top of page

Search Results

174 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • JENESYS 2.0: Nihon e Ikimashita! (Day 9 of 9)

    Jadwal hari itu adalah pulang ke Jakarta dan melaksanakan action plan yang telah kami buat. Saya melihat banyak kawan-kawan saya yang tidak ingin pulang dan merasa agak sedih karena Tugas Akhir Kuliah menunggu mereka pulang. Saya sendiri tidak sabar untuk pulang ke Indonesia dan membagikan pengalaman saya. Saya ingin menerapkan semangat orang Jepang yang positif ke dalam hidup saya, seperti tepat waktu, bersih, rapi, selalu memikirkan efektifitas dan efisiensi, serta estetika. Pengalaman yang sangat berharga ini mengajarkan saya banyak hal. Dalam bidang perfilman, saya belajar bahwa Pemerintah Jepang berusaha sebaik mungkin untuk membantu kemajuan animasinya. Pembajakan tidak hanya dinilai sebagai tindakan kriminal tapi juga tindakan amoral yang memalukan bangsa. Dengan melakukan pembajakan atau pun mendukung pembajakan, kita sendirilah yang membunuh para pekerja seni. Hal ini sangat ditanamkan ke warga Jepang agar demand pembajakan berkurang dan mempengaruhi supply . Kemudian saya belajar bahwa ilmu seni adalah ilmu yang sama pentingnya seperti ilmu sains ataupun sosial. Seharusnya ilmu seni tidak dianak-tirikan seperti yang terjadi di sekolah-sekolah Indonesia. Jepang telah membuktikan bahwa ilmu seni memegang peranan penting dalam tata kotanya, revitalisasi ekonominya dan strategi meningkatkan turis. Saya rasa kebudayaan Indonesia tidak kalah unik dengan Jepang asal ditata dengan rapi dan dibungkus yang baik. Sekian kisah perjalanan saya ke Jepang melalui program JENESYS 2.0. Bagi teman-teman yang berminat dengan program ini, pantengin aja Facebook JENESYS atau Google langsung deh https://jaif.asean.org/jaif-component/jenesys-programme/ . Kegiatan ini diadakan setiap tahun hingga waktu yang ditentukan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe telah habis. Jadi jika masih ada, buruan daftar. Syarat: peserta harus mahasiswa aktif boleh D3, S1, S2, S3, bisa berbahasa Inggris, punya minat yang besar terhadap Jepang, dan punya nilai akademik yang baik. Coba konsultasi ke Wakil Dekan III, siapa tahu universitas kamu termasuk yang selalu diundang Kedutaan Jepang. Soalnya kulihat semua teman-temanku di angkatan kelima ini ditunjuk langsung oleh universitas atau tempat kursusnya, jadi bukan daftar sendiri. Demikian reportase yang saya buat, dan ini adalah cuplikan dari keseruan kisah yang saya rekam dengan kamera mungil saya:

  • Hal yang Wajib Dilakukan Setelah Tiba di Jerman

    Sudah dapat LoA dari kampus dan visa Nasional untuk terbang ke Jerman? Kini saatnya siap-siap menjalani birokrasi Jerman yang masih (agak) panjang dan ribet untuk mendapatkan izin tinggal serta kartu penduduk. Berikut aku urutkan kewajiban bagi Warga Negara Indonesia yang baru saja tiba di Jerman: Jika kamu sudah tau mau tinggal di mana, dan sudah pasti akan tinggal di alamat tersebut, segeralah membuat termin  (janji temu) ke Bürgerbüro / Bürgeramt di kota tempat kamu akan tinggal. Janji temu ini dibuat secara online, jadi bahkan bisa kamu lakukan dari Indonesia. Kenapa kusarankan segera? Soalnya antre janji temu lama banget. Bisa jadi kamu daftar hari ini tapi baru dapat tanggal ketemu bulan depan. Padahal ada peraturan di mana kamu harus laporan dalam kurun waktu 14 hari sejak kamu pindah ke alamat barumu di Jerman. (Kalau kamu masih nginep di hotel, nggak apa, itu belum dianggap.) JADI SEGERALAH BIKIN TERMIN! Dan pastikan tanggal temunya pas dengan dokumen berikutnya yang perlu kamu bawa, yaitu... Wohnungsgeberbestätigung: setelah deal dan pindah ke tempat tinggal barumu di Jerman, kamu akan mendapatkan kertas tanda tinggal bernama Wohnungsgeberbestätigung . Kertas ini akan kamu butuhkan untuk maju ke langkah berikutnya. Anmeldung / city registration: seperti yang kujelaskan di nomor 1, kamu perlu daftar kependudukan di kantor administrasi tempatmu tinggal dalam waktu 14 hari sejak kamu pindah. Kantor ini biasa disebut Bürgerbüro atau Bürgeramt. Contoh: aku ngekos di Neu-Ulm, jadi aku ke Bürgerbüro Neu-Ulm. Bikin janji temu online di websitenya langsung. Kalau kamu tinggal di Berlin, maka kamu harus ke Bürgeramt Berlin, dst. Setelah mendapatkan janji temu, ikuti petunjuk dari website kota masing-masing karena tiap kota sedikit beda aturannya, lalu datang ke kantor tepat waktu membawa berkas-berkas yang diminta. Di kota Neu-Ulm cuma disuruh bawa paspor dan Wohnungsgeberbestätigung. Petugasnya juga bisa Bahasa Inggris dan prosesnya cepet banget. Langsung di hari itu aku dapat Meldebestätigung atau Meldebescheinigung (artinya sama aja). Steueridentifikationsnummer (Steuer-ID) / nomor pajak pribadi: 14 hari setelahnya, kamu akan mendapatkan surat dari Finanzamt mengenai nomor pajak. Nomor ini (biasanya) akan kamu butuhkan ketika mau mengaktifkan blocked account atau membuka tabungan di bank. Kamu tidak perlu melakukan apapun untuk mendapatkan surat pajak ini. Cukup tunggu saja di rumah. Setelah dapat, langsung save nomor pajaknya di HP, komputer, dan simpan kertasnya baik-baik karena nomor ini tidak akan berubah dan harus kamu gunakan seumur hidupmu di Jerman. Lapor Diri di Peduli WNI: sebagai WNI yang budiman, sejatinya kita wajib memberitahu negara bahwa status tinggal kita di Indonesia sudah berubah menjadi Jerman. Oleh sebab itu diperlukan adanya lapor diri secara online di https://peduliwni.kemlu.go.id/beranda.html Kita disarankan untuk lapor diri dalam kurun waktu 30 hari sejak kedatangan ke Jerman. Langkah-langkahnya mudah, online dan gratis. Aufenthaltserlaubnis / residence permit: setelah melakukan anmeldung di kantor administrasi kota setempat, ada baiknya kamu juga LANGSUNG buat janji temu di Landratsamt untuk mengurus kartu tanda tinggalmu yang dalam Bahasa Jerman disebut Aufenthaltstitel . Kartu ini penting sebagai perpanjangan dari visa Nasional yang kamu miliki. Jadi kartu ini WAJIB diurus sebelum masa berlaku visamu habis. Kartu ini juga akan sangat berguna ketika kamu mau mengundang keluarga dan kerabat untuk liburan ke Jerman lewat visa Schengen - visitor / kunjungan. Termin atau janji temu untuk membuat kartu ini juga sama lamanya, bahkan mencapai 1-2 bulan sendiri hanya untuk mendapatkan janji temu. Jadi siapkan waktu setidaknya 6 bulan sebelum visamu habis untuk mengamankan kartu ini karena PROSESNYA PANJAAANNGG dan kamu wajib bayar 100€ saat pengambilan kartu untuk pertama kali. Setelah selesai dengan semua tetek-bengek birokrasi kependudukan, bagi para mahasiswa kamu bisa bernapas sejenak karena hanya itu saja yang perlu kamu lakukan. Tapi bagi WNI yang bekerja di Jerman, langkah berikutnya adalah mengurus perpajakan. Berhubung aku hanyalah mahasiswi di sini, jadi aku belum bisa menjelaskan lebih jauh mengenai pajak. Bürgerbüro Neu-Ulm Tapi aku mau jelasin lebih detail mengenai proses mendapatkan Aufenthaltstitel di kota Neu-Ulm, tempatku tinggal. Pertama, aku harus membuat janji temu online di website Landratsamt tempatku tinggal. Tapi sebelum aku bisa membuat janji temu, aku harus mendaftar dan mengirimkan semua dokumen secara digital terlebih dahulu. Websitenya yang ini: https://www.landkreis-nu.de/Online-Terminvereinbarung Tips: gunakan Chrome dan klik kanan untuk mengaktifkan fitur "translate to English". Kamu bisa ganti menjadi translate to Indonesian juga. Terserah. Yang pasti fitur ini sangat berguna ketika kamu belum fasih berbahasa Jerman. Lanjut, klik tombol zur Online-terminvereinbarung. Maka akan muncul dua pilihan yang mempertanyakan huruf depan nama belakangmu, karena itu akan menentukan kamu perlu masuk ke ruangan (zimmer) yang mana nanti saat ke Landratsamt. Berhubung huruf depan nama belakangku S, jadi aku pilih yang kedua: zimmer 1. Chrome: klik kanan untuk translate to English / Indonesian. Jika kamu pindah ke Jerman untuk kuliah atau studi apapun, pilih Aufenthaltserlaubnis zum Zweck der Ausbildung atau yang sudah diterjemahkan oleh Chrome sebagai residence permit for the purpose of training . Jangan khawatir dengan kata "ausbildung", meskipun kamu kuliah S1 atau pun S2, tetap pilih yang ausbildung , karena yang lain sudah jelas nggak nyambung. Habis itu kamu akan dialihkan ke halaman baru untuk mengisi formulir secara online. Sekarang kamu bisa ganti ke Bahasa Inggris jika tidak fasih Bahasa Jerman. Scroll ke bawah dan pilih "I would like to apply for the first time" jika kamu memang baru pertama kali membuat Aufenthaltstitel. Setelah itu masukkan kode pos tempat kamu tinggal dan pilih Start now. Formulir online ini akan memintamu untuk menjawab serangkaian pertanyaan. Jawablah dengan baik, jujur dan akurat sesuai data dokumenmu. Kamu juga akan diminta upload data seperti: scan / foto paspor foto paspor surat penerimaan dari universitas bukti blocked account bukti asuransi kesehatan sertifikat kemampuan Bahasa Inggris atau Jerman (sesuai ketentuan kampus, kalau kampus kamu berbahasa Inggris dan ga perlu Jerman, ya upload Inggris aja gpp. Aku sih upload dua-duanya karena kampusku wajib bisa dua-duanya.) Wohnungsgeberbestätigung Meldebestätigung Meldebestätigung Setelah selesai upload semua data, tunggu sekitar 14 hari atau lebih dan kamu akan mendapatkan email pemberitahuan mengenai tanggal janji temu. Di kota aku, kamu nggak bisa pilih tanggal dan jam. Jadi Landratsamt yang tentukan seenaknya sendiri. Untungnya pas dapat tanggal aku lagi ga kuliah, jadi nggak perlu bolos, dan kantornya deket banget sama kosan aku, sehingga aku bisa naik sepeda ke sana. Pada hari janji temu, datanglah tepat waktu ke ruangan (zimmer) yang sudah kamu tentukan saat mendaftar di awal (aku zimmer 1) . Dan berhubung semua data sudah kita upload, jadi aku hanya perlu bawa paspor asli dan 1 lembar pasfoto terbaru. Petugasnya bisa Bahasa Inggris, dan pertanyaan interview -nya juga cuma tentang nama lengkap, warna mata, tinggi badan, and that's it! Selesai! Landratsamt Neu-Ulm Dinginya duileh... Kemudian aku harus menunggu lagi sekitar 14 hari untuk mendapatkan beberapa surat ke rumah yang berisi nomor pin dan keterangan mengenai pajak. Setelah itu aku baru boleh membuat termin baru untuk abholung atau pengambilan Aufenthaltstitel. Pembuatan janji temu di link website Neu-Ulm yang sama seperti sebelumnya, yakni https://www.landkreis-nu.de/Online-Terminvereinbarung tapi kali ini kita pilih abholung . Pengambilan hanya bisa dilakukan 14 hari setelah pembuatan janji temu. Jadi kurang lebih aku harus antre 14 hari lagi untuk ke Landratsamt dan mengambil Aufenthaltstitel aku. Setelah membuat janji temu, kamu akan mendapatkan email konfirmasi tanggal, dan di email tersebut ada opsi untuk cancel appointment. Bodohnya aku tidak tahu Bahasa Jermannya cancel = stornieren. Jadi aku nggak sengaja dong pencet tombol itu, dan akhirnya janji temu aku gagal 😭😭😭 dan lebih parahnya lagi aku nggak sadar, sampai suatu hari setelah 14 hari menunggu, aku datang ke Landratsamt dengan riang-gembira, namun ditolak dengan kasar oleh petugas lantaran janji temu aku sudah STORNIEREEEN! Dan petugasnya beneran kaku banget soal seperti ini. Padahal kartu aku udah siap juga di kantornya dan kantornya sepi, nggak ada tamu lain. Tapi dia tetep nggak mau rilis kartu aku tanpa janji temu. Akhirnya terpaksa aku membuat janji temu baru dan menunggu 14 hari lagi untuk pengambilan kartu. Yang tadinya bulan Desember bisa beres, terpaksa molor sampai pertengahan Januari. Setelah proses birokrasi yang panjang sejak September 2024 hingga Januari 2025, akhirnya aku punya kartu penduduk yang sah untuk tinggal di Jerman! Kartu ini valid sekitar 1,5 tahun (sesuai durasi kuliahku). Jadi tahun 2026 nanti perlu aku perpanjang lagi seharga 80€. Seperti ini kira-kira penampakan Aufenthaltstitel. Tampak depan Tampak belakang

