
Search Results
174 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Taipei Ep. 2
Sebenarnya video episode ke-2 ini sudah diunggah sejak weekend yang lalu, tapi mendadak di hari Selasa ada "drama" gitu. Laoshi gue tiba-tiba chat dan bilang, "Tolong hapus videonya ya, saya minta maaf ini semua salah saya meminta kamu mengunggah video tersebut," dalam Bahasa Inggris. Gue kaget dong. Ada apa? Kenapa? Laoshi nggak suka mukanya dimasukin ke YouTube? Yaudah gue sih langsung minta maaf, " Sorry , Laoshi, saya minta maaf nggak minta izin dulu. Saya akan edit ulang dan buang bagian Laoshi." Terus si Laoshi jawab, "Nggak, bukan saya yang nggak senang, tapi si pasangan dari Jepang." WHAT?! Gue lebih kaget lagi, sampai deg-degan. Setahu gue, si pasangan Jepang dalam video gue itu orangnya lucu banget, ekspresif, banci kamera, photogenic , dan mereka yang paling niat bergaya. GUE NGGAK NYANGKA banget justru mereka yang nggak mau mukanya ada di YouTube. Selain itu, gue juga kaget karena porsi mereka itu cuma kayak 1-2% dari total video. Sebenernya mereka sangat insignifikan, nggak bakal mendadak jadi seleb, dan video ini nggak bakal jadi aib buat mereka. Soalnya dalam video itu juga mereka cuma senyam-senyum, bilang nggak suka taifun. Selesai! Nggak ada adegan tolol-tololan, buka baju atau apaan... Gue bahkan yakin kalian yang udah nonton nggak inget muka dia yang mana! Tapi yaudalah, itu hak mereka kalau nggak mau dimasukin. Ya mau-nggak-mau gue take down , edit ulang, dan upload lagi. Lesson learnt. Tapi tetep sih bete. Kalau nggak mau direkam mbok ya jangan bergaya saat gue terang-terangan ngerekam mukanya. Kan bisa langsung tutup muka aja. Terus bete juga kenapa nyampeinnya harus lewat Laoshi? Mereka jago kok Bahasa Inggris. Segitu nggak enaknya ya ngomong langsung sama gue...? Bete. Ish.
- Huānyíng Guānglín Taipei!
Nĭ hăo! I'm finally in Taipei, Taiwan FOR REAL. Oke, sebelumnya gue janji bakal vlogging. Actually I already made one video of myself talking , tapi ternyata si hujan bangsat merusak audio gue dan sialnya lagi seharian ini hujan deras terus. Jadi gue nggak bisa ngapa-ngapain. Mau nggak mau, gue bikin vlog tanpa audio asli :") Kemaren gue berangkat jam 11.30 siang dari Jakarta ke Kuala Lumpur. Terus seneng gitu gue duduk sendirian di baris ke-3. Hihi nggak sempit-sempitan sama siapapun. Sesampainya di KL, terjadi insiden tolol di mana gue muter keran shower ke arah yang salah. Bukannya gue matiin, malah makin besar sampe airnya muncrat ke mana-mana. Yes, literally ke mana-mana sampe celana gue basah udah kayak orang ngompol. Gue coba tutupin pake sweater , tapi you know lah, still looks stupid. Akhirnya setiap kali gue jalan langsung buru-buru biar nggak ketara kalau pantat gue basah. Hahaha... Terus pas di boarding room , gue sempet ngajak ngobrol seorang wanita (yang setelah itu diketahui berasal dari Macao). Doi ditanya satu pertanyaan, mendadak jawabannya jadi curcol gitu. Awalnya kan gue sapa, "Are you going to Taipei too?" "Yes, are you Taiwanese?" "No, I'm from Indonesia, I'm visiting for a while." "Oh, nice, you know what, I'm supposed to fly this