Gala Premiere "Chrisye" & Meletusnya Gunung Agung
- Caecilia Sherina
- 2 Des 2017
- 3 menit membaca
Diperbarui: 22 Jun 2024
Suatu sore yang indah di Bali, aku mendapat ajakan gembira dari Bang Inal, The Organism. Beliau tiba-tiba mengajakku, "Cil, dateng dong premiere-nya Chrisye tanggal 1 Desember ini di Epicentrum!" dan aku pun tersenyum, tertawa, terharu. Tidak sangka tiket PP Denpasar - Jakarta yang sudah kubeli sejak lama, pas sekali dengan tanggal premiere Chrisye (yass! Jadi tidak perlu reschedule!).
Aku terbayang kembali perjuangan mengedit film Chrisye kemarin, saat aku salah potong, diajarin cara mengedit lagi, revisi sana-sini, menontonnya berkali-kali untuk mengecek,Ā hingga akhirnya pindah ke Bali dan lama melupakan projek tersebut lantaran jadwal rilisnya mundur terus dari September hingga ke Desember.
Meskipun demikian, aku sangat bangga, satu lagiĀ goalĀ dalam hidupku terwujud: ingin mengedit film layar lebar (meskipun baru sebagai asisten).
Tiket pesawat yang kubeli sudah ada di smartphone. Aku siap untuk berangkat ke Jakarta tanggal 29 November jam 12 siang. Sialnya, Bandara Ngurah Rai belum kunjung dibuka sejak dimulainya aktivitas Gunung Agung sehingga penerbanganku pun di-cancel. Sekitar 120.000 turis lainnya ikut terjebak di pulau dewata ini. Aku mulai putus asa.
Tiba-tiba Beli Komang meneleponku, "Halo Cil, penerbanganmu bagaimana?"
"Ya begitulah, Beli, cancel."
"Ibu Jasthi ngajak berangkat bareng dari Surabaya, kalau kamu mau ikut, kamu ke (Hotel) Sedasa secepatnya."
PEEP. Telepon dimatikan dan pikiranku berkecamuk. Aku bingung tiket yang sudah kubeli itu perlu diapakan. Apakah sebaiknya refund, reschedule dari Surabaya, atau bagaimana.
At the end, sambil mencari jawabannya, aku buru-buru packing minimalis (tidak jadi bawa koper) dan naik motor ngebut ke Sedasa. Ada 5 orang yang harus pulang ke Jakarta, dan kami berangkat bersama-sama dari Canggu ke Surabaya.

Salah satu hal menarik yang kutemukan di Pelabuhan Gilimanuk
Dalam perjalanan, aku mencoba menelepon maskapai penerbanganku berkali-kali. Namun tidak kunjung terjawab. Mau reschedule jadi tidak bisa, mau beli tiket dari maskapai lain juga tidak bisa lantaran semua tiket SOLD OUT (termasuk tiket kereta dan bus).
Untungnya kabar baik datang. Salah satu pegawai Tante Jasthi di Surabaya menemukan calo yang menjual tiket pesawat malam itu juga. Kami sepakat membelinya dan semua biaya perjalananku ditanggung beliau. (Terima kasih, Tante Jasthi!) Senang rasanya bisa tiba di Jakarta tanggal 30 November jam 1.30 dini hari. Can't wait to see Gala Premiere Chrisye!

Banyak orang menginap di bandara
Jumat, 1 Desember jam 4 sore, aku naik Uber ke Epicentrum XXI bersama seorang driver dari Pekanbaru yang lumayan bawel (yang mana setelah aku turun, masih berusaha menyapa di WhatsApp, duh!). Dengan pilihan dress hitam-putih, makeup seadanya dan high heels 10 cm yang menyiksa, aku pun datang dengan kepercayaan diri tanpa membawa undangan. Yup, dan seperti yang bisa ditebak, aku diberhentikan di depan pintu masuk bioskop.
"Maaf, Mbak, kalau nggak ada undangan nggak bisa masuk," ujar si satpam berbadan besar.
Aku sedikit kecewa, kukira setidaknya bisa menunggu sambil duduk di dalam bioskop, namun ternyata harus berdiri selama 30 menit menantikan bos dan kawan-kawan datang membawa undangan. Ya biasalah, Cecil selalu datang kecepetan.

Setelah undangan di tangan, kami pun menukarnya dengan tiket nonton, bersua dulu dengan kolega film lainnya lalu masuk ke teater masing-masing. Aku, Bang Inal, Ria dan Bang Bintang dapat kursi di teater 2, baris kedua dari depan. Sungguh, posisi itu paling tidak nyaman untuk menonton.
Sebelum film dimulai, para penonton disuguhkan cuplikan foto-foto behind the scenes film Chrisye, seperti misalnya saat Ibu Yanti (istri Alm. Chrisye yang asli) sedang melihat layar bersama Mas Rizal sang sutradara, ada pula Mas Yadi Sugandi sang director of photography (DP), dan lain-lain. Sayangnya tidak ada satupun foto saat proses pengeditan, animasi, pewarnaan, sound mixing, maupun mastering. Kadang aku heran, kenapa bagian pasca-produksi kerap terlupakan.

Setelah film dimulai, aku tak kunjung berhenti terpana. Mungkin karena ini adalah kali pertama aku menyaksikan sebuah proses panjang dari tidak ada hingga menjadi sesuatu; dari yang tidak berwarna hingga jadi berwarna-warni; dari yang masih potongan hingga menjadi sebuah film utuh. Aku kagum, terharu, dan senang bisa menjadi bagian dalam proses tersebut.
Sepulangnya dari Epicentrum, kami berempat pun makan bersama di Pasar Festival - Tekko, menutup, "Malam yang sesunyi ini..."
Saksikan film Chrisye di bioskop terdekat mulai tanggal 7 Desember 2017!
Comments