  • New Year Chaos in Ulm: Clubbing Kedinginan Sampai Siang

    Awalnya sih aku nggak ada rencana ngapa-ngapain pas tahun baru, tapi tiba-tiba Devi, teman baikku di kampus, nge- chat dan bilang, “Cil, aku ulang tahun tanggal 1 Januari, dan aku udah muak banget di kamar terus. Clubbing yuk?” Aku langsung jawab “Mau banget!” Bukan karena aku cinta clubbing, tapi aku lagi craving pengalaman baru di kota kecil ini. Momennya juga pas—tahun baru dan ulang tahun Devi. “Boleh, Dev, aku spend time sama pacarku siang, terus malamnya kita bisa cabut ke klub. Klub mana yang kamu mau?” Devi jawab, “HTM Gleis 8 Euro, Kalau Cocomo 15 Euro.” Aku langsung Googling alamat, jarak dan cara beli tiketnya. Pas aku cek di Instagram mereka, baik Gleis 44 maupun Cocomo, HTM-nya sama-sama 15 Euro. Bedanya apa? Gleis 44 itu rave party banget, underground vibe dengan banyak ruangan yang masing-masing punya musik berbeda. Sedangkan Cocomo (sepertinya) lebih dewasa dan chill , dengan fasilitas free Garderobe (penitipan jaket), minuman, dan makanan. Gleis 44. Source: Instagram. Cocomo Club. Source: Instagram. "Dev, dua-duanya 15€ loh. Mau yang mana?" "Lah, kok 15€? Aku nemu 8€ kemarin." "Mana? Kasih lihat sini website -nya." Dan ternyata Devi salah lihat website . Dia malah buka Gleis 9 di kota lain, sementara kita tinggal di Ulm jadi harusnya Gleis 44. "Oh, aku salah website . Nick bilang Gleis doang, ga ngomong nomornya. Kirain cuma ada satu Gleis di Jerman." Tips buat yang mau clubbing di Jerman: hati-hati sama nama tempat. Kadang bisa ada yang mirip banget di kota lain! Jadi, pastikan cek dengan teliti ya. Kembang Api New Year di Ulmer Münster Akhirnya Devi bertugas beli tiket Gleis 44, sementara aku beli minuman buat pre-drinks. Sudah menjadi tradisi bahwa sebelum clubbing harus warming-up terlebih dahulu. Aku beli Gordon’s Pink Gin (€13,74), Rotwein murah (€3,99), dan jus apel Ja! (€0,99) buat bikin Sangria ala-ala. Rasanya manis dan perfect buat cewek-cewek yang nggak suka mabuk berat. Tapi kalau kalap, 3 gelas bakal bikin puyeng juga. Sangria akal-akalan. “Cil, lo ada batere AAA ga? Gue ada lampu cabe-cabean nih. Yuk kita foto-foto di kamar sambil pre-drinks. Habis itu anak-anak di apartemenku ngajak nonton kembang api di depan Gereja Ulmer Münster.” Buat kalian yg belum tahu, Gereja Ulmer Münster adalah gereja tertinggi di dunia. Ini adalah gereja Kristen Lutheran, dan kamu bisa naik ke menaranya seharga 7€ sekitar jam 10 pagi hingga 2 siang. Begini penampakannya kalau cerah. Ulmer Münster, gereja tertinggi di dunia. Jam 7.30 malam, aku gowes sepeda ke apartemen mahasiswa Devi di Ulm. Jaraknya cuma 4 km, tapi jalannya naik-turun bukit dan dingin banget. Karena dataran tinggi, daerah apartemen Devi ini sudah agak bersalju. Tapi alih-alih kedinginan, aku malah banjir keringat di tengah jalan. “Dev, hah huh hah huh, kampret lo ga bilang rumah lo di bukit!” “Yeee… Siapa suruh naik sepeda. Bukannya naik bus aja.” Habis gimana yah, aku lebih suka naik sepeda daripada bus. Kalau jalanannya datar, rasanya segar. Kalau jalanannya naik-turun, ya lumayan paha kemeng . Aku sempat tersenyum saat melintasi kebun gandum, masih nggak percaya aku udah berhasil tiba di Jerman. Rasanya bangga dan lega, udah melewat berbagai shitty things dan masih survive tanpa sakit-sakitan. Sampai di sana, Devi udah nunggu dengan heboh, “Ceciiilll!!! Ayo kita parttyyy!” Aku bergegas parkir sepeda, dan kami pun naik ke apartemen di lantai 8. Lampu cabe-cabean yang dimaksud. Kamarnya kecil, cuma sekitar 9m², tapi vibe apartemen mahasiswa itu seru banget! Persis di film-film amerika saat adegan ke asrama mahasiswa: ada satu kasur single, meja belajar, meja makan kecil, kloset (lemari baju) dan wastafel. Di area bersama juga ada rooftop , toilet yang relatif bersih, dapur, dan koridor penuh poster keren-keren. Kami mulai pre-drinks sambil karaoke lagu India tahun 90-an, Mandragora, gossip, dan ngakak for no reason. Harga per kamar sekitar 350an Euro. Sekitar jam 9-an, teman-teman Devi dari kamar sebelah ngajak kami keluar buat nonton kembang api di depan Gereja Ulmer Münster. Ada tiga laki-laki dari Pakistan yang akan menemani aku dan Devi malam ini. Sialnya, aku sudah lupa nama mereka semua karena terlarut mabuk. Bermodal laptop dan lampu. Aku kira kembang apinya bakal spektakuler, sialnya yang ada hanya kembang api biasa dari warga secara sukarela. Jadi seperti nonton kembang api versi kekeluargaan. Tetap seru sih, karena sudah mabuk anyway. Dan berhubung aku hanya pakai sweater tipis di hari yang dingin ini, jadilah aku dan teman-teman saling berpegangan tangan. Yup, kalian baca dengan benar, aku cuma pakai tanktop + sweater tipis di musim dingin Jerman. Itu adalah keputusan yang sangat nekat. Mohon untuk tidak mengikuti jejak kebodohanku. Kenapa aku tidak pakai jaket winter? Karena aku males titip jaket di klub. Pasti bakal antre lama, dan mungkin harus bayar 2€, sedangkan aku terlalu kikir untuk melakukan pengeluaran itu. Makanya aku pakai sweater tipis aja biar gampang dilepas dan ringin dibawa tangan. Setelah puas nonton kembang api sampe jam 12-an, kita semua langsung jalan ke Gleis 44, klub paling seru di Ulm yang punya acara tahun baru dari jam 00.00 sampe 11 pagi. Bayangin, 11 pagi! Aku belum pernah liat klub dengan jam buka sampai segitunya. Di Bali dan Jakarta aja palingan cuma buka sampe jam 4 pagi, abis itu DJ-nya juga udah beres-beres mau pulang. Ngakak. Party scene di Jerman maksimal banget! Entrance door Gleis 44. Source: Instagram. Sekitar jam 12-an, kita antre di depan Gleis 44, dan tempatnya rame banget. Bayangkan diriku yang hanya pakai baju tipis ini, harus berdiri di luar sambil menahan dinginnya malam di Ulm (sekitar -1 derajat Celsius) selama hampir 45 menit. Lebih sialnya lagi, pas udah di depan pintu masuk, bouncer -nya minta ID card. Aku sama Devi nunjukin tiket yang udah kita beli jauh-jauh hari, tapi si mas-mas bouncer yang ganteng ini bilang, “No photo ID card, no digital. Only physical ID Card.” “Ah, sial! Yaudah lah Dev, kita pulang dulu ambil kartu ID!” Ternyata ketiga teman Devi juga nggak bawa kartu ID. Yaudah akhirnya kita semua pulang. Devi sama aku udah kebelet pipis parah, jadi kita berpisah dengan rombongan dan berencana buat ke stasiun kereta dulu cari toilet. Eh, namanya juga Jerman, mana ada yang buka jam 12 subuh gini? Semua tutup. Bayangin udah kedinginan, kebelet pipis, terus nggak ketemu toilet juga! Terpaksa deh aku ajak Devi naik taksi buat pulang ke apartemennya, daripada nunggu bus kelamaan (cuma ada 30 menit sekali dan harus transit sekali). Kita bayar 15€, dan beruntung supir taksinya baik gitu, ngajak ngobrol dikit pake Jerman-Inggris terbata-bata. Setelah tiba di kamar, kita semua langsung ngibrit ke toilet. Abis itu Devi cek lagi jadwal bus buat balik ke klub. Karena bus berikutnya baru ada jam 2-an pagi, yaudah kita masih ada waktu buat minum dan… tidur! Mendekati jadwal bus, teman-teman Devi mengetuk pintu kamar lagi. Mereka tetap mau pergi ke klub dan ngajak kita buru-buru karena busnya udah mau datang. Kami langsung lari-lari ke halte biar nggak ketinggalan. Rasanya seru banget, meski aku udah ngantuk parah wkwkwk. Aku sempat ketiduran di bus dan di jalan, teman-teman Devi selalu bangunin aku, “Caecilia, kamu tidur berdiri?!” Iya, aku emang bisa tidur berdiri. Makanya dulu pernah kecelakaan waktu bawa motor di Bali. Waktu itu aku ngantuk banget karena perjalanan jauh (40 km), ditambah angin sepoi-sepoi, akhirnya aku ketiduran. Pas sadar, motor aku udah nabrak rumah orang dan aku terlempar ke depan. Untung nggak ada yang cedera, aku cuma lecet sedikit, tapi motorku hancur penyok di bagian depan (meski masih bisa digunakan hingga hari ini). Anyway, balik ke cerita utama, kami tiba di depan klub sekitar jam 3 pagi DAN klubnya masih rame. Antriannya malah lebih panjang dari sebelumnya. Karena di dalam klub udah sesak banget, bouncer nggak bisa izinin orang baru masuk. Kita harus nunggu ada yang keluar dulu baru boleh masuk. Jadi, bayangin aja lebih dari 1 jam aku berdiri di luar, kedinginan dan ngantuk, nungguin orang yang mau pulang. Terus pas giliran kita tiba, si bouncer udah nggak ngecek kartu ID lagi dong?! Kita langsung disuruh masuk dan Devi dongkol banget. “YEE… NGAPAIN GUE PULANG KALO UJUNG-UJUNGNYA ID CARD GUE GA DICEK?!” Tapi ya udah lah, akhirnya bisa masuk juga. Klub Gleis 44 ini bentuknya kayak apartemen yang dicat hitam. Ada beberapa ruangan dengan musik dan lampu yang beda-beda, di setiap ruangan ada DJ dan crowd -nya masing-masing, jadi kamu bisa pilih mau dance di mana. Pas pertama kali masuk, kamu harus nunjukin tiket yang udah dibeli atau bayar di tempat. Aku nggak tau biaya on the spot -nya berapa, tapi kalo nggak lagi tahun baru, mungkin HTM klub ini sekitar 10-12 Euro. Terus, kamu bisa nitipin jaket winter di Garderobe , tapi antre panjang. Di hampir semua klub, khususnya yang murah-murah, kadang ada kasus jaket yang tertukar atau hilang. Aku nggak tahu bagaimana dengan Gleis 44, tapi ada baiknya selalu waspada. Makanya, aku sama Devi mutusin buat pakai jaket tipis supaya tidak perlu dititip, hehe. Nongkrong di sofa toilet kalau capek joget. Balik ke cerita, aku dan Devi memutuskan pisah dengan teman-teman apartemennya di sini. Setelah itu, kami nggak tahu mereka ke mana. Ruang pertama yang kami pilih adalah ruang merah dengan musik Rave 1/16 ketukan. Hahaha… Musiknya cepat dan gila banget. Crowd -nya mayoritas laki-laki Eropa berkaos atau bahkan bertelanjang dada karena klub ini panasnya luar biasa. Kadang-kadang ada beberapa perempuan juga yang pakai bikini atau baju ketat, tapi jumlah mereka sedikit banget. Aku bahkan hampir nggak nemuin orang Asia malam itu, eh pagi deng, kan udah jam 4an. Dan kalau rasio antara laki-laki dan perempuan segitu jomplangnya, bayangin aja berapa kali aku dan Devi digerayangi sama pria-pria seksi. Ya, seksi. Badan mereka bagus banget. Tapi mengingat usiaku yang udah kepala tiga, aku udah nggak tertarik sama bocah-bocah manis ini. Hihihi… Oh ya, area toilet perempuan ada di lantai dua, dan posisinya lega banget. Nggak ada antrean panjang, relatif bersih, dan ada sofa. Jadi kalau capek, bisa tidur-tiduran dulu. Akhirnya, setelah pindah dari satu ruangan ke ruangan lain, aku dan Devi capek juga joget dan harus terus-menerus menghilang dari kejaran berbagai laki-laki asing. Kami memutuskan untuk pulang sekitar jam 7.40 pagi karena busnya baru akan ada jam segitu. Duduklah kami di sofa menunggu waktu tiba, karena kaki udah pegel nggak karuan. Badan udah bau keringat dan asap rokok (Oh ya, BTW, banyak yang merokok di area DJ, termasuk DJ-nya juga merokok). Klubnya juga berasap/berkabut banget. Agak susah kalau mau foto-foto. Tak lama kemudian, kami berdiri di pinggir halte, menunggu bus kembali ke apartemen Devi, sambil menggigil kedinginan. Mungkin suhu sekitar -2 derajat Celsius. Kami pulang naik bus pertama dengan aman dan nyaman. Supir bus menyalakan lagu Rave Arab atau India, aku kurang tahu. “Cil, kayaknya ini baru pertama kalinya aku denger ada musik di bus.” “Oh iya, kamu benar. Biasanya bus nggak muter musik. Hahaha…” Berikutnya, kami harus turun di sebuah halte dan pindah ke bus satunya lagi. Tapi sial, karena kami berdua masih asing di kota ini, Devi nggak tahu haltenya yang mana. Dan mungkin karena kita berdua udah capek, jadi otak kita agak lemot. Akhirnya kita ketinggalan bus kedua, dan terpaksa menunggu 25 menit lagi. “25 MENIT?! DEV, NAIK TAKSI AJA YUK!” “Ga ada taksi, Cil. Coba aja kamu lihat. Kosong melompong gini.” “Shit, ini dingin banget. Aku nggak kuat. Kita stop aja mobil siapa gitu kek.” “Haduh kamu berani? Nanti kita diculik. Lihat tuh ada mobil van lewat, persis mobil-mobil yang biasa dipakai buat penculikan kalau di film-film.” “Oh siaaaalll… Ada nggak sih tempat buat sembunyi dari dinginnya pagi ini?!” Well, at the end, kami berdua duduk di halte dan benar-benar menunggu 25 menit untuk bus berikutnya datang. Setiap kali angin dingin berhembus, kami berdua teriak ngilu bersama. Asli rasanya kayak di neraka: sakit, perih, dan super menusuk. Sesaat terlintas penyesalan dalam benakku, “Kenapa ya aku segila ini?” pikirku. Di menit ke-15 dalam penantian bus kami, seorang pria ganteng datang menghampiri. “Hi, studiert hier?” tanyanya, yang berarti, “Apakah kalian sekolah di sini?” “Ja,” jawab kita singkat karena kedinginan dan capek. “Oh, here we have a bible group at the Ulm university. I hope you guys can join and see you,” si ganteng memberikannya kami berdua secarik kertas dengan informasi tanggal dan jam pertemuan Bible Study Group di Universitas Ulm, di jam 5 pagi! Bayangkan: udah kedinginan, menderita, eh disamperin cowok ganteng buat baca Alkitab. Apa mungkin ini pertanda dari Tuhan untuk kembali ke jalan yang benar? Hahaha. JK. Kemudian si ganteng pergi dan naik bus yang berbeda. “Mereka ini kekurangan orang Kristen atau gimana sih?” tanya Devi dengan polosnya. Ngomong-ngomong, Devi ini berasal dari India dengan agama Hindu. “Nggak sih, mayoritas di sini Kristen.” Memang agak lucu tinggal di Jerman. Mungkin satu atau dua kali kamu akan didekati orang asing yang ingin mengajakmu masuk ke komunitas agama mereka. Tanpa perlu bertanya agamamu apa. Kamu langsung disambar dan diundang ke acara mereka. Begitu cara kerjanya. Se- random itu. Akhirnya, bus yang kami tunggu-tunggu datang. Kami langsung naik dan otomatis ketiduran meski masih menggigil kedinginan. Perjalanan ternyata terasa panjang dan lama sekali. Aku sudah tidak tahan ingin pipis dan pulang. Kemudian, Devi membangunkanku dan kami berdua pun segera turun, tertawa-tawa melihat sunrise yang indah meski tidak hangat sama sekali. Kami berlari masuk ke kamar dan langsung selimutan. “Setelah badanku hangat, aku langsung sepedaan pulang yah.” “Ga mau makan dulu di sini? Ga apa-apa loh, aku ada Joghurt .” “Ga usahlah, aku udah ga tahan pengen mandi.” “LOL, gila kamu. Aku sih akan langsung tidur. Yaudah nanti kabarin kalau udah sampai rumah ya!” “Happy birthday and happy new year 2025!” Akhirnya, aku pulang naik sepeda sambil kedinginan. Kurang lebih total 12 jam aku di luar tanpa tidur dan bertahan dengan asupan gizi 1 botol Gin dan wine merah 750 mL. Ternyata tubuhku masih kuat. Aku cukup salut dan tentunya berterima kasih pada Tuhan YME karena aku bisa menikmati tahun baru yang indah bersama pacar yang tinggal nun jauh di Indonesia dan teman baik baru di kota sebelah. Terima kasih sudah membaca, semoga tahun 2025 lebih baik lagi untuk kita semua!