morning, but I missed my flight! It's because of my own stupidity. I woke up late, because I thought 10 minutes before departure is okay. I mean, back in my home, Macao, flight schedule is always late and 10 mins before is okay. But here, I got only late for 2 minutes and they closed the gate! Pff..!" Terus gue ngikik aja, antara kesian sama mau sukurin. Akhirnya dari curcol itu kita jadi ngobrolin banyak hal sampai tibalah saatnya boarding ! Perjalanan dari Kuala Lumpur ke Taoyuan memakan waktu kurang lebih 5 jam dengan turbulensi yang menyebalkan. Lagi-lagi pesawatnya sepi, sehingga gue bisa duduk dengan leluasa. Hehe. Begitu sampai, gue langsung lari-lari ke bagian imigrasi biar bisa cepet ketemu cece gue yang udah nungguin. Eh, taunya ane kena masalah (lagi). "I don't understand your address. Where is the street?" tanya si bapak agak frustasi. "Uhm... I don't know, Sir. I got that address just like that." "Who are you living with?" "I'm living with my sister." "Call her." "My phone is dead." "Give me her number." "I don't know, my phone is dead." Beberapa saat kemudian gue digiring officer lain ke counter di ujung ruangan. GLEK. Gue kebayang film Argo , film dokumenter tentang penyelundupan drugs di pesawat, dan film-film lainnya di mana si protagonis diinterogasi di bandara dan dipenjara. Oh maaann... Officer yang berikutnya kembali menanyakan hal yang sama dan meminta HP gue. Yaudah gue kasih aja, tapi kan HPnya mati. Sebenernya gue bawa charger , tapi males ngasih tau mereka. Gue males kalau mereka nelepon cece gue, ntar jadi panjang dan ribet. Gue pengennya sih udahlah dibebasin aja. Toh, gue bukan pendatang ilegal yang bermaksud jahat. Lama dia ngobrol, cek sana-sini, akhirnya mereka balikin HP gue, nyerah dan nyuruh gue pergi. YEAY! AKU BEBAS! Langsung dah ane ngacir keluar nyari si cece. Aaahh... begitu ngelihat muka dia langsung gue senyum sumringah, bahagia dan lega! Kita buru-buru naik bus ke Taipei untuk mengejar kereta terakhir. Maklum, udah jam 11 malam tuh pas jalan. Lama nggak ketemu doi, we talked a lot about recent things. Pasar malam Taipei rasa Indonesia Sesampainya di Taipei, kita ngegeret 2 koper gue yang lemayan berat mampus. Gue ngedorong yang 18 kg dan sialnya si roda koper nyangkut di lubang water drainage . Langsunglah gue ikut tersengkat dan terhempas menabrak si koper. Kopernya jatoh, guenya ikutan kehantam ubin. BRUK! Defak, bikin malu. Jadi bahan ketawaan tunawisma di sekitar situ. Sambil kesakitan dan kebelet pipis, kita berdua lari mengejar kereta terakhir. Syukurlah masih terkejar, jadi nggak perlu keluar duit banyak buat transportasi. Selepas naik kereta, kita tinggal jalan kaki ke kosan cece gue yang... "KAK, INI BENERAN KOSAN LO..." "Iya, maaf ya. Tetangga kita galak tuh, lu jangan pernah pake barang dia ya dan jangan berisik, nanti kita dimarahin." "KAK..." Sok deh, ditonton aja betapa hideous -nya itu kosan. Hahaha... Seharian gue stuck di kamar nih, hujan deras sekali. (Eh, sebenernya kontrakan gue di Jakarta lebih hideous daripada rumah ini sih). Dah, nantikan vlogging gue berikutnya yang lebih proper ya! Zàijiàn!
