lebih dan kegiatannya itu hampir kayak kuliah. Ada kegiatan ngasih makan ikan apa gitu namanya. Lupa gue. Pokoknya Biologi banget dah. Terus seperti biasa, para mahasiswanya diajarin cara demonstrasi. Diajarin gimana caranya bersikap kalau diserang polisi, etc. Lah? Ngakak gua, nggak relate.
Terus temen gue nanya, "Kalau kampus lo, diajarin demo juga nggak?" Gue jawab, "Kampus gue mah demonya pake graffiti, poster, film, ya pokoknya bikin karya deh."
"Ih, cerdas banget."
"Iya," jawab gue sambil ketawa. Padahal sebenernya yang menyindir pemerintah lewat karya itu kayak cuma satu-dua orang aja dari satu kampus. Lebih banyak mahasiswa kayak gue yang nggak peduli urusan politik.
Cerita ketiga
Kalau yang ini bukan cuma pas OSPEK, tapi juga pas MAKRAB (Malam Keakraban) dan acara-acara kebersamaan lainnya. Dia jurusan teknik mesin, dan katanya kalau udah ada acara, pasti solid banget dari senior sampe alumni bakal dateng.
Sayangnya most of the alumni bukannya dateng ngasih motivasi malah lebih banyak ngerusak. Gue sih heran aja, masa bikin acara, yang harus dipikirkan adalah, "Gimana kalau alumni lo ada yang minum-minum terus bawa senjata tajam?" Buset dah... Ini alumni apa algojo?
Dan ternyata emang terjadi beneran, pasti. Junior diplonco bukan main. Pas acara camping, dikasih makan nggak manusiawi, disuruh cium ketek temen sebelah dalam jangka waktu yang nggak sebentar, mandi massal pakai sabun colek, terus ada cerita antar temen disuruh saling tampar pula.Ā VIOLENT BANGETTTT!
Nanti kalau sudah tahun ke-2 pangkatnya naik, tugasnya bukan diplonco kayak begitu lagi, tugasnya lebih kayak TALCO (talent coordinator) yang ngurusin kemauan alumni (kalau TALCO sih ngurusin kemauan talent atau aktor ya).
Temen gue bilang, "Misalnya ada alumnus yang pengen makan KFC, yaudah deh lo mesti dapetin itu makanan meski di hutan sekalipun."
"Terus kalau itu mustahil?"
"Pinter-pinter aja ngelobi supaya permohonannya lebih baik."
"Kalau nggak pinter ngelobi?"
"Ya dikatain, dimarahin."
Tahun ini sih katanya lebih mendingan karena pihak kampus kontrolnya lebih ketat. Itu pun baru sekarang gara-gara tahun lalu, ada alumnus yang bawa senjata tajam dan diarahkan ke juniornya. Ngeri nggak sih lo?
TIDAK BISA BERKATA-KATA
Dari ketiga cerita di atas, gue mau tambahin sedikit ya soal pengalaman gue.
Gue diplonco pertama kali pas SMP. Rambut gue dikuncir sesuai jumlah tanggal. Gue inget banget nyokap gue komentar, "Kamu yang diospek kok mami yang repot..." dan gue ngakak inget itu.
Hari gue OSPEK penuh dengan dimarahin. Soalnya gue banyak salahnya. Hihi... dan hukumannya adalah beliin senior coklat. Hal paling indah yang gue inget sih pas disuruh kumpulin tanda tangan, gue seneng banget bisa dapetin tanda tangan senior gue yang ganteng. Eits...
Masuk SMA, nggak ada OSPEK. Cuma acara kenalan a la anak SD gitu. Nggak seru. Bahkan gue nggak inget ngapain aja. Gue suka banget kalau pas OSPEK disuruh kumpulin tanda tangan, karena lo jadi kenal dengan senior. Sayangnya pas kuliah, lagi-lagi nggak ada OSPEK. Tapi gue denger-denger OSPEK-nya ditiadakan karena cukup ekstrim juga. Katanya siiihhh... lo disuruh makan siang rame-rame pake kaos kaki temen lo gitu.Ā
Jadi ceritanya pas gue kuliah ikutan acara, senior gue traktirin kita nasi. Makannya bareng-bareng dengan cara nasi bungkusnya digabung jadi satu. Jadi makannya pake tangan. (Ini persis seperti hal yang gue terapkan waktu gue nge-OSPEK junior di SMP.) Terus temen gue ngajak makan si senior, "Bang, ayo makan bareng!"
"Gue mau makan bareng tapi ada syaratnya." Temen gue itu dengan cepat bertanya lagi, "Apa, Bang?"
"Setiap orang pegang kaos kaki temennya, terus nasinya lo masukin dulu ke kaos kaki, lo kocok-kocok terus baru dimakan. Gimana? Setuju nggak?"
Gue shock dengernya dan gue diem aja. Tapi temen gue yang tadi langsung berseru, "Setuju, Bang! Tapi lo ikut makan juga kan?"
"Iya, gue juga sama. Jaman OSPEK dulu begini cara makannya biar kompak, susah-seneng bareng," jawab si senior. Gue dengan sangat berani, waktu itu menolak. Hahaha...