  • Persiapan Visa Schengen ke Jerman

    Hidup sebagai pemegang paspor Indonesia itu selalu bikin capek di urusan visa. Ibarat toxic relationship —nggak bisa ditinggalin, tapi selalu bikin ribet! Kalau cuma sekali dua kali sih masih oke. Tapi kalau tiap tahun aku harus bantu urus visa Schengen orang tua yang sering bolak-balik ke Jerman, belum lagi nanti pacarku yang juga mau main ke sini, waduh capek banget, asli. Mau berapa kali pun tetep bikin deg-degan. Nah, berhubung aku udah mulai expert  urusan pervisaan (track record sukses 100%, nggak pernah ditolak!), kali ini aku mau share tips jitu dapetin Visa Schengen tanpa drama! ✈️✨ (karena aku udah lewatin drama-dramanya biar kalian nggak usah ulangin kesalahanku). FYI, aku seringnya urus Visa Schengen buat wisata atau kunjungan keluarga/teman, jadi kalau kamu cari info visa studi, silakan baca artikelku yang lain dengan klik link ini . Perlu Nggak sih Bayar Agen untuk Urus Visa Schengen Jerman? Menurutku, nggak perlu. Karena (1) prosesnya kamu tetap harus capek sendiri mempersiapkan dokumen, dan tetap harus datang ke VFS di Kuningan sesuai jadwal; dan (2) agen juga nggak bisa kasih jadwal lebih cepat, apalagi (3) memastikan visa kamu pasti diterima. Jadi, kenapa bayar lebih kalau ujung-ujungnya sama aja dengan jalur mandiri? Tapi jangan takut, di akhir postingan ini aku akan bahas sedikit tentang jalur VIP alias Premium Service di VFS buat tim yang nggak mau repot. Oke, Mulai dari Mana? Pertama, kamu harus tahu kalau proses pengajuan visa Schengen Jerman butuh waktu sekitar 15-21 hari kalender (termasuk Sabtu-Minggu). Dalam beberapa kasus, bisa sampai 1 bulan. Jadi, jangan nekat urus visa mepet-mepet sebelum terbang. Catatan: banyak orang bilang jalur Jerman itu paling ribet dan lama, tapi sepengalamanku, selama dokumen kamu sesuai persyaratan, jalur Jerman itu jelas dan terukur waktunya. Sebagai referensi, aku pernah bikin visa jalur Italia dan experience -nya agak kurang jelas, meski itu di tahun 2018 ya. Mungkin banyak hal sudah berubah. OK, back to main topic. Langkah Kerja Paling Efektif Versi Pengalamanku: Tentukan Tanggal Keberangkatan & Beli Tiket Pesawat Pastikan beli tiket yang punya fitur reschedule  dan cancellation —buat jaga-jaga kalau ada perubahan rencana. Untuk tiket murah dan terpercaya, aku biasanya beli di Trip(.)com. Harganya beneran murah, jauh ngalahin Travel***, Tike*, atau website lain. Oh ya, jangan lupa pakai link referral aku biar kita sama-sama dapat diskon! https://uk.trip.com/sale/4283/referee-pre-register-eu.html?locale=en-GB&referCode=JH1J7R Cek Persyaratan Visa Schengen di Website Kedutaan Jerman Kalau tiket sudah siap, lanjut cek persyaratan visa Schengen di website resmi Kedutaan Jerman. Ada dua jenis visa yang bisa dipilih untuk liburan: tujuan wisata  atau kunjungan . Bedanya cuma satu: kalau kunjungan , kamu harus punya surat undangan dari teman atau keluarga yang tinggal di Jerman. Estimasi Waktu Persiapan Dokumen Biasanya aku butuh sekitar 1 bulan untuk mempersiapkan semua dokumen. Tapi sebelum mulai, ada satu hal yang sering orang-orang salah: jangan tunggu semua dokumen siap baru booking janji temu visa. Itu nggak bakal keburu. Jadwal janji temu VFS di Jakarta seringnya baru tersedia 1 bulan ke depan, apalagi kalau kamu datang pas high season. Jadi, daripada nunggu kelamaan, mending langsung aja buka website VFS Global, booking tanggalnya dulu, baru deh setelah itu siapin dokumen. https://visa.vfsglobal.com/idn/en/deu/ Booking Janji Temu di Tanggal yang Tepat Pastikan kamu booking janji temu di tanggal yang tepat, yaitu saat semua dokumenmu sudah siap. Aku sarankan kasih waktu minimal 1 bulan untuk persiapan. Setelah booking di VFS selesai, baru deh fokus persiapkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan. Tips 1: Persiapan visa paling aman dilakukan 2 bulan sebelum keberangkatan. Tapi kalau mau lebih mepet, 3 minggu juga masih bisa, meskipun rasanya jantung agak dag-dig-dug. Tips 2: Biasanya, janji temu untuk visa kunjungan lebih banyak tersedia dibandingkan dengan visa tujuan wisata . Dokumen Visa Schengen Jerman Apa Aja? Menurut syarat di website Kedutaan Jerman Tahun 2024, kamu perlu mempersiapkan dokumen berikut. Catatan Penting: Ukuran kertas A4. Jangan di-staples, dijepret, atau dijepit ya! Biarkan kertasnya mulus, bersih, dan terpisah. Dilarang menggabungkan dua dokumen dalam satu kertas atau mencetak bolak-balik (meskipun buat hemat). Itu nggak boleh. Aku tekankan sekali lagi: setiap dokumen harus diprin di satu lembar kertas masing-masing. Nggak bolak-balik dan nggak digabung-gabung, meskipun kertasnya masih ada sisa kosong banyak. Dokumen dalam Bahasa Indonesia (misalnya Kartu Keluarga) wajib diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris atau Jerman oleh penerjemah tersumpah. Pastikan nama kamu konsisten dalam setiap dokumen, khususnya bagi orang-orang dengan nama lebih dari dua kata. Contoh di passport tertulis Michael Sutanto Wiranto, terus di travel insurance tertulis Michael Wiranto >> biasanya dipermasalahkan. Dilarang menyingkat nama kecuali penulisannya memang konsisten seperti itu di semua dokumen. Contoh: M. Rizky >> biasanya dipermasalahkan. No. Daftar Dokumen Keterangan 1. Application form VIDEX Link 🔸 Print A4; 🔸 TTD basah (ga boleh digital) 2. Contact consent form Link 🔸 Print A4; 🔸 TTD basah (ga boleh digital) 3. Paspor 🔸 Siapin 1 fotokopi + 1 original; 🔸 Masih ada jarak kadaluwarsa minimal 3 bulan sebelum tanggal kepulangan; 🔸 Masih ada sisa 2 lembar kosong; 🔸 Terdapat kolom TTD yang sudah ditanda tangan basah 4. Pasfoto terbaru 🔸 Background putih, warna foto jelas; 🔸 Ukuran 3,5 x 4,5 cm; 🔸 Wajah mengisi 80% total komposisi; 🔸 Foto diambil sekitar 6 bulan terakhir (selama wajah dan rambut masih sama, sebenernya aman lewat 6 bulan sedikit); 🔸 Bawa 2 lembar foto buat jaga-jaga 5. Cover letter / surat pengantar 🔸 Print A4; 🔸 Tulis dalam Bahasa Inggris / Jerman; 🔸 Panjangnya 1-2 halaman aja; 🔸 Menjelaskan tanggal dan tujuan kedatangan, serta printilan akomodasi dan transportasi selama berkeliling wilayah Schengen; 🔸 TTD basah (ga boleh digital); 🔸 Lihat contoh cover letter aku di bawah ya! 6. Travel health insurance 🔸 Print A4; 🔸 Harus mencakup seluruh wilayah Schengen meskipun hanya liburan di Jerman; 🔸 Minimum coverage of 30,000 €, covering also evacuation and repatriation; 🔸 Coverage for potential COVID19 treatment has to be confirmed or mentioned in the T&C; 🔸 List asuransi yang direkomendasikan kedutaan klik link ini. 7. Travel itinerary 🔸 Print A4 tabel rencana perjalanan yang menunjukkan tanggal, lokasi dan kegiatan secara umum selama berkunjung di wilayah Schengen; 🔸 Print A4 bukti tiket pesawat (pulang dan pergi); 🔸 Print A4 bukti hotel / apartemen (di dalamnya harus jelas tertulis nama akomodasi, alamat lengkap, informasi kontak dan nomor booking ); 🔸 Cek contoh  travel itinerary  aku di bawah ya 8. Bukti pekerjaan / studi 🔸 Pegawai kantor Signed cover letter / No-objection-certificate from the company in Indonesia on company letterhead including details of: - Name of traveler; and - passport number of traveler; and - duration of approved leave; and - postal address of the company in Indonesia; and - telephone number of the company in Indonesia; - de tails about applicant’s working position and- starting date of employment; and - net salary; 🔸 Freelancer - 1 halaman seperti CV yang isinya lebih fokus pada pekerjaan atau jasa yang anda tawarkan, beserta data kontak (media sosial, website, dll.); - 3 bukti surat kontrak kerja / invoice klien; 🔸 Pengusaha - Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); - Company's recent tax bill (SPT terbaru); 🔸 Siswa / Mahasiswa - Surat Keterangan Aktif Kuliah / Sekolah 9. Bukti keuangan 🔸 Pegawai kantor / freelancer - Slip gaji 3 bulan terakhir; and - Surat kontrak kerja; and - Employers’ confirmation on approval for absence (Leave sanction letter from applicant’s employer); and - Applicant’s personal bank statements for the last 3 months stamped by the bank (passbook copies are not accepted); 🔸 Pengusaha - Applicant’s personal bank statements for the last 3 months stamped by the bank (passbook copies are not accepted); 🔸 Siswa / Mahasiswa - Certificates of the establishment at which you are enrolled; and - No-objection-certificate from school / university; 🔸 Pensiun / Pengangguran - Pension statements for the last three months (Copy); and / or - Proof of regular income generated by ownership of property or business (Copy) and - Applicant’s personal bank statements for the last 3 months stamped by the bank (passbook copies are not accepted); and / or - Declaration of the applicant about how the livelihood is guaranteed including respective proof 10. Biaya perjalanan jika disponsori keluarga 🔸 Bank account statements of the last three months or saving account (dari pihak sponsor);  and 🔸 Written