- Summer Job at AXIOO
Liburan semester ini gue isi dengan something a bit different . Kalau biasanya liburan gue jalan-jalan ke luar kota, liburan kali ini gue membiarkan diri gue stuck bekerja "kantoran". Sebenernya nggak kantoran juga sih, karena tempat gue kerja bukan gedung perkantoran gitu melainkan sebuah rumah besar yang dimanfaatkan sebagai kantor. Jadi gue kasih tanda petik deh di kata kantoran. Hehe... Nah kerjaannya apa? Mari kita bahas! Beberapa minggu setelah program magang gue berakhir, gue ngeliat lowongan kerja di Instagram. Kebetulan gue emang follow akun perusahaan dokumentasi wedding ini. Gue nggak sebutin nama deh ya, tapi gue kasih petunjuk sedikit, perusahaan ini (setau gue) no. 1 dalam bidang dokumentasi acara pernikahan, anniversary , dan birthday . Tarif jasa dan produknya mahal jadi nggak heran kalau client -nya orang berada. Nah gue nge- follow Instagram perusahaan ini udah lama, karena gue suka hasil video dan foto mereka. Singkat saja, gue lolos audisi dan diterima. Cuman bos gue waktu itu bingung gitu, "Kamu belum lulus kuliah mau kerja full-time di sini? Gimana caranya? Emang kamu nggak butuh... belajar?" Bukannya nggak butuh sih, cuman gue lagi butuh uang banyak untuk biayain film Tugas Akhir gue di semester 7 ini. Jadi gue harus banget dapet kerjaan yang gajinya gede. Nah, gue denger-denger dari senpai di kampus, kerjaan yang paling cepet dapet duitnya itu wedding . Kalau film layar lebar atau iklan sih gajinya bisa aja gede, cuman lebih bersifat projekan dan suka lama duitnya turun. Sementara kalau kerja di TV, kondisinya lebih nggak feasible buat gue. Kerja di TV itu ketat banget jadwalnya, suka over-time , dan (lagi-lagi asumsi gue) palingan gajinya kecil buat fresh-graduate . Untungnya tempat gue kerja saat ini ( wedding ) gajinya cukup dan dapat makan enak 4x seminggu. Tau sendirilah penderitaan anak kostan, suka nggak punya waktu belanja + masak, jadi gizinya nggak terurus dengan baik. Terus lebih okenya lagi, si bos bebasin jam masuk gue dan setuju jadiin gue full-timer dengan gaji pegawai tetap meskipun gue belum lulus kuliah. AWW YIISSS!!! Awal gue masuk tuh bulan Juni lalu, berarti sekarang udah mau 3 bulan gue di sini. Jujur aja gue capek. Kerjaan nggak ada habisnya! Tiap satu project , gue harus bikin jadi movie (kurang lebih 30 menit), dan edisi-edisi khusus sesuai request client . Setelah itu bakal di crosscheck sama pak bos. Pertama kali gue ngedit, gue bikin kesalahan banyak banget sampai harus rombak dari awal. Yang bikin kerjaan ini challenging banget buat ukuran gue tuh, t he amount of stock shot they produce in one event. Selama ini gue ngerjain wedding sih, belum pernah yang laen. Nah acara pernikahan orang kaya itu nggak cuma resepsi doang di ballroom hotel, tapi juga ada persiapannya, kadang pertunangannya, upacara minum teh ( teapai ) khusus untuk etnis Chinese, holy matrimony , resepsi, dan kadang sampai after party (yang isinya cuma joget-joget sambil minum minuman keras). Untuk satu event , biasanya ada 3-5 shooter (videografer) dengan tons of shots . Kalau dirangkum semua stock shot -nya bisa berdurasi 10-15 jam. Uh! Kebayang kan capeknya? Ngedit wedding orang udah berasa ngedit film dokumenter! Eh, wait, wedding emang masuk genre dokumenter? Serunya lagi, di sini ngedit video wedding -nya nggak sekadar diedit berurutan. Kita, sebagai editor tetep harus create story, tension , dan climax supaya terasa sinematik, tidak membosankan, dan worth the price (for the couples who paid us!) . Alhasil gue jadi berasa "latihan" praktek banget. Kalau biasanya gue masih bisa mengatur shot di pra-produksi, kali ini gue bener-bener has no choice dan harus maksimalin apa yang udah tersedia. Terus gue juga belajar tips-tips seru dari senpai di "kantor". Di sini editornya ada banyak banget, tapi kerjaannya nggak habis-habis. Mantap! Curcol dikit nih, waktu koordinator magang gue tau gue kerja di perusahaan wedding , doski kaget banget dan langsung nyuruh gue berhenti, "Ngapain kamu kerja di situ? Kamu nggak belajar apa-apa. Balik lagi aja ke tempat magang kamu yang sebelumnya." Gue bukannya nggak suka kerja di sana, cuman masalahnya I need money so badly dan tempat kerja gue sebelumnya nggak ngasih gaji atau pun makan (dan tempatnya jauh banget pula!). Habis energi gue kerja di sana. Yang ada kuliah gue bukannya makin baik, malah jadi makin berantakan. Lagipula gue belajar macem-macem kok di sini. Nggak sia-sia sama sekali. Lumayan banget nambah pengalaman. Tapi kalau pekerjaan gue saat ini mau dijadikan karir for a life time , ya jelas nggak pas karena somehow it's a dead end job . Kan gue kuliah film tujuannya buat masuk industri film layar lebar, sebagai film editor atau director . Nah, kalau di wedding kerjaannya over the years will be pretty stagnant and there isn't really a prestige on the profession . Ditambah lagi yang akan menikmati karya kita paling cuma the bride and the groom. It's too private, it's not enough to give us fame. Jadi gue ngerti banget, but , ada but -nya lagi nih. I like it for now and it's good enough for me, sooo??? WHO CARES! Hehehe...