Waktu itu gue berargumen seperti ini, "Gue tau senior kita yang bayarin ini semua dan kita harus balas budi. Tapi nggak harus begini kan caranya? Nggak harus balas budi sekarang kan? Kita bisa traktir dia makan besok. Gue sangat tidak setuju kita makan dari kaos kaki. Lo mesti tau, ini kaos kaki gue 2 hari belum dicuci. Berapa banyak bakterinya? Okelah, mungkin lo kuat. Tapi gue enggak."
Terus temen gue itu bilang, "Nggak apa-apa, Sil. Ini juga biar kita solid. Susah bareng, seneng bareng." Dan ternyata jawaban dia itu bikin gue makin panas. Gue jawab dia lagi,
"Ini namanya bukan susah bareng, tapi mempersulit diri. Tapi yaudalah, kalau memang semua setuju makan kayak begini, gue mau bilang apa lagi. Gue ikutin mayoritas kok."
Pada akhirnya satu-persatu temen gue mulai speak up. Lebih banyak yang nggak setuju ketimbang yang setuju. Jadi berdasarkan voting, kita tetep makan bareng tapi nggak pake kaos kaki dan senior gue nggak jadi ikut makan. Dari pengalaman ini sih gue mau bilang kalau senioritas kampus itu sering nggak jelas dan nggak perlu lo turutin. You better stand up for yourself kalau lo yakin lo benar. Nanti juga muncul temen yang nggak setuju dan nge-back up di belakang. Tapi tentunya berargumenlah yang baik dan sopan.
Gue ngerti sisi positifnya, lo punya kenangan yang lucu buat diceritain ke cucu lo. Tapi apakah lo bangga? Ngg... Lo bangga cerita ke cucu dan temen lo, "Eh dulu mama makan dari kaos kaki loh." atau, "Dulu papa cium ketek temen papa loh."
Gue akuin itu adalah unforgettable memories, tapi juga nggak membanggakan dan nggak perlu dibanggakan. Gue sangat nggak terima alasan, "Biar lo makin solid, kompak, sehati-sejiwa, susah-seneng bareng." THOSE ARE TOTALLY BULLSHIT!
Terus apakah lebih baik OSPEK ditiadakan?
Itu juga gue nggak setuju. Akibatnya gue nggak kenal banyak orang. Gue nggak terlalu deket sama mereka.
Menurut gue, OSPEK atau acara keakraban lainnya itu penting. Penting banget. Tapi seharusnya dibuat yang bener. Lo, sebagai mahasiswa yang berakhlak, punya otak, punya wibawa, coba bikin acara yang masuk akal dan manusiawilah. Tunjukkan lo ini mahasiswa. Masak memperlakukan orang kayak anjing. Buat apa sih orang dipeletin tai domba? Emangnya kalau dia kerja di peternakan nanti, dia bakal tempelin tai ke mukanya?
I don't think it's funny. It's a disgrace to humanity.
Gue sedikit okelah dengan cerita passing kotoran kerbau, tapi dipelet tai domba ke muka? It's a big NO. Muka loh! Megang kepala orang aja nggak sopan, apalagi peletin tai ke mukanya! That is bullying. Lo nggak ngajarin hal berguna dengan nempelin tai ke muka orang. Malah yang ada lo menciptakan dendam. Dendam untuk junior yang berikutnya. See? Nothing good comes out of it.
Lo juga nggak bakal solid cuma gara-gara lo suap-suapan dalam 1 hari. Solidaritas nggak terbentuk dalam 1 malam. Kalau lo mau bikin angkatan yang solid, OSPEK-nya emang harus 1 bulan dan dengan kegiatan yang bermoral. Misalnya semua kelompok ditantang bikin pameran dan harus sukses menjaring penonton. Terus kumpulin dananya buat charity. Atau datengin perumahan terdekat, bikinin shelter sampah. Atau apalah gitu yang berkontribusi buat masyarakat dan kemajuan negara.
Tapi gue tau junior yang nggak tau diri itu juga pasti ada. Makanya senioritas itu penting juga. Terus ngatasinnya gimana? Bikin hukuman.
Bikin hukuman yang mendidik dan manusiawi. Use your authority to make people become better. Misalnya ada 1 salah, semuanya harus dihukum atas nama solidaritas. Gue setuju dengan hukuman push up atau sit up. Mereka nggak harmful, jadi nggak apa. Yang terpenting juga setelah dihukum, ditanya lagi, "Kalian tau nggak kenapa dihukum?" jadi yang dihukum ngerti salahnya di mana and hopefully nggak diulang lagi.
OSPEK itu belajar mengenal kampus lo, temen lo, senior lo, dosen lo dan juga lingkungannya. Acara keakraban itu harusnya bikin lo makin semangat belajar karena sudah kenal dengan medan tempurnya. Bukannya jadi momok. Sekian dari gue.
Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 30 Agustus 2013 saat saya masih berusia 19 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. And so far, I still stand true to my thoughts.








Komentar