declaration of sponsorship; 🔸 Proof of kinship (contohnya: Akta Lahir atau Kartu Keluarga, dan semua dokumen ini harus ada terjemahan Bahasa Inggris/Jerman oleh penerjemah tersumpah) 11. Bukti keluarga / pernikahan 🔸 Print A4 Kartu Keluarga asli (yang paling terbaru); 🔸 Harus disertai terjemahan Bahasa Inggris/Jerman oleh penerjemah tersumpah 12. Jika membawa anak di bawah 18 tahun Belum pernah mengalami, jadi silakan cek persyaratan di website kedutaan langsung 13. Jika mengambil visa kunjungan dan memiliki teman / kerabat di Jerman 🔸 Invitation letter Berbahasa Jerman menjelaskan tujuan mengundang; 🔸 Aufenhaltstitel; 🔸 Meldebestätigung; 🔸 Paspor pengundang; 🔸 Contoh invitation letter ada di bawah ya Kamu bisa baca versi lebih lengkap dan terbaru di website Kedutaan Jerman: https://jakarta.diplo.de/id-de/service/visa-und-einreise/pariwisata-2565750 Tips mengenai bukti keuangan: sebaiknya personal bank statement 3 bulan terakhir memperlihatkan transaksi yang cukup signifikan. Jangan sekadar 1x transfer uang dalam jumlah besar. Lebih baik transfernya dipecah beberapa kali. Kemudian siapkan dana liburan di bukti keuangan sekitar 1,5 juta Rupiah x durasi hari liburan. Jadi kalau mau liburan 10 hari, sekitar 15 juta nangkring di bank statement . Contoh Cover Letter Location, xx Month xxxx Your Name Address Email and Phone number Kedutaan Besar Jerman Jakarta Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310, Indonesia Subject: Application for Schengen Visa Dear Sir/Madam, I am writing to apply for a Schengen visa to travel to Germany from ___ until ___ . I am eager to visit Germany to ___ (jelaskan hubungan dengan pengundang jika ada dan tujuan perjalanan) . During my stay, I plan to visit ___ . We will travel by ___ as attached in my documents. As an individual committed to respecting and adhering to the laws and regulations of Germany, I assure you of my intention to comply with all visa requirements and to return to my home country before the expiration of my authorized stay. Enclosed, please find the necessary documents as per the visa application requirements, including: Completed visa application form. Valid passport with at least ___ years validity beyond the intended stay. Two recent passport-sized photographs. Travel itinerary, including flight and accommodation reservations. Travel insurance covering medical expenses and repatriation for the duration of my stay in the Schengen area. Proof of financial means to cover the cost of my stay, such as bank statements or sponsorship letters. Invitation letter from ___. (jika ada; jika tidak ada ya hapus saja.) I would be grateful if you could consider my application favorably and issue the necessary visa for my trip to Germany. If any further information is needed, please do not hesitate to contact me at my email and or phone number above. Thank you for considering my application. Sincerely, [TTD basah] Your name Contoh Invitation Letter Location, xx Month xxxx An die Botschaft der Bundesrepublik Deutschland Jl. M.H. Thamrin No. 1 10310 Jakarta Indonesien Betreff: Einladungsschreiben zur Beantragung eines Schengen-Visums Sehr geehrte Damen und Herren, hiermit lade ich,  Name : Geburtsdatum : Adresse : Passnummer : [Jelaskan mau mengundang siapa dengan tujuan apa dari tanggal berapa sampai berapa] Während seines Aufenthalts wird [nama lengkap yang diundang sesuai paspornya] in meiner Wohnung untergebracht sein, die sich an der oben genannten Adresse befindet. Die Kosten für seinen Aufenthalt, einschließlich Reise-, Verpflegungs- und weiterer persönlicher Ausgaben, wird [nama yang diundang] selbst tragen. Zur Bestätigung meines Wohnsitzes habe ich eine Kopie meines Aufenthaltstitels und meiner Meldebestätigung beigefügt. Mit diesem Einladungsschreiben möchte ich den Zweck seines Aufenthalts sowie seine Unterbringung bestätigen. Ich versichere, [nama yang diundang] während seines Aufenthalts in Deutschland im erforderlichen Umfang zu unterstützen. Mit freundlichen Grüßen, [TTD digital nggak apa] Your name Tips 1: Kalau pengundang turut mensponsori perjalanan secara finansial, invitation letter untuk Visa Schengen Jerman wajib disahkan oleh Ausländerbehörde (Kantor Imigrasi Jerman). Dokumen ini dikenal sebagai "Verpflichtungserklärung" (Declaration of Commitment). Sebaliknya, jika hanya mengundang tapi tidak mensponsori perjalanan , misalnya hanya menyediakan tempat tinggal, berarti contoh invitation letter di atas sudah cukup. Tidak perlu sampai pengesahan ke Ausländerbehörde. Berikut langkah-langkahnya: Pengundang membuat janji temu di Ausländerbehörde  di kota tempat tinggalnya di Jerman. Dokumen yang diperlukan biasanya meliputi: Formulir Verpflichtungserklärung  (biasanya tersedia di situs web Ausländerbehörde). Bukti penghasilan, seperti slip gaji atau laporan pajak, untuk memastikan pengundang mampu secara finansial. Salinan paspor pengundang. Bukti tempat tinggal di Jerman, seperti kontrak sewa atau tagihan utilitas. Kirim semua surat dan bukti asli lewat pos dari Jerman ke Indonesia (bisa makan waktu 2-3 minggu) untuk disertakan saat pengajuan visa. Tips 2: Kalau nggak bisa Bahasa Jerman, pakai bantuan AI seperti misalnya ChatGPT. Contoh Travel Itinerary TRAVEL ITINERARY From xx Month until xx Month xxxx Day Date City Activity Accommodation 1 05.11.2024 Berlin, Germany Arrival, check in hotel Hotel X Address 2 06.11.2024 Brussels, Belgium Flight 3 07.11.2024 Demikian contoh itinerary yang perlu kamu siapkan. Nggak harus akurat, tapi setidaknya masuk akal. Saran tambahan dari aku: Perpindahan antar negara harus menyertakan tiket pesawat atau kereta . Kalau perjalanan masih dalam satu negara, kamu bisa jelaskan di cover letter misalnya bahwa tiket kereta akan dibeli nanti setelah tiba di Jerman. Cari hotel dari Agoda yang ada free cancellation , jadi kalau visa kamu ditolak atau sewaktu-waktu kamu berubah pikiran, nggak jadi masalah. Sudah deh selesai. Memang betul, persyaratannya banyak banget dan ribet. Tapi jangan takut atau pusing. Intinya, kalau mau visa Schengen Jerman diterima, konsepnya tuh gini: Segala yang dijanjikan harus bisa dibuktikan.  Misalnya, kalau di cover letter tertulis terbang tanggal 7 Januari, kamu harus punya tiket pesawat untuk tanggal itu. Segala yang nggak cocok atau nggak konsisten, perlu dokumen penguat/penjelas.  Contohnya, kalau nama di KTP dan paspor berbeda, kamu butuh Akta Lahir dan KK untuk menjelaskan perbedaan itu. Segala dokumen berbahasa Indonesia perlu diterjemahkan ke Bahasa Inggris atau Jerman.  Karena yang memutuskan visa kita diterima atau ditolak adalah pihak Jerman, bukan Indonesia. Dan harus diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah yang sebaiknya diakui Kedutaan Jerman atau US. Buktikan bahwa kamu datang hanya untuk liburan dan akan pulang sesuai tanggal yang dijanjikan.  Makanya diminta surat cuti, surat keterangan kuliah, dll., supaya bisa menunjukkan bahwa kamu pasti pulang karena masih ada pekerjaan atau studi yang harus dilanjutkan. Buktikan bahwa keuangan kamu cukup.  Walaupun tadi aku sarankan 1,5 juta per hari, kalau kamu bisa tunjukin lebih, ya tunjukin aja. Premium Lounge VFS Jakarta Keuntungan Premium Service di VFS Kalau urusan visa bikin kamu stres, Premium Service atau jalur VIP di VFS bisa jadi solusi yang bikin segalanya lebih smooth . Dengan biaya tambahan sekitar Rp938.000,- kamu bisa menikmati keuntungan, seperti: Fast Track, No Drama:   Nggak perlu antre lama-lama, langsung dilayani! Nyaman di Premium Lounge:   Duduk santai di ruang eksklusif sambil menikmati snack ringan, kopi, teh, atau air putih. Jam Layanan Fleksibel:  Ada pilihan waktu yang lebih fleksibel dibandingkan layanan biasa. Layanan Ramah dan Personal:  Petugasnya sabar banget, siap menjelaskan proses dengan lembut dan jelas. Dokumen Kurang? No Problem!   Kalau ada yang kurang, cukup kirim via email tanpa perlu bolak-balik ke VFS. Dengan Premium Service, kamu nggak cuma hemat waktu, tapi juga hemat energi. Worth it buat pengalaman visa yang bebas ribet! Dari pengalamanku pribadi, pacarku cuma butuh waktu 7 hari kerja sejak appointment untuk berhasil mendapatkan Visa Schengen - visitor. Jadi kalau semua berkasnya jelas dan aman, cepet banget kok diproses. Ketika visamu sudah selesai dan bisa diambil, kamu akan menerima email atau pemberitahuan kurang lebih seperti foto di atas. Kemudian visa bisa diambil di keesokan harinya jam 2 siang ke atas . Tips terakhir:  Kalau kamu masih bingung juga, langsung telepon VFS aja, jangan tanya temen atau agen travel . Karena belum tentu informasi mereka akurat (termasuk diriku, hehe). Meskipun aku udah berpengalaman, tetap aja aku bukan perwakilan resmi kedutaan . Jadi lebih baik cek langsung ke VFS ya! Nomor telepon VFS Jerman +62 21 5095 7963 Monday to Friday 08:00 - 12:00 WIB and 13:00 – 16:00 WIB https://visa.vfsglobal.com/idn/en/deu/contact-us