- Review Kuliah Semester 5 IKJ: Peminatan
Halo sodara-sodara setanah air! Nama gue Cecil, umur gue 20 tahun. Gue di IKJ udah kuliah selama 2 tahun dan sekarang sedang menjalani semester 5. Dukung gue ya biar cepet lulusnya! Hahaha. Krik krik krik... Okay , tadi adalah intro garing yang sengaja gue bikin buat pembaca baru. Sekarang gue langsung ke topik ya, gue mau ngomongin soal semester 5 nih. Semester yang paling ditunggu-tunggu karena di titik ini gue akan mempelajari hal-hal yang lebih spesifik. Oleh sebab itu, sebelum semester 5 dimulai, para mahasiswa diharuskan melakukan bimbingan peminatan . Apa aja pilihan peminatannya? Sok, kita bahas. Di Fakultas Film dan Televisi (FFTV) untuk program studi S1 terdapat 13 peminatan, yakni: Penyutradaraan Produksi Skenario Kamera Artistik Suara Editing Animasi Dokumenter Fotografi Kajian Sinema Musik Film Iklan Audio Visual Semua peminatan ini lebih sering disebut dengan kata "mayor" atau ekstrimnya "agama." Jadi setelah lo melakukan bimbingan dan lolos seleksi, lo bakal dapet mayor untuk menentukan mata kuliah apa yang bisa lo ambil di semester berikutnya. Peminatan ditentukan oleh mahasiswa secara pribadi, namun belum tentu diterima oleh koordinator peminatan. Misalnya lo pengen jadi sutradara terus lo ambil peminatan penyutradaraan, nah , belum tentu langsung diterima tuh. Bisa aja lo gagal karena tidak memenuhi persyaratannya. Untuk mendapatkan sebuah mayor a da persyaratan nilai y ang harus dipenuhi dan kadang kala ditambah persyaratan khusus dari koordinator bersangkutan. Ketentuannya sih udah tertulis di buku panduan, jadi sebaiknya sejak awal kuliah lo udah tentuin mau masuk yang mana biar nilainya bisa dikejar dengan maksimal. Jadi lo mayor apa nih? Ehehe... Gue masuk mayor editing. Kok editing? Kenapa nggak penyutradaraan? Soalnya gue nggak suka nge- direct orang. Bukannya gue nggak bisa, kalau gue mau belajar ya bisa aja, cumannya nggak suka. Gue nggak tertarik memimpin a big production team dan ngurusin setiap shot dari 0. Gue lebih seneng shot -nya udah ada, tinggal diolah, dibetulin, disusun, terus dipolesin. Nah , itu seru buat gue. Editing kan nggak kelihatan, jarang yang omongin, emang banyak lapangan pekerjaannya? Kalau lapangan pekerjaannya nggak ada, gue bikin lapangan itu ada. Untuk masalah gue nggak kelihatan sih nggak apa-apa, yang penting karya audio visualnya jadi dengan sempurna dan sesuai harapan. Editing itu ngapain sih? Jadi orang-orang yang bekerja di bagian editing itu tugasnya mengumpulkan, menata, dan menyusun setiap gambar agar menjadi padu, terstruktur dan mampu menyampaikan pesan yang memang ingin disampaikan oleh sang sutradara, dengan menggunakan teori-teori editing yang ada. Tadinya gue sempet galau loh. Waktu di SMA gue nggak kepikiran mau serius di editing. Ya, gue pasti maunya jadi sutradaralah ya. Cuman ujung-ujungnya kalau bikin film juga gue yang edit karena "gatel," nggak tahan lihat karya gue diotak-atik orang lain. Hehe. Tapi pas masuk IKJ, gue malah jawab dengan yakin pengen masuk editing. Alasannya simpel: cuma pengen kelihatan beda. Serius. Habis yang mau jadi sutradara banyak banget. Kalau gue jawab mau jadi sutradara juga, pasti gue akan jadi orang yang biasa-biasa saja, tenggelam di antara kehebatan kawan-kawan gue. Yaudah, gue bilang aja gue mau jadi editor. Tahun kedua di