Hampir Gila di Semester 7
- Caecilia Sherina
- 19 Nov 2015
- 3 menit membaca
Semester 7 ini gue menggabungkan kelas Seminar TA dengan kelas TA itu sendiri. Tujuannya simpel: pengen lulus 3,5 tahun. Lebih awal dari temen-temen kampus pada umumnya. Gue tau keputusan ini nggak akan mudah, cuma yang gue nggak nyangka ternyata susahnya beneran susah banget!

Alat tempur gue yang setia menemani perang
Apa Itu TA?
TA adalah singkatan cantik dari Tugas Karya Akhir Mahasiswa. Kalau anak kuliah pada umumnya lulus dengan mengerjakan skripsi, gue dan para mahasiswa seni lainnya beda. Kita ngerjain TA. Kita membuat karya seni yang konkret sekaligus laporan setebel kamus Bahasa Indonesia.
Bikin TA buat anak film itu susah-susah gampang. Susahnya adalah lo butuh biaya besar (puluhan juta), yang biasanya ditanggulangi dengan mencari teman TA seperjuangan yang mau join satu karya. Susah berikutnya adalah susahnya kerja berkelompok, tapi dari semua itu, TA seharusnya gampang karena semua ilmu untuk membuat film udah dipelajari selama 3 tahun.
Meskipun gue bilang susah-susah gampang, jelas lebih banyak susahnya ketimbang gampangnya. Buat gue, kerja kelompok itu SUSAH BANGET. Setiap manusia itu bisa iya-iya tapi taunya nggak sevisi. Atau bilangnya nggak-nggak eh taunya ngotot hal yang sama aja sama yang gue omongin. Pusing! Bikin gila!
Tapi bagaimanapun juga, gue pantang mundur dan mau-nggak-mau gimana caranya kelompok gue harus bisa kerja sama yang kompak. Nggak boleh saling makan temen. Kita usaha bareng, lulus juga bareng. Jangan sampai ada yang gagal. Nggak tanggung-tanggung kita bakal patungan puluhan juta Rupiah untuk bikin film TA ini jadi selayaknya film kelas TA.
Hhhh...
Fast forward ke November 2015 dan sebentar lagi Desember, lalu tahun berganti menjadi 2016 dan perkuliahan pun akan segera berakhir.
Gue kerja kayak kesetanan semester ini, berusaha lulus cepat sambil kerja sambilan. Kadang gue sebel sama temen-temen yang nggak banyak tugasnya tapi kerjanya lambat banget. Tapi dipikir-pikir juga who am I to judge? Gue nggak tau apa-apa soal kehidupan dia, bagaimana gue tahu dia beneran nggak banyak tugas?
Ngomong-ngomong soal itu, gue juga kesel sama orang-orang yang sok tahu dan sok judging myself. Suatu hari dosen gue pernah mengkritik,
"Saya nggak nyangka hasil tugas kamu cuma segini. Tugas kali ini emang nggak gampang, tapi bukan berarti tidak bisa dikerjakan dengan baik, apalagi deadline-nya sudah saya perpanjang 1 minggu! Kenapa sih kamu nggak bisa? Saya tahu kamu sedang TA, tapi masak sampai nggak cukup waktu mengerjakan tugas ini?"
Beberapa hal yang dosen tersebut lupa adalah gue nggak cuma sibuk TA (Tugas Akhir), tapi juga sibuk kerja, sibuk ngurusin majalah kampus, sibuk ngurusin mata kuliah lainnya, dan juga harus meluangkan waktu untuk keluarga, teman, pacar, serta diri sendiri. Kalau gue nggak bikin semuanya seimbang, bisa botak dan mati muda mungkin.
Gue berjuang sebisa mungkin untuk tidak menunda pekerjaan, tapi karena jumlah pekerjaannya banyak sekali, terpaksa gue mengorbankan sedikit kualitas. Tentunya pengorbanan kualitas ini juga berdasarkan kepentingan pekerjaan tersebut. Kalau pekerjaan kantor sih gua nggak boleh nurunin kualitas, lantaran takut dijitak pak bos. Tapi kalau kuliah ya paling berkurang nilai aja kan. Jadi gue masih bisa relain.
Nggak terasa juga ya udah 6 bulan gue kerja di Axioo Photography and Videography. Bukan Axioo yang jualan gadget ya, tapi Axioo yang terkenal dengan dokumentasi wedding cantik itu. Gue kerja sebagai video editor di sana. Untungnya bos gue mau mengerti dan mengizinkan gue kerja di rumah. Jadi gue masih bisa kerja sambil kuliah.
Mungkin ada yang nanya kayak kenapa gue nggak kerja di perfilman aja. Alasannya bukan karena gue nggak mau, tapi karena waktunya bentrok. Kerja di perfilman nggak bisa digabung dengan kuliah. Lo harus pilih salah satu: berantakan kuliahnya atau berantakan kerjanya. Jadi gue pilih pekerjaan yang bisa disambi dan nggak bikin berantakan dua-duanya.

Alm. German G. Mintapradja sedang memimpin rapat AKSI
Terus sekarang majalah AKSI udah gue serahkan ke adik kelas, jadi kesibukan gue udah rada legaan. Tapi tetep aja urusan TA ribetnya minta ampun. Kali ini gue memberanikan diri menjadi sutradara serta editor, dengan harapan filmnya ciamik. Semoga hasilnya beneran baik deh.
Comments