  • Summer Fling: Ananas Comosus

    Ketika kamu berkunjung ke Bali, kamu akan menemukan berbagai pola bergambar buah nanas mulai dari baju, sarung bantal, sarung tas, scarf untuk anjing dan kucing, hingga desain poster di mana pun! Awalnya aku tidak sadar dengan banyaknya desain nanas di Bali. Tapi setelah aku bertemu seseorang yang tergila-gila dengan nanas, aku tidak bisa tidak melihat nanas lagi. It became the number one thing I would spot on whenever it exist. Kira-kira pagi di bulan November yang bermusim hujan, aku berada di sebuah restoran di Canggu. Di sebelahku duduk seorang pria yang mengaku tergila-gila dengan buah nanas tadi. "Pineapple is my favorite fruit," ujarnya meyakinkanku sampai kaos hingga sandalnya pun ia pastikan senada dengan warna nanas, "Boleh saya minta lebih banyak nanas daripada buah yang lain?" Pria itu kemudian menunjuk pada menu fruit platter  ke seorang server . Setelah menunggu sesaat, pesanan kami pun datang: dua fruit platter , secangkir teh dan segelas jus melon. Semua minuman yang dipesan adalah milik si pria tadi. "Cil, kamu nggak pesan minum?" tanya salah satu server  yang sudah mengenalku. Namun aku menggeleng, "Nggak, Beli , air putih saja. Aku sudah bawa sendiri." Hari itu cukup cerah di Canggu dan aku berencana membawa si pria nanas tadi berkeliling ke Desa Angseri, Kabupaten Tabanan. Kami ingin trekking pendek di perkebunan milik keluarga salah satu staff hotel yang kukenal baik. Aku pikir perjalanan ini bisa berarti pula untuk hotel tempatku bekerja, berhubung kami memang akan membuat program liburan ke kampung halaman para staff. "Yuk, kita berangkat," ajaknya setelah menghabiskan segepok nanas. Aku pun mengangguk dan tersenyum kecil, merasa antusias tapi belum begitu nyaman karena baru berkenalan beberapa hari lalu. Pikiranku melayang ke hari Jumat, hari pertama kami berkenalan, juga hari di mana staff hotel bermain sepak bola di Pantai Berawa. Biasanya aku berhalangan hadir, tapi entah kenapa hari itu aku datang, dan hari itu ia diundang meramaikan. Tanpa berpikir panjang, saat mata kami bertatapan, aku beranikan diri menyapanya duluan. "Hai, saya Caecilia, fotografer hari ini," sapaku seenaknya, karena kupikir memperkenalkan diri sebagai fotografer lebih mudah dicerna ketimbang menjelaskan bahwa pekerjaanku adalah seorang social media manager yang mengatur dan menciptakan konten mulai dari foto, video, hingga tulisan untuk Facebook, Instagram, Twitter, Tumblr, dan seterusnya dst. dst. "Hai, saya zzzzz," balasnya. Aku lupa namanya. Biasalah, terlalu gugup hingga jadi tolol. Apalagi harus berbicara dalam Bahasa Inggris. Alhasil sepanjang obrolan itu aku berusaha menghindari penyebutan namanya. Maka untuk memudahkan, kita panggil saja dia Nanas. *** "Are you ready?" Kita kembali ke hari Minggu, sesaat sebelum perjalanan ke Desa Angseri dimulai. Mendengar pertanyaan Nanas, aku pun mengangguk, segera mengenakan jaket, helm, dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal di restoran. Tiba-tiba Nanas menyetopku, "Apa ini?!" "Hah?" "Kamu serius pakai jaket ini?" sambil memicingkan matanya ke arah jaketku yang cukup panjang (selutut), mungkin biasa dipakai di musim gugur, "Aku sudah siapin semua kebutuhan kamu. Ini ada sunscreen lotion , jas hujan, ini lotion untuk wajah, sudah ada semua!" Sepertinya Bapak Nanas ini kelewat care , dan tidak tahu kalau daerah Tabanan lumayan dingin apalagi saat musim hujan seperti ini. Tapi yasudalah, para turis asing memang suka berpakaian terbuka, dan aku tidak ingin memperpanjang perkara. Akhirnya aku titipkan jaket di kantor hotel dan pergi berkemeja putih gambar nanas, celana jeans pendek, lengkap dengan helm serta sandal jepit. "Allons-y! Let's go!" sahutku sambil naik ke boncengan motor, sok berbahasa Prancis. Perjalanan 1 setengah jam pun dimulai dari Canggu ke Angseri. Tapi saat keluar komplek, aku baru sadar kalau aku tidak tahu alamat rumah si staff yang ingin dikunjungi. "Wah, hahahaa.. aku baru ingat, aku lupa tanya alamat semalam!" aku yang bodoh segera mengeluarkan HP dan menelepon si staff, "Halo, Jerry! Share location rumahmu dong!" "Apa itu share-loc , Mbak Cecil?" "Waduh, bagi alamat, Jer, lewat WhatsApp!" "Bagaimana caranya?" JENG JENG! Ternyata Jerry nggak tahu caranya. Tapi setelah berhasil menjelaskan (sambil teriak-teriak di jalan), ya berhasil sih.. Sementara itu Nanas yang sibuk menyetir motor bututnya menertawakanku sampai puas. Mungkin ia tidak menyangka sebegitu tidak prepare -nya diriku. Sekitar jam 9 pagi kami tiba di Angseri, tapi bagian antah-berantah. Google Maps nampaknya bingung mau mengarahkan kami ke mana karena jalanannya belum terstruktur baik. Aku pun menyerah mengandalkan sinyal dan bergegas menyapa ibu-ibu di seberang jalan. "Ibu, saya mau tanya, rumah ini di mana ya?" Dan ibu itu membalas dalam Bahasa Bali lengkap, yang mana belum semuanya bisa kupahami. Dead dead dead. Rasanya dieded to the max. Mau tanya lagi, ibu ini pasti jawab Bahasa Bali, mau tanya yang lain, tidak ada siapa-siapa selain si ibu dan 3 anak kecil malu-malu (yang mungkin juga tidak bisa Berbahasa Indonesia). Menariknya, ketiga anak ini sama-sama memperhatikan si Nanas dengan saksama. Mungkin bingung kenapa ada bule Prancis cekikikan di depan rumah mereka. "Kenapa kamu ketawa-ketiwi?!" teriakku dari seberang jalan, sebel. "We are lost. Hahaha..." "I'll call Jerry to pick us up!" Aku pun menyerah dengan si ibu dan segera mengirimkan lokasi ke Jerry, meminta dijemput. Untung sudah ada fitur share location . Jadi sangat memudahkan di saat seperti ini. Beberapa menit kemudian, warga desa agaknya bertambah ramai untuk menonton si Nanas, dan Nanas menikmati kepopuleran dirinya di Angseri. Ia tak berhenti tersenyum dan menyapa anak-anak kecil yang melambaikan tangan padanya. Kemudian Jerry pun datang membawa temannya, dengan senyum yang hangat ia langsung menertawakanku karena nyasar. Aku agak malu, tapi ya sudahlah. Kami bergegas naik motor ke perkebunan Jerry dengan jarak sekitar 300 m dari lokasi tadi. Sambil berantem kecil dengan Nanas yang nggak bisa berhenti tertawa, aku waswas hujan besar akan turun sesaat lagi. Dan benar saja, hujan turun saat kami melakukan trekking . Tapi perjalanan itu justru jadi menarik. Ayah Jerry memberikan kami masing-masing daun pisang sebagai payung. Sangat eksotis, seperti adegan dalam film Kikujiro no Natsu (1999). Selain itu Nanas juga mendapatkan oleh-oleh buah nanas dan pisang dari keluarga Jerry. Ia terlihat sangat senang dan membawanya riang gembira, sambil sesekali mengusili tanganku dengan daun nanas yang tajam. "Lo mau gua dorong dari jurang?!" rasanya itu yang ingin kuteriakkan kalau bisa memaki dalam Bahasa Jakarta. Tapi karena ia tidak mengerti, maka langsung action saja. Setiap kali ia berulah, akupun tidak segan melemparinya buah atau memukul lengannya. Sampai akhirnya Nanas sendiri tidak tahan dan balas menjitak hingga mencekik. (Mungkin dalam hati Jerry, dia juga capek melihat dua orang ini tidak bisa akur sepanjang trekking .) Ketika hujan semakin deras dan besar, kami berakhir makan siang di rumah Jerry dan keluarganya. Di sebuah saung terbuka dengan pemandangan sayur mayur, sapi dan anjing. Rasanya sejuk dan nyaman, sebuah pengalaman authentic dan natural yang kuharap tidak pernah hilang dari Bali. Aku patut bersyukur telah diterima di rumah Jerry. Selain itu, kekenyangan makan, angin dan bau hujan juga membuatku terlelap.. di bahu Nanas, dan aku tertidur berat tak peduli lagi siapa atau di mana. "Cil, hujannya berhenti," sahut Nanas membangunkanku. Kebiasaan kalau ketiduran, aku bangunnya pasti kaget (untung nggak ngeces ). Aku agak panik, mencoba mengumpulkan nyawa-nyawa yang masih beterbangan dan mempelajari what just happened . Oh ya, aku tertidur di bahunya. "Kita bisa jalan lagi sekarang." Meskipun masih gerimis, aku kenakan jas hujan yang sudah ia siapkan tadi pagi, pamit dan mengucapkan banyak terima kasih pada keluarga Jerry, lalu melanjutkan pencarian kitab suci ke Utara. Eh, tapi karena hujan lagi dan aku harus pulang sebelum sunset , motor pun dibelokkan ke Canggu (Barat). Perjalanan pulang mendadak lebih hening dari sebelumnya. "Terima kasih sudah mengajakku jalan-jalan, aku menikmatinya," kata Nanas, mencoba memecah kesunyian sambil kedinginan membawa motor yang melaju kencang. " Me too. Eh, kamu kedinginan?" Nanas menggeleng dan menjawab dengan sok cool , "Meskipun aku kedinginan, aku nggak akan bilang. Aku nggak akan pernah terlihat lemah di depanmu." Aku tersenyum, ingin tertawa dan bertanya, "Kenapa sih, Nas? Kenapaaaaaa???" Tapi akhirnya kubalas juga dengan cool , "Oh bagus, karena aku akan menertawakanmu." "Ya, dan mungkin tambah memukuliku," timpalnya. "Take it as a sign of my affection." "You call this affection?!" Dan Nanas pun tertawa terbahak-bahak, sambil perlahan menggenggam tanganku yang sama-sama kedinginan. Seharusnya jadi romantis, tapi aku malah merasa uneasy . Sambil jalan aku berpikir, sudah berapa banyak kisah cliché seperti ini terjadi di Bali? Kenalan di pantai, traveling bareng, (mungkin) jatuh cinta, lalu putus karena keduanya harus kembali ke habitat masing-masing. Aku paham, pada akhirnya pria ini harus kembali ke Prancis, dan aku dengan jalan hidupku sendiri. Mengharapkan hubungan  cliché  semacam ini bisa berjalan, mungkin hanyalah mimpi di kala gerimis. " You know, I will be back. Aku akan cari pekerjaan di Asia. Aku punya bisnis juga di Bali. Kita pasti bertemu lagi. Ya kan?" Nanas menunggu jawabanku. "Umm.. yeah, aku masih di Bali." "Lalu apa yang membuatmu ragu? Takut aku berbohong? We'll keep in touch ." Aku tidak begitu percaya, baik dari sisinya maupun dari diriku sendiri. Aku sendiri tidak yakin bisa (let me be honest, I change my mind and feelings pretty quick!) . Tapi ya siapa tahu? Kubiarkan waktu yang menjawab. Dan daripada terus negative thinking , mungkin kucoba percaya saja.  We both have nothing to lose at the end. Malam itu jadi malam terakhir kami bertemu secara langsung, ditutup dengan dinner manis dan bercandaan tidak berbobot. Aku pulang ke kosan merasa agak.. hampa. Overwhelmed too. Sedih, senang, bersyukur, bingung, semua bercampur aduk. Sepulangnya ke Prancis, Nanas meninggalkan setengah potong buah nanasnya dari Angseri. Ia titipkan buah itu pada hotel tempatku bekerja, dan minta tolong dipotongkan untuk aku sarapan. Bayangkan ketika aku tiba di hotel, para staff langsung mencariku, "Cil, ada yang menitipkan buah nanas untukmu." "Oh ya?" "CIIIEEEEE!!!" Maka sejak hari itu aku tidak bisa lagi tidak melihat buah nanas. Senang telah berkenalan dengannya. À bientôt, Mon Nanas, my summer fling! Catatan: Kisah ini hanya salah satu kisah manis dalam masa mudaku. Pada akhirnya kami tidak bisa menjaga hubungan itu setelah ia bolak-balik Prancis, dan kudengar ia menikah dengan seorang perawat setelah kecelakaan berat di Bali. Yang penting, selamat berbahagia, Ananas dan keluarga!