IKJ, gue ganti agama . Gue bilangnya pengen masuk dokumenter. Gue belajar beneran tuh. Sial banget nilai dokumenter gue tetep B. Pokoknya salahin yang ngasih nilai. Proposal gue udah dapet 80, jir. Nggak terima gue. Males banget gue mesti ngulang 2 mata kuliah kalau mau dapetin mayor dokumenter. Akhirnya gue balik ke editing. Kata orang-orang sih, memang lebih baik gue ambil mayor editing karena kekuatan sebuah dokumenter ada di editingnya! Anyway , buat kamyu-kamyu yang galau karena nggak tahu mau masuk peminatan yang mana, santai aja. Nanti juga ketemu peminatan lo. Nggak usah buru-buru, dinikmatin aja dulu semua posisi itu. Terus coba dieksplor satu-satu, supaya lo tau kekurangan lo di setiap posisi. Terus kalau udah nemu mau mayor apa, nggak usah takut salah, karena ketika lo lulus nanti, meskipun mayor lo skenario atau editing atau apalah, lo tetep bisa jadi sutradara, produser, atau apapun itu. Industri film itu bebas kok, yang penting Anda punya network , skill dan pengalamannya. Sekian! Dinner di Balai Kota bersama segenap keluarga besar IKJ dan panitia IKJ Fest (7/11) lalu
- Pindah Kosan ke Matraman
Eh, udah lama gue nggak cerita soal kosan. Awal semester 5 ini gue pindah gitu dari kostan di Gang Tembok - Kali Pasir ke Kramat Jaya Baru - Johar. Alasannya simpel, pengen sekostan ama kawan-kawan dekat gue. Kan gue sering nginep di kostan mereka, ya sekalian ajalah gue pindahan ke sana. Taunya baru sebulan pindah, gue pindah lagi ke Matraman. Hah Matraman? Kok jadi makin jauh dari kampus? Iya nih, soalnya gue dan kawan-kawan ngontrak rumah gitu. Terus rumah kontrakan di deket kampus itu mahal-mahal banget. Akhirnya si Try dan Maning dapet yang murah di Matraman. Mereka tim paling lelah deh. Mereka yang cari, negosiasi, sampai bersihin. Gue kayak tinggal terima beres gitu. Parah banget kan? Pagi-pagi pas pindahan, gue beliin mereka nasi telor sebagai ucapan terima kasih sekaligus maaf karena nggak banyak ngebantu. Terus gue bikin lagu tentang rumah baru gue. Coba disimak, kayaknya suara gue agak serak-serak seksi gimana gitu. Wkwkwk. For the first time in forever I am living with two girls For the first time in forever I will never be aloonneee~ Lirik di atas adalah gambaran kehidupan gue di Jakarta sebagai mahasiswa separuh baya (idih apaan sih separuh baya?). Jadi gitu deh, akhirnya gue ngontrak bareng dua sahabat gue: Try dan Maning. Ini adalah pengalaman baru buat gue dan keluarga besar gue. Waktu nyokap pertama kali denger, doi langsung nanya, “Emang kamu bisa tinggal sama orang lain?” BAA-DUMMSS! Ibu gue sangat tidak percaya kalau gue bisa bergaul dengan manusia lain. Parah kan? Jadi menurut doi, gue ini anaknya jutek dan pendiem, nggak friendly sama sekali dan nggak bisa diandalkan dalam urusan rumah. Waduh, meskipun pada faktanya itu benar, tapi gue mau loh berubah! “Tinggal sama orang lain itu nggak gampang. Dari temenan bisa jadi musuhan,” ujar kakak gue menambahkan. Memang betul perkataan dia itu, tapi tenang, gue sudah mempertimbangkan semuanya. Gue nggak sembarangan memutuskan ketika gue bilang mau tinggal sama orang lain, dan gue tau betul diri gue kayak apa. Sejak awal gue kenalan sama Try dan Maning, gue udah tau hal apa saja yang harus gue kompromi demi tinggal dalam damai bersama mereka. Awal kami pindahan, kita speak heart to heart (cailah). Kita sepakat