  • Pidato HUT IKJ Ke-45

    Beberapa waktu lalu gue dan beberapa mahasiswa dipanggil ke rektorat. Rupanya sebagai perwakilan mahasiswa terpilih, kami diminta membuat sebuah pidato untuk disampaikan di hari ulang tahun (HUT) Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang ke-45. Tapi dari semua mahasiswa yang terpilih, hanya akan ada satu yang berhak membacakan hasil pidatonya di depan semua orang. Untuk itu kami diharuskan mengikuti audisi. Sayangnya tepat pada hari audisi, gue jatuh sakit sampai nggak bisa ngapa-ngapain selain meringis sakit di atas kasur. Meskipun begitu, gue sudah mempersiapkan pidato yang ingin gue bacakan. Daripada sia-sia sudah dibuat, lebih baik gue share saja di blog ini. Hehe... Selamat membaca! PIDATO HUT IKJ KE-45 “Tiga Masa” Selamat pagi kepada yang terhormat Bapak Rektor Dr. Wagiono Sunarto; para Wakil Rektor; para Dekan dan Wakil Dekan dari Fakultas Seni Rupa, Fakultas Seni Pertunjukan, dan Fakultas Film dan Televisi; serta para hadirin sekalian yang saya hormati. Tidak terasa, sudah tiga tahun saya berkuliah di Institut Kesenian Jakarta. Rasanya baru kemarin—tahun 2012—saya ambil brosur FFTV dari Mbak Asih di ruang akademik. Tiba-tiba sudah tahun 2015; tiba-tiba sebentar lagi harus mempersiapkan rancangan tugas akhir; dan tiba-tiba IKJ sudah berumur 45 tahun. Pada hari yang berbahagia ini, mari kita panjatkan puji syukur pada Yang Maha Kuasa, karena telah memberkati Institut Kesenian Jakarta. Juga kepada para almarhum pendiri LPKJ dan penerusnya yang telah mengurus institusi ini hingga sedemikian rupa, sampai pada titik di mana saya dan mahasiswa lainnya dapat mengenyam pendidikan tinggi dengan nyaman dan aman. Selamat ulang tahun yang ke-45, kampus tercinta! We are here today to honor our past, celebrate our present and build our future. Hari ini kita semua berkumpul, untuk menghormati masa lalu, merayakan masa kini, dan membangun masa depan. Masa Lalu Tiga tahun yang lalu, saat saya menerima kabar bahwa saya diterima di FFTV IKJ, saya tanya ke ayah saya, “Pap, yakin aku masuk IKJ?” dan ayah saya menjawab dengan santai, “Yakinlah, kamu yakin nggak?” “Yakin!” meskipun saya belum tahu alasannya bila ditanya kenapa. Pokoknya yakin dulu! Ternyata seminggu saya berkuliah di sini, saya syok. Sebulan berikutnya saya stres berat. Sebulan setengah, saya mulai penyakitan dan di bulan kedua, saya merenung: mau keluar atau bertahan? Sejak kecil saya terbiasa dididik dengan cara militeris. Semuanya terstruktur, terjadwal, teratur, dan tidak bisa disanggah atau ditanya kenapa begini dan begitu. Tiba-tiba di IKJ, BAM! Culture shock! Saya dihadapkan pada sebuah kebudayaan baru. Di kampus ini, hampir semua orang tidak pernah tepat waktu, baik pengajar maupun pelajar; lalu di kampus ini, materi kuliahnya banyak yang abstrak, sampai silabusnya tidak bisa ditebak; dan hal yang paling menarik dari kampus ini adalah hampir semua hal serba mendadak! Mendadak dosen nggak masuk, mendadak di- calling syuting, mendadak kuliah over-time , mendadak nilai akhir E padahal sudah kumpulin tugas, dan berbagai hal mendadak lainnya. Tapi pada akhirnya, para hadirin yang saya hormati, saya memutuskan untuk bertahan. Alasan saya satu: saya telah jatuh cinta pada IKJ. Masa Kini Kampus ini memang kampus ajaib. Di saat semua orang berusaha mengikuti tren, orang IKJ malah cuek bebek. Tidak ada yang menghakimi, mengejek, atau pun mendiskriminasi orang-orang yang berbeda, atau orang-orang yang bergaya di luar tren. Justru di sini, perbedaan dijunjung tinggi, terutama dalam penciptaan karya; haram hukumnya menjiplak. Begitu pula dengan masalah-masalah yang lebih kompleks seperti agama dan ras. Biasanya di kampus akan terjadi pengelompokkan secara natural; misalnya yang agama Islam kumpul sama yang agama Islam, dan yang ras Cina mainnya sama yang Cina saja. Menariknya, hal ini tidak terjadi di IKJ. Di kampus ini, tidak ada yang peduli kamu punya agama atau tidak, atau pun apa ras dan bahasa ibumu; yang kita pedulikan adalah apa fakultasmu dan apa mayormu! (Soalnya kalau cocok, mau di- calling syuting…) Kemudian, persaudaraan di IKJ juga sangat berbeda dengan kampus-kampus lainnya. Selama tiga tahun saya berkuliah di sini, saya dapat merasakan bahwa persahabatan kita tidak berjarak. Antara dosen dan mahasiswa, antara senior dan junior, maupun antara mahasiswa dan staf, dan seterusnya. Semua orang, tua atau muda boleh dipanggil abang, mas atau mbak . Coba bayangkan kalau ini di Universitas Indonesia, mungkin saya sudah dijitak oleh bapak dosen karena memanggilnya dengan sebutan Bang . Suatu waktu teman saya dari universitas lain curhat, dia sedang resah dalam menentukan skripsinya. Jadi saya bilang, “Coba diskusikan dengan pembimbing di kampus, atau dosen yang lebih paham dengan persoalanmu.” Soalnya saya dan teman saya itu berbeda jurusan, dia peternakan, sementara saya perfilman. Kemudian teman saya menjawab, “Ya betul sih, tapi susah mau ketemu. Harus bikin janji dulu.” Spontan, saya kaget mendengarnya. Seumur hidup saya kuliah di sini, tidak pernah saya membuat janji untuk berdiskusi. Kemudian saya pikir hanya kampus dia saja yang seperti itu, tapi ternyata di kampus lain juga sama: menemui seorang dosen secara privat itu tidak mudah, harus bikin janji dari jauh hari. Sejak itu saya semakin merasa bersyukur. Di IKJ, jangankan dosen, bahkan para dekan dan wakil dekan pun bisa ditemui hampir setiap hari. Meskipun memang tidak selalu ada untuk diajak berdiskusi, tapi paling tidak, tidak sampai harus membuat janji formal. Hubungan di antara kita benar-benar tidak berjarak, walaupun saya sebagai mahasiswa tetap menghormati posisi beliau sebagai seorang dosen. Demikian pula hubungan antara senior dan junior. Awalnya memang, terasa ada jarak karena pada tahun itu ospek Mata Seni belum lama ditiadakan dan beberapa pihak belum bisa menerima keputusan tersebut. Beberapa kali saya dan teman seangkatan mendengar kalimat seperti, “Lo nggak ikut Matsen, berarti lo bukan keluarga besar IKJ.” Namun seiring waktu berjalan, seperti kata pepatah, “Tak kenal maka tak sayang,” begitu pula dengan hubungan antara saya dengan senior dan junior di IKJ. Awalnya dingin, namun ketika sudah kenal, kita mulai akrab dan tidak lagi berjarak. Kita lupakan mindset kuno tadi. Ikut Matsen atau tidak, kami tetap menjadi bagian dalam keluarga besar IKJ. Baju almamater yang kami miliki ini adalah buktinya, dan kami ikut berjuang, bekerja keras dalam meningkatkan mutu kualitas kesenian nusantara atas nama Institut Kesenian Jakarta. Kini saya dengan mahasiswa lainnya bersahabat, tanpa pandang umur, ras, agama, atau hal apapun. Kita saling berbagi ilmu, tolong-menolong, dan menguatkan satu sama lain. Kita sama-sama membawa nama besar IKJ. Kedekatan ini adalah salah satu alasan yang membuat saya sangat betah berkuliah di IKJ. Saya merasa telah menemukan sebuah keluarga baru dan sebuah rumah kedua. Masa Depan Pada umurnya yang ke-45, Institut Kesenian Jakarta telah mengalami berbagai perubahan. Mulai dari yang paling terlihat oleh mata, yakni gedung, wajah baru para dosen dan asisten dosen, hingga perubahan sistem analog ke digital, dan seterusnya. Perubahan ini tentu ada yang membawa konflik, ada pula yang tidak; ada yang bersifat positif, ada pula yang tidak. Apapun itu, perubahan seharusnya dilihat dengan pikiran terbuka. Bila kita menolak perubahan, maka kita juga menolak kemajuan, sebab kemajuan tidak akan pernah terjadi tanpa ada perubahan. Sebagai perwakilan mahasiswa Institut Kesenian Jakarta, izinkan saya menyampaikan harapan serta aspirasi para mahasiswa. Tentunya harapan kami adalah wish you all the best . Tapi rasanya tidak terdengar kreatif karena seperti template siap pakai ya? Kalau begitu, saya akan memaparkan cukup panjang, hal-hal the best apa saja yang kami harapkan untuk IKJ yang lebih baik! Pertama, kami berharap IKJ agar lebih “hijau” ke depannya. Dalam kesempatan berkunjung ke Festival Kesenian Indonesia di Jogjakarta sebelumnya, saya dapat merasakan betapa asri dan sejuk lingkungan kampus yang dipenuhi berbagai pohon, bunga, dan rerumputan. Sangat kontras dengan keadaan IKJ yang saat ini gersang. Sayang sekali saya melihat banyak spot untuk menanam tumbuhan berakhir menjadi tempat sampah massal. Gerakan ini tentu tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Jadi semua elemen harus saling berkontribusi. Mungkin mahasiswa yang mengeksekusi sementara pihak kampus mengakomodasi, atau bagaimana pun caranya, semoga tidak menjadi wacana belaka. Kedua, kami mendoakan agar ketiga fakultas IKJ ke depannya dapat semakin bersinergi dan saling melengkapi. Misalnya ketika mahasiswa film membutuhkan music scoring , bisa bekerja sama dengan mahasiswa musik, atau ketika mahasiswa seni rupa membutuhkan fotografer, bisa minta tolong mahasiswa fotografi, dan seterusnya saling berhubungan simbiosis mutualisme. Meskipun sudah tidak ada ospek, semoga kita, bersama Senat Mahasiswa dapat terus meningkatkan kebersamaan lewat program-program kolaboratif yang menyenangkan dan bermanfaat bagi mahasiswa dan lingkungan sekitar. Layaknya ranting-ranting pohon, tentu akan lebih mudah bila dipatahkan satu persatu. Tapi ketika ranting-ranting ini dikumpulkan dan diikat, tidak akan bisa dipatahkan begitu saja. Sama halnya dengan hubungan antar fakultas, tidak sepatutnya dilihat sebagai persaingan, melainkan sebagai persahabatan yang perlu dibangun untuk menuju Institut Kesenian Jakarta yang lebih kokoh. Bersatu kita maju, bercerai kita runtuh. Berikutnya, yang juga sangat penting, kami mendoakan agar semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas para pengajar serta fasilitas di IKJ. Tentu hal ini tidak dapat dilakukan in a blink of an eye , atau dalam sekejap. Perlahan, namun pasti, menjadi agenda kita bersama untuk terus meningkatkan standar kualitas. Jangan hanyut dalam kejayaan, dan jangan menyerah pada keadaan. Perlu diingat bahwa Institut Kesenian Jakarta kini bukan lagi satu-satunya sekolah kesenian di Indonesia, atau pun satu-satunya sekolah perfilman di Jakarta. Seiring waktu berjalan, berbagai sekolah film bermunculan, dan persaingan semakin ketat. Mengutip dari sebuah artikel di Majalah AKSI Edisi 3 No. 2 yang terbit bulan Juni ini, “Kabar baik: sekarang semua orang bisa bikin film. Kabar buruk: sekarang semua orang bisa bikin film.” Kalimat ini tentu tidak hanya berlaku untuk orang film, namun juga berlaku untuk divisi kesenian lainnya. Sekarang zaman sudah canggih, sudah modern. Membuat musik bisa tanpa alat musik, dan membuat lukisan bisa tanpa keahlian melukis (tinggal mengikuti panduan, atau urutan nomor warna). Sebagai pelajar yang berpendidikan tinggi, jangan sampai ilmu kita tidak ada bedanya dengan yang belajar otodidak. Pelajar otodidak bisa menjadi praktisi lewat tutorial Youtube, tapi kita pelajar yang belajar di institusi formal mendapatkan akses lebih besar pada ilmu pengetahuan. Jangan hanya menjadi praktisi, namun juga menjadi akademisi. Demikian pula jangan hanya menjadi akademisi, namun juga menjadi seorang praktisi. Dengan begitu Institut Kesenian Jakarta tidak hanya meluluskan sumber tenaga kerja, tetapi juga sumber tenaga ahli. Biaya kuliah di sini telah meningkat drastis, jadikan hal ini sebagai pecutan untuk memotivasi diri. Bukankah kita benar-benar mencintai kesenian maka kita bertahan dan hadir pada acara hari ini? Demikian harapan-harapan kami, semoga IKJ terus berjaya, bersinar, dan menjadi panutan orang-orang kreatif di Indonesia. Terima kasih atas waktunya, dan semoga hari kita semua menyenangkan.

  • Festival Kesenian Indonesia 2014

    Hey, lama tak bersua! Gue baru aja nemuin waktu buat nulis lagi nih. Minggu lalu tanggal 23-28 September gue dikirim dari kampus ke Jogjakarta buat meramaikan acara Festival Kesenian Indonesia yang ke-8 bersama beberapa mahasiswa lainnya naik kereta dan YEAY!!! SENENG BANGET UDAH BELASAN TAHUN NGGAK PERNAH NAIK KERETA LAGI! Anyway , foto di atas adalah cuplikan dari pertunjukan ISI Surakarta yang ada di FKI tahun 2014 ini. Mari kita bahas lebih dalam ya! Pertama, jam 7 pagi gue naik kereta dari Stasiun Senen langsung ke Stasiun Lempuyangan. Tugas gue ke Jogja adalah meramaikan sekaligus mewakili IKJ dalam acara pemutaran filmnya. Gue ke sana nggak sendirian. Ada Kak Orizon dan Fina yang juga jadi peserta pameran, terus Kak B sebagai peserta seminar mahasiswa, dan beberapa mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa IKJ sebagai peserta mural dan seminar. Kira-kira kami ini ber-10 orang, termasuk di dalamnya perwakilan dari UKM TV Kampus: Kak Tika dan Mas S. Dapat hadiah Teh Botol karena ulang tahun kereta api Meskipun gue yakin gue udah pernah naik kereta, tapi gue bener-bener udah lupa sensasinya. Jadi nggak heranlah gue agak norak pas nyampe di stasiun. Gue sempet nyasar gitu deh, tapi untungnya gue cepet sadar kalau gue salah arah. Terus pas udah di pintu gerbang yang tepat, terjadilah conversation dengan bapak penjaga yang unyu. "KTP-nya, Mbak," kata si bapak dengan ramah. Gue pun menyerahkan KTP itu dengan senyuman. Terus si bapak mulai mencocokkan tiket kereta gue dengan si KTP. "Mbak Sherina ini artis ya?" tanya beliau. Berhubung gue udah sering banget dikait-kaitkan dengan Sherina Munaf lantaran nama belakang gue ada Sherinanya, yaaa gue jawab aja, "Iya, Pak." Maksud gue biar cepet, eh taunya si bapak malah menanggapi terlalu serius. Dia beneran natap wajah gue dan bertanya, "Mbak.. Mbak beneran artis?" YAOLOH, BAPAK! Akhirnya gue ketawa kecil doang terus langsung ambil tiket dan cabs-cabs. Siangnya, sambil bosen-bosen nggak jelas di kereta, gue dan Gesya memutuskan untuk bikin video jayus di mana kami berakting gila-gilaan dan jadi tontonan gratis masyarakat. Kocak deh, kita pura-pura jadi koboi terus main tembak-tembakkan pake sisir. Hahaha... Ini lawakannya kedengaran nggak intelek banget ya? Udah kuliah kok masih tolol mainnya? Tapi sumpah udah bosen banget dan semua mainan plus obrolan udah dibahas gitu. Kita nyanyi-nyanyi di kereta udah, ngegosipin dosen udah, ngomongin artis udah, main kartu udah, tidur juga udah, ya akhirnya main koboi-koboian deh. Sesampainya di sana, kami dijemput oleh beberapa panitia dari ISI Jogjakarta. Salah satunya adalah Willy, LO kami yang paling setia nemenin ke mana-mana. Kaget gitu gue pas liat nama dia di nametag , "Anjir, namanya persis nama mantan!" Hahaha... Jadi agak awkward mau manggil doi. Dari stasiun Lempuyangan, kami langsung dibawa pakai mobil ke Hotel Putra Jaya di Jl. Prawirotaman yang banyak bar dan bule-bulenya itu. Terus baru duduk sebentar, eh langsung naik mobil lagi ke ISI Jogjakarta. Hari itu kegiatannya adalah ormed alias orientasi medan. Anak-anak FSR mau ngelihat tempat mereka bakal bikin grafiti, sementara anak FFTV mau liat-liat ajah. Kesan pertama gue ke ISI Jogjakarta adalah... "PARAH INI KAMPUS GEDE BANGET!" Hahaha... Serius, kalau dibandingin sama IKJ yaaa... ISI Jogja gede banget, coy. Gue ngiri gitu pas lihat mereka punya lapangan basket lengkap dengan jeruji-jeruji lucu. Terus ada banyak pohon, ada banyak tempat nongkrong yang dibuat dari batu dan semen, ada banyak taman buat pacaran... Intinya, ISI Jogja itu berasa kampus banget. Kita ngelihat banyak mahasiswa lagi latihan marching band , menari, main perkusi, dll. Seru banget, pasti banyak UKM-nya di sana...Tapi, nggak apa-apa, akoh tetep sayang kampuskooh. Di ISI Jogjakarta, fakultas filmnya disebut Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) dan fakultas ini terbagi menjadi tiga program studi: Fotografi, Televisi (TV apa film ya? Gue lupa pastinya apa), dan Animasi yang baru buka tahun 2012. Terus kalau ambil prodi TV, dari awal sampai akhir bakal belajar semua divisi gitu. Beda sama kampus gue yang punya sistem peminatan (dan baru-baru ini disebut sebagai program studi). Bedanya adalah saat mencapai semester 5, mahasiswa diharuskan memilih mau jadi sutradara, produser, atau apa. Kalau di ISI Jogja, nggak ada peminatan sespesifik itu. Terus gue sempet nanya-nanya soal biaya kuliahnya juga dan uwaw ... lebih murah daripada kampus sayah. Gue jadi inget dulu senior pernah bilang kalau biaya kuliah film di IKJ udah paling murah sedunia, eh taunya ada yang lebih murah lagi. Emezing . Sore itu, kegiatan kami ya cuma ngobrol-ngobrol (kan masih ormed nih ceritanya), terus karena udah habis topik obrolan, gue sok ide deh, "Karaoke yuk!" Gue bilang itu ke semua orang, termasuk LO gue. Temen-temen IKJ sih langsung semangat 45. Tapi LO gue kayak, "APA? KARAOKE?!" Dia kaget. Wah, gue juga jadi kaget karena dia kaget. Terus sambil jalan, gue ketemu anak IKJ lain yang udah tiba di Jogja dari tanggal 22 September. Dia ikutan workshop bikin film, makanya udah berangkat duluan. Gue sapa deh, terus gue bilang, "Hey, Muby! Ayo kita karaoke!" Muby cuma tersenyum miris, "Gue harus bikin film, Cil." Terus temen-temen workshop -nya bisik-bisik, "Eh, seriusan mereka mau karaoke?" "Iya tuh." "Wah, karaoke loh." Gue jadi heran, kenapa sih dengan karaoke? Kok kayaknya aneh banget melakukan karaoke di sini? Akhirnya gue nanya ke LO gue, dan ini jawabannya: "Jadi begini, Cil, tempat karaoke itu cuma ada di kota. Karena kampus kita itu letaknya di Selatan banget, jadinya jauh mau ke kota. Letak kita tuh desa banget. Apalagi gue kan anak kosan juga nih, lo taulah anak kostan suka ngirit. Mungkin gue terlalu perhitungan kali ya, tapi yah ke kota itu mahal. Makanya gue jarang nongkrong sampe ke sana." Ternyata itu alasan anak-anak ini pada naikin alis pas gue ajak karaoke. Aduh-aduh... Gue jadi ketawa dalam hati, kocak gitu, berasa banget gue anak Jakarta. Mungkin hiburan pas weekend di daerah lebih banyak pilihan ya? Misalnya naik bukit, ke taman ini, atau ke taman itu, sehingga mereka nggak terlalu terpikir mau karaoke. Sementara di ibukota nan sesak ini, yang seru itu cuma... Anyway , malam itu kami-kami anak Jakarta ini tetap karaoke, yaitu: gue, Kak B, Gesya dan Fina. Kami bahagia sekali bisa melampiaskan hasrat menyanyikan lagu-lagu lawas! Keesokan harinya (09/24) ada pemutaran film di area FSMR yang sedang direnovasi. Jadi gedungnya masih berantakan banget; belum dipasangin ubin. Sambil kami berjalan menaiki tangga, senior gue nanya ke LO-nya, "Ini bagian dari dekorasi FKI ya?" dan si LO pun tertawa kecil, dilanjutkan dengan tawa garing kami. Ujung-ujungnya doi malah curhat, "Kita udah mohon buat pake gedung yang lain tau, tapi dapetnya gedung ini. Katanya renovasi bakal selesai tanggal 15, eh taunya... Jadi maaf ya." (Yah, kok dia serius banget, padahal kitanya tuh bercanda.) Setibanya di ruang auditorium yang cukup cozy , acara pun dimulai dengan garing lantaran yang dateng cuma gue berempat dan 1 LO. Kita jadi nanya kan, "Lah, yang dateng cuma segini?" "Nanti juga banyak kok, soalnya masih pada kuliah." "Oh gitu..." Film yang pertama diputar rupanya bukan film melainkan sebuah music video . Gue lupa siapa yang bikin. Konsep dan gambarnya bagus; sangat artsy . Terus film dari IKJ juga diputer, sayangnya pas udah credits , listriknya mati. Jadi makin jayus deh acara... Agak lama tuh nunggu listriknya nyala. Sampe kami anak IKJ disuruh bikin diskusi mendadak sama penonton lainnya. Yaudah, gue sama Kak Orizon maju deh ke depan buat ngomong nggak jelas. Kita bener-bener bingung mau diskusi apaan, soalnya film yang barusan diputer itu bukan film karya kita dan kita juga baru nonton hari itu... (Ups!) Seusai menonton, kami jalan-jalan lagi ke sekitar area FSMR dan ketemu Muby dkk. lagi syuting. Seru gitu deh workshopnya. Jadi seluruh perwakilan dari 7 perguruan tinggi seni digabung jadi satu kelompok dan disuruh bikin film selama 4 hari. Lokasi syutingnya cuma boleh di kampus. Berhubung gue nggak ada kerjaan, ya gue nontonin mereka syuting. Terus seseorang yang nggak gue kenal tiba-tiba bertanya, "Kalian jadi karaoke kemarin?" Gue sejujur-jujurnya nggak inget dia siapa dan bagaimana dia bisa tahu kalau kemarin kami karaoke. Tapi mungkin gosip telah menyebar bahwa anak-anak Jakarta ini begitu nyampe Jogja langsung karaoke, jadi gue sok asik aja deh. Haha.. gue jawabin tuh, "Jadi lah!" "Emang ada tempat karaoke di sini? Kalian karaoke di hotel ya?" "Engga sih, orang kita karaokenya di Jogjatronik!" "Oh iya? Di sana ada tempat karaoke?" "Iya." "Kok nggak ngajak-ngajak sih?" Terus gue makin bingung... dia ini siapa sih? Hahaha... Tapi gue tetep sok asik gitu, "Oh lo mau ikut? Kok nggak bilang? Kita udah ngajakin orang-orang di sini tau. Tapi mereka semua pada kaget kayak baru pertama kali denger kata karaoke!" Akhirnya percakapan pun berakhir dan gue tetep nggak tau dia itu siapa. Baru setelah dua hari kemudian gue liat dia pakai nametag , rupanya dia LO buat anak IKJ juga. Namanya Oyom. Nama yang aneh ya? Gue selalu terbayang sayur oyong kalau lihat nametag doi. Terus udah deh kerjaan gue seharian itu cuma nonton film aja. Ada satu hal yang gue lupa ceritain di malam hari tanggal 24 September. Kala itu gue, Kak B, Fina, dan Willy sedang berjalan kaki menuju gedung concert hall . Terus Willy, liaison officer (LO) kami yang suka pakai ulos membuka topik, "Waktu gue dikasih tau kalau gue bakal jadi LO buat anak IKJ, gue sempet takut loh." "Kenapa, Will?" tanya gue. "Soalnya anak Jakarta kan biasanya lebih suka mengutamakan individualitas." "Maksud lo songong?" sahut Kak B, "Nggak usah sok-sok diperhalus, Will." "Hahaha... Iya, maksud gue songong. Gue kira anak IKJ tuh bakal susah diatur. Ternyata nggak tuh. Kalian paling kooperatif malah. Di saat kampus-kampus lain udah diundang, tapi tetep aja pada nggak dateng ke opening ceremony . Cuma kalian loh yang ikutin terus acara ini dari awal." "Emang kampus lain baru bakal dateng kapan?" "Rata-rata baru pada datang besok karena mereka bakal perform di concert hall ." Masih berjalan kaki di tengah kampus yang luas dan gelap, Willy membuka topik baru, "Emang bener ya kalau di Jakarta itu persaingannya ketat banget? Katanya pas kerja itu orang-orangnya saling berusaha menjatuhkan." Mendengar ucapannya, kami semua jadi terdiam dan merenung. Akhirnya Willy yang lagi-lagi memecahkan kesunyian, "Kalau memang benar, justru gue malah pengen banget kerja di Jakarta. Soalnya dengan keadaan kayak begitu, gue malah jadi lebih tertantang buat kerja lebih baik." Menurut gue, pendapat orang soal anak Jakarta yang individualis itu benar, soalnya Jakarta itu tempat ngumpulnya orang-orang dari berbagai daerah. Pada umumnya orang pasti temenan sama orang yang punya latar belakang yang dekat, misalnya sukunya sama. Jadi ya nggak heran orang Jakarta cenderung nggak kompak, soalnya multikultur banget dan nyatuin orang yang begitu berbeda itu ya susah! Setiap suku pasti punya adat istiadatnya sendiri, maka cara menghormati satu sama lain ya dengan tidak mengusik satu sama lain aja, alias jadi individualis (nggak mau ikut campur urusan orang lain). Eh, btw, ini pendapat pribadi gue sih, jadi belum tentu benar. Terus soal anak IKJ songong, hmm.. gue juga bingung. Tapi gue pribadi sih songong. (Ups!) Kalau soal kerjaan saling jatuh-menjatuhkan, rasanya masuk akal. Jakarta memang keras, tapi pasti masih ada orang baik selama kita berbuat baik kan? Back to story, tanggal 26 September gue dan kawan-kawan mengikuti acara Seminar Mahasiswa yang bertemakan Spirit of The Future : Seni dan Industri Kreatif. Jadi setiap institusi memasukkan satu makalah dan mendiskusikannya dalam sebuah format seminar. Sayangnya makalah-makalah yang masuk itu lebih banyak ngomongin proyek seni yang sudah mereka laksanakan. Bukannya jadi seminar, ini malah jadi ajang promosi. Gue nggak menemukan satu pun masalah yang hot topic banget buat kita debatkan dan diskusikan. Masalahnya proyek seni mereka ya bagus-bagus aja dan apa yang harus gue pertanyakan dari proyek itu? Orang proyeknya udah matang dan udah berhasil dijalankan. Jadi sayang sekali gue harus mengatakan bahwa seminar ini gagal. Gue nggak mendapatkan esensi apapun dari tema yang sebetulnya bagus banget buat dibahas. Kan cocok banget nih lagi pada hot-hot -nya ngomongin kerjasama ASEAN (yang gue agak nggak paham dan butuh banget someone buat jelasin apa yang sebenarnya akan terjadi ke anak seni kayak gue di masa depan). Menurut gue, itu yang harus kita bahas lebih dalam... Kita cari masalahnya, terus kita diskusiin jalan keluarnya. Gara-gara seminar ini, gue jadi kepikiran, kayaknya penting deh buat ngumpulin mahasiswa-mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi seni buat "rapat" setiap tahunnya. Rapatin apa? Rapatin masa depan kesenian Indonesia. Hehe. Kan nggak seru kalau semuanya kerja-kerja sendiri di setiap wilayah. Kenapa kita nggak dipertemukan aja supaya bisa saling mendukung program kerja satu sama lain? Tapi gue yah just saying . Ujung-ujungnya sih gue males ngurusin acara kayak begitu (maunya jadi peserta terima beres ajah, hehe...) Selain acara seminar, kerjaan gue di Jogjakarta adalah nonton film-film pendek dari berbagai institusi seni, ngelihat pameran seni rupa, nonton pertunjukan spektakuler dari setiap institusi, daaann... jalan-jalan.

  • Sakit Jiwa, Bikin Tato Naruto

    "Sakit jiwa lo?! Cancel appointment sekarang, atau ganti desain! NGGAK BOLEH BIKIN TATO ITU!" teriak teman serumah gue, Meg yang senantiasa menjaga dan membimbing gue agar survive di Bali lewat telepon. "Tapi, Meg, gue suka gambarnya... dan udah bayar DP." "LO GILA YA?! Aduh nggak ngerti lagi deh. Yaudah terserah kalau mau jadi perawan tua. Gue matiin teleponnya. Bye." Gue duduk termenung di Warung Pojok, Tanah Lot dengan jantung berdegup kencang. Kali ini keputusan bikin tato gue memang sangat impulsif. Pagi-pagi karena suasana hati penuh kabut, tiba-tiba ngide cari gambar lucu. Mulai dari gambar tanaman bagus-bagus, sampai ke Naruto, Inuyasha, dan Crayon Shinchan (dan ternyata mikirin tato bikin gue seneng banget). Yang menang saat itu adalah Naruto, dan gue langsung keliling Batu Bolong mencari tempat yang sepertinya affordable . Pilihan hari itu jatuh pada Beach Skin Art Tattoo . Gue masuk, tanya-tanya, eh.. langsung bikin appointment malam itu juga dan DP Rp300.000,00 "Kamu nggak mau tidur dulu dan pikirkan baik-baik? Bikin tato jangan buru-buru." ujar Andreas lembut, menenangkan, nggak kayak Meg. Tapi karena dasarnya gue bebal, nggak bisa dikasihtau, jadi nggak gue dengerin juga. Jam menunjukkan pukul 6.15 sore, gue langsung cabut dari warung ke tempat tato. Gugup, tapi nggak sabar juga punya tato baru. Tiba di sana, gue disambut hangat oleh Mas Sonny dan Mas Agus. Sambil ngobrol-ngobrol, sambil pula memulai stencil . Sekitar jam 7 sesi dimulai, nggak lama kemudian jam 8 gambar Naruto selesai. Ternyata menggunakan mesin nggak sesakit handpoke . Gue menikmati sesi ini sambil nonton peternak ayam di Amerika mencoba menetaskan ayam Cemani hitam. Absurd ya? Tapi kok gue suka? Jam 8-9 dilanjutkan dengan gambar Sasuke. Lehernya kayak rada peyot, tapi nggak apa. Detailnya cukup mengagumkan untuk gambar seukuran 10 cm x 3 cm. Di sesi ini gue nonton film semut kuning dimakan axolotl . Oke, gue super absurd . Btw, karena gambar Sasuke banyak bagian hitamnya, si Mas Agus sampai ganti ke jarum besar dan banyak biar cepet selesai. Jadi lumayan sakit banget dan berdarah-darah juga. Secara keseluruhan gue seneng banget, dan pengen bikin tato lagi pastinya. Berhubung gue sudah merasakan handpoke dan mesin, sepertinya gue prefer menggunakan mesin saja. Hehe.. Pakai mesin lebih cepat dan nggak sesakit handpoke , tapi setelah selesai lebih sakit pakai mesin daripada handpoke . Pas gue pulang ke rumah si Meg langsung tutup mata dan pergi :") Padahal gue suka banget sama Naruto, dan senang dengan hasilnya. Bayangin kalau ketemu orang baru, terus ditanya, "Sakuranya mana?" Gue udah rencana bakal nunjuk diri sendiri. Iya, gue Sakura-nya, dihimpit Naruto dan Sasuke. Berikut hasilnya setelah sudah kering.