untuk saling jujur dan kalau mau marah ya marah aja, nggak usah dipendam-pendam; atau kalau bisa ya santai aja, be tolerant . Jadi semuanya saling mengerti dan menghargai cara hidup masing-masing. Maning berkali-kali bilang ke gue, “Buat apa lo takut dengan pertengkaran, Cil? Kalau bertengkar ya bertengkar aja. Itu wajar kok, namanya juga manusia.” Lucu, sekaligus benar. Buat apa gue takut bertengkar dengan orang lain? Kalau begitu ya tidak perlu berteman sekalian. (FYI, gue seringkali menjaga jarak dengan banyak orang karena takut bertengkar dan merusak hubungan yang sudah indah dibangun.) Akhirnya, gue mengubah mindset gue. Gara-gara dua kawan gue ini, gue belajar banyak sekali hal. Living with two girls itu rasanya seru banget. Yang satu ahli perkakas terus yang satu lagi ahli memasak. Sementara gue? Hahaha… gue ahli jadi tim hore. Sumpah deh, kalau gue pikir-pikir lagi, gue beneran belum becus jadi ibu rumah tangga. Jauh deh kalau dibandingin kedua kawan gue ini. “Cil, jangan kebanyakan mikir!” teriak Maning memecahkan konsentrasi gue dalam belajar. “Iya, Cil, malam Jumat nih, masak masih belajar juga. Besok libur, woy, libur!” Try menambahkan sambil bermain game di handphone -nya. Sementara gue masih sambil mengetik, gue jawab mereka, “Gue nggak ahli memotong dahan pohon kayak lo, Ning, atau memasak berbagai jenis masakan tanpa resep kayak Try. Cuma ini yang gue ahli kerjakan: berpikir.” Dan kami semua pun tenggelam dalam tawa membahana. Syukurlah temen-temen gue ini mau mengerti diri gue yang secara fisik kurang berguna dan cuma bisa ngabisin makanan ringan. Semoga ke depannya kami tidak akan bertengkar sampai berlarut-larut dan terus bersahabat hingga tua nanti. (Sebenarnya post ini sudah ditulis sejak 10 Oktober 2014 silam, cuman berhubung internet gue mati lantaran terjadi kebakaran hebat di Matraman, gue jadi nggak bisa nge-post online deh.)
- Kenapa Saya Masuk FFTV IKJ
Wah, akhirnya gue buka kartu nih. Awalnya gue mau kuliah di Canada loh, jurusan film juga. Cuman nilai listening TOEFL gue kurang gitu, terus ditolak. Hahaha... Cuma perkara listening kurang dua poin! Kesel parah. Tapi kalau pun diterima juga percuma sih, karena tepat setelah itu bokap gue bangkrut. Jadi sama juga bohong, tetep aja gue nggak bakal kuliah di Canada. Akhirnya gue melamar kerja sebagai admin di PT Televisi Anak Spacetoon, tapi sama Ibu HRD, gue disuruh pindah ke tim produksi. Yaudah, gue sih seneng-seneng aja disuruh kerja macem-macem nggak jelas sampai akhirnya dapet jabatan tetap sebagai video editor . Sambil kerja, gue sambil mikir mau kuliah apa nggak. Soalnya gue juga bingung mau kuliah apaan. Gue bisanya gambar dan desain, harusnya gue masuk DKV kan? Tapi gue males disuruh gambar. Gue gambar karena gue mau gambar, bukan karena disuruh-suruh. Terus nyokap gue nyuruh gue masuk jurusan hubungan internasional, simply karena Inggris gue outstanding for her. Hahaha... Ini lagi, gue nggak ngerti itu kuliah HI ngapain. Nyokap gue pengen banget gue kerja di kedutaan, sementara bokap menyarankan gue untuk kuliah animasi. Tapi gue males bingits disuruh gambar hal yang sama berulang-ulang. Dulu gue taunya bikin animasi itu ya dari gambar frame per frame. Gue nggak tahu kalau ada software 3D dll. Jadi yaaahh... gitu deh. Gue nggak mau kuliah animasi. Kemudian selama gue bekerja di kantor, gue