  • Pertama Kalinya Print Buku Rekening

    Hari itu Bank Mandiri tidak ramai. Gue berdiri mengantre di salah satu loket di lantai 2 dengan gelisah. Gelisah karena gue masih bocah, dan bawannya selalu grogi ke tempat asing. "Pak, kalau mau print buku di sini kan?" tanya gue tiba-tiba pada seorang bapak di belakang. Dia kaget dan langsung menjawab, "Iya, di sini bisa." Kemudian situasi kembali hening. Gue lupa mengucapkan terima kasih dan hanya diam terpaku saking groginya. Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 30 Agustus 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Ketika akhirnya tiba giliran maju, seorang teller bertanya, "Bisa dibantu, Mbak?" "Saya mau print buku rekening." "Rekening sendiri?" "Ya," jawab gue seraya menyerahkan buku tabungan kosong. Teller itu pun mengambilnya dan segera mengetikkan sesuatu di komputer, sementara gue berharap cemas menanti buku itu terisi. Tidak lama kemudian buku itu kembali ke tangan gue. Teller itu tersenyum dan gue pun mengucapkan, "Terima kasih," lalu keluar dari antrian dan duduk di salah satu kursi di pojok. Gue tersenyum sumringah. Hari ini bukan hari yang gue tunggu-tunggu, tapi hari ini adalah salah satu dari sekian hari yang begitu membahagiakan buat gue. Gue sangat bangga hari ini. Entah terdengar sombong, norak, atau apapun, tapi gue sangat bangga dengan diri gue hari ini. Gaji ketiga gue turun kemarin, jadi hari ini gue pengen lihat tabungan gue di bank sudah berapa. Syukurlah, nilainya cukup untuk hidup di Jepang selama 10 hari. Hahahaha... Ini adalah angka yang gue tunggu-tunggu dari 3 bulan yang lalu. Bangga, puas, bahagia, semua campur aduk dalam hati. Akhirnya gue menutup buku itu dan bergegas pulang. Gue ingin cepat tunjukkan ke ibu. Ibu gue yang (hampir) selalu mengizinkan apapun yang gue minta, jadi dia perlu tahu apa yang bisa gue capai atas apa yang telah dia izinkan selama ini — atas kepercayaan dia selama ini . Waktu ibu gue lihat isinya, dia tersenyum. Dia bilang tolong tabung uang ini karena sementara ayah gue belum bisa kasih uang harian. Ketika gue bilang mau beli laptop pun, ayah gue bilang pakai aja bekas dia. Tabung dulu uangnya, pakai untuk biaya hidup sementara ini. Okelah, jadi gue akan simpan uang ini untuk biaya hidup dan kosan. Cukup untuk 5 bulan kayaknya, dengan catatan: gue nggak ngapa-ngapain dan kuliah gue nggak aneh-aneh. Oh ya, gue juga pengen terima kasih ke perusahaan tempat gue bekerja dan segenap karyawannya atas 3 bulan yang sangat berharga ini. Besok hari terakhir gue kerja karena gue diterima kuliah di IKJ. Gue akan merindukan suasana keluarga di ruang produksi pastinya. Apalagi kegiatan makan malam pakai daun pisang! Nggak akan gue lupain pelajaran yang udah dikasih semua senior. Termasuk ketika gue dikerjain pakai telepon salah sambung, pas tas gue diiketin kabel data, dan pas gue dijodoh-jodohin, semuanya nggak akan gue lupain! TERIMA KASIH BANYAK!!! Catatan tahun 2024: Buat yang pengen tahu aja sih, gaji gue saat itu sekitar 2 juta per bulan, plus dapat makan 1x per hari. Durasi kerja 9 jam, masuk 5-6 kali per minggu. Tidak ada uang lembur. Tapi gue sangat bahagia pernah bekerja di sana, karena itu adalah pengalaman pertama gue bekerja. Gue sebenarnya tidak resign, tapi diberhentikan karena perusahaannya bangkrut di Agustus 2012 dan dibeli oleh stasiun televisi lain yang juga akhirnya bangkrut pada tahun 2023. Saat itu, gue ditawarkan untuk lanjut ke perusahaan yang baru, tapi karena gue mau fokus kuliah di IKJ, jadi gue tolak.

  • Kerja di Stasiun TV: Jadi Grafis Pakai Jokopring

    Akhirnya, my first live shooting! Kali ini gue berperan sebagai "grafis" , menurut gue istilahnya nggak tepat sih, tapi ya sudahlah. Jadi tugasnya adalah memunculkan template-template seperti nama host, nama narasumber, tema acara, dsb. juga bertugas menambahkan efek suara dan bumper out saat acara LIVE.  Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 3 Agustus 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Nggak ribet sih tugas gue buat acara talk show ini. Paling masalahnya cuma... GUE NGGAK PERNAH KERJA BEGINIAN! Oke, waktu gue 2 hari untuk belajar menggunakan software misterius di komputer Master Control Room (MCR), namanya: JOKOPRING. Wah, namanya kok alay banget? Hahaha... Jadi si Jokopring ini adalah software yang dipakai para "grafis" untuk memasukkan template-template atau running text dalam acara TV. Gue nggak pernah coba, tapi harus belajar. Gue juga nggak tahu kenapa namanya kayak gitu. Pada hari Sabtu, 4 Agustus 2012, datanglah gue jam 7.39 WIB dan ditegur produser karena telat (crew call jam 7 doongg) . Hahaha... Sial, padahal kemaren dia bilang dateng aja jam 7.30 nggak apa-apa, yaudah ini gue dateng jam 7.30 beneran (lewat dikit sih) . Kena deh dimarahin. Saat gue lagi deg-degan mempersiapkan template , tiba-tiba disuruh edit VT (Video Tape) dulu buat ditampilin di segmen ke-2. Acaranya kan tentang kesehatan, jadi VT-nya berisi testimoni dari salah satu pasien gitu. Kacaunya, di raw footage ada masalah karena si pasien pas lagi direkam malah benerin celana, jadi video itu harus gue timpa pakai footage yang lain. (-_-) Untung gue bisa cepet ngeditnya. Selesai edit VT, gue di- briefing ulang cara menggunakan Jokopring Character Generator . Sekalian gue benerin CT (Credit Title) dulu, mau ganti nama grafisnya jadi gue hehe... Ternyata udah dieditin sama senior, tapi nama gue ditulis "Cecil si kecil". SIALAANN!!! Karena nggak terima, jadi gue ganti lagi :3 Oke, acara live dimulai. Kesalahan pertama gue adalah lupa masukin logo LIVE di atas kanan. Auch... Sungguh gue banyak bikin kesalahan. Kesulitan kedua adalah gue pendiam! Sebagai grafis, nggak boleh diem aja pas naikin template. Harus bilang ke switcher supaya template sama gambar yang ditayangkan serasi. Jadi misal gue mau naikin nama host -nya, gue harus bilang, "Nama host naik!" Nanti switcher bakal pilih kamera yang close up ke wajah host. Switcher : Orang yang mengatur cameraman dan menentukan kamera atau gambar mana yang akan ditayangkan di layar televisi. Transisi antar gambar juga switcher yang atur. Segmen satu berakhir dengan cukup baik karena bumper out -nya sukses gue tampilkan tepat waktu! Berikutnya di segmen kedua bakal muncul VT. Gue mesti count down kalo VT-nya udah mau kelar. Timecode -nya keliatan di Jet Audio . Setelah 4 segmen berakhir, selesai sudah tugas live hari ini. :) Buat gue kesulitan yang paling berat adalah ketika harus mengetikkan nama penelepon yang gue nggak tahu ejaannya kayak apa. Tapi ya syukurlah akhirnya selesai juga. Katanya habis Lebaran gue bakal official jadi grafis buat 2 acara talk show yang gue edit selama ini. Mudah-mudahan terbiasa deh, biar nggak bikin banyak kesalahan. Catatan tahun 2024: Jika kamu tertarik mengetahui lebih lanjut mengenai aplikasi Jokopring, kamu bisa baca-baca dan download aplikasinya di sini . Aplikasi ini legit dan beneran dipakai di berbagai stasiun televisi di Indonesia pada masanya.

  • I'm Not Afraid of Rejection

    Akhirnya pengumuman SNMPTN ya? Gue sih nggak ikut, tapi gue ikut deg-degan juga mikirin temen-temen yang antusias ngebuka website -nya. Akan ada yang diterima dan ada yang enggak, alias mendapatkan rejection . Buat temen-temen yang keterima, selamat ya! Pasti seneng banget diterima di universitas kece hahaha... Buat yang dapat rejection, ya udah jangan nangis. This is not the end. Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 6 Juli 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Ngomong-ngomong soal SNMPTN, gue jadi teringat ketika gue apply ke Humber College buat kuliah. Gue nggak diterima, lantaran nilai TOEFL gue khusus bagian listening kurang 2 poin. Itu rasanya sakiiiittt banget. Nyesek banget. Bayangin cuy cuma masalah kurang 2 poin gue langsung di checkmate nggak bisa kuliah di situ. Sebenernya gue bisa aja ulang lagi tes TOEFL-nya, tapi kan mahal! FYI, nilai TOEFL IBT gue pada saat itu di tanggal 26 November 2011 adalah 87 dengan rincian sebagai berikut: Reading 20 Listening 18 Speaking 24 Writing 25 Jadi yah ditolak itu memang menyakitkan. Kadang-kadang impian kita belum bisa dicapai dengan jalan yang kita mau. Mungkin kita harus puter balik, dan kembali ke persimpangan, ambil jalan yang lain. Mungkin jalannya lebih berliku-liku, lebih berlubang, lebih berbahaya, tapi mungkin kalau kita kuat dan terus berjalan, kita bisa sampai ke tujuan yang tadi kita impikan. Yang penting kita tetap mengejarnya. That's my theory. Makanya, impian gue kan sebenernya kuliah di luar negeri. Dulu gue coba jalur beasiswa AFS dan gagal, gue juga coba jalur bayar sendiri buat S1 di luar negeri juga gagal. Mungkin suatu hari nanti gue coba lagi pas S2. Kalau S2 gue juga gagal... Ya nanti gue pikirin lagi caranya gimana. Sekarang gue fokus dulu kuliah di Indonesia, berkarya di negeri sendiri dan terus berlatih. Supaya kalau suatu hari nanti, gue beneran S2 di luar negeri, gue nggak ketinggalan sama yang lain. :) It was very hard though to wake up and face the fact that I failed the test. But I know and I always believe, there will be other ways to get what I want.  Catatan tahun 2024: Hi guys, kuliah di luar negeri beneran sesusah itu untukku. Khususnya ketika kita nggak punya dukungan dana yang besar untuk bisa membiayai sendiri. Aku nggak berhenti mencoba apply beasiswa S2, dan bahkan di usiaku yang sudah mau kepala tiga ini pun aku masih berusaha. Buat kalian yang juga sedang berjuang, tetap semangat mengejar mimpi.

  • Kerja di Stasiun TV: Jokowi di Master Control Room

    Dari pertama kali gue masuk kerja, setiap jam 2 siang tiba gue pasti tergusur dari tempat duduk. Haha... Ini gara-gara senior yang shift malem udah dateng dan mau ngedit juga. Gue belum punya komputer pribadi di kantor. Katanya sih nanti juga dapet. Jadi sementara ini gue numpang ngedit di... mana-mana! Tergantung projectnya apa. Saat ini gue lagi banyak ngeditin acara musik sama talk show di stasiun TV tempat gue bekerja . Jadi gue pake 2 komputer. Nanti kalo siang gue digusur... Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 6 Juli 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Dan kalau sudah digusur, gue cuma bisa nontonin yang lain kerja. Nontonin anak grafis ngebikin animasi, nontonin senior gue ngedit, nontonin orang lewat, atau nimbrung ke Master Control Room. Tapi setiap jam 3 sore ada syuting acara kuis nih. Gue sempet ngebantuin scoring di studio, tapi akhir-akhir ini gue lebih suka bantu di MCR, lantaran jarak ke studio jauh. Hehe... Tugas gue adalah memunculkan sound effect TING dan TET TOT untuk setiap jawaban peserta. Yah lumayan seru dan butuh konsentrasi! Serunya lagi, kalau nimbrung di MCR, crew selalu dapet kue-kue tradisional. Kadang enak, kadang nggak... Hari ini gue ngambil muffin warna ungu. Gue kira warna doang, ternyata beneran RASA UBI! Gila nggak enak. Gue nggak habisin, jadi gue bawa pulang buat anjing gue di rumah. :p Catatan tahun 2024: Judul post ini "Jokowi di MCR", tapi tidak ada penjelasan sama sekali mengenai Jokowi. Saya bantu jelaskan pemikiran saya yang konyol saat masih remaja: tentunya ini bukan tentang Pak Jokowi, presiden Indonesia, namun hanyalah plesetan dari aplikasi JOKOPRING yang kami gunakan di MCR.

Let's connect on my social media!
  • Threads
  • Instagram
  • LinkedIn
  • YouTube
bottom of page