menyadari bahwa gue itu tolol banget. Gue nggak ngerti segala bahasa perfilman yang mereka gunakan kayak bumper , OBB, dll. Tapi bagaimanapun juga, gue yakin gue bisa lebih hebat dari senior-senior gue, cumannyah gue harus belajar; gue harus kuliah. Tapi di mana? Gue tanya sana-sini, hingga akhirnya gue yakin banget nggak ada sekolah yang lebih tepat untuk gue, dan terpilihlah IKJ. KENAPA IKJ?! Pertama, karena IKJ adalah sekolah film pertama di Indonesia. Dia sekolah khusus seni, dia terkenal, dia berada di Jakarta, dan dia.. murah (pada saat saya mendaftar). Gue harus mengakui, pada saat itu keluarga gue sedang bangkit dari reruntuhan, jadi gue harus mempertimbangkan biaya kuliah dan biaya hidup. Waktu gue daftar, biaya masuk dan biaya kuliah S1 selama satu tahun harganya Rp27.000.000,00 dengan harga per semester berikutnya Rp7.500.000,00. Biaya ini termasuk biaya kuliah film yang sangat murah dibandingkan universitas mana pun di Jakarta (tolong jangan dibandingkan sama jurusan broadcasting . Film production dan broadcasting are slightly different. ) Orang tua gue bilang mampu, jadi yaudah gue maju. FYI, gue cuma mendaftar ke IKJ dan gue pikir kalau gue nggak diterima, yaudah, gue nggak kuliah, kerja aja di Spacetoon. Gitu. Gue sih nggak kepengen banget masuk FFTV IKJ, secara gue maunya kuliah film di Canada. LOL. Tapi gue pikir-pikir, gue sangat ingin berteman dengan orang-orang yang berjiwa seni—bebas dan merdeka—dan gue rasa hal semacam itu cuma ada di sekolah khusus seni, yaitu IKJ. Terakhir, gue pilih IKJ karena dia terletak di Jakarta (namanya juga Institut Jakarta). Alasannya simpel sih: karena Jakarta adalah pusat Indonesia. Semua event menarik dan berkualitas itu diawali di Jakarta. Gue merasa lebih secured aja tinggal di Jakarta, daripada Tangerang. It feels like I'm not gonna miss any chance here. Okay , jadi itulah sejarah gue masuk FFTV IKJ. Sekarang sih, gue bahagia kuliah di sini. Meskipun juga ada berbagai kekecewaan, tapi sisi baiknya juga banyak sekali, dan gue nggak akan menjadi gue hari ini kalau gue nggak masuk IKJ. Jadi, yeay, I'm proud jadi mahasiswa Ikajeh! Random sikit, ini video ulang tahun IKJ yang ke-44. Anyway , gue mau cerita soal malam ini yang agak sedikit berhubungan dengan alasan memilih IKJ. Gue baru saja bertemu dengan seorang sahabat lama. Dia adalah kawan gue dari SMP dan sekarang kuliah di Universitas Tarumanagara jurusan teknik sipil. Gue seneng banget bisa bertemu lagi. Lega gitu akhirnya jadwal kami cocok. Terus doi cerita banyak deh soal kuliahnya yang bikin gue... ngg... gimana yah, prihatin. Mungkin masalahnya adalah doi terlambat menyadari passion -nya sendiri. Dia bilang bahwa dia baru sadar kalau dia nggak suka belajar teknik sipil. "Bokap gue bilang ke gue, Cil, 'Kamu boleh pindah jurusan, tapi jurusan apa? Dan kalau pindah harus dapet nilai bagus dan lulus cepet di jurusan itu.' Nah, masalahnya gue juga nggak tahu mau jurusan apa!" kata temen gue, setengah histeris. Dia cerita, dulu dia pilih teknik sipil karena nilai dia bagus banget—dia memang anak berprestasi di sekolah—dan orang tuanya menganjurkan dia masuk jurusan itu. Terus dia rasa jadi engineer itu keren, karena sounds smart , dan lagipula dia juga nggak tahu mau kuliah apa. Sekarang begini deh jadinya. Saat ini doi masih stuck di teknik sipil dengan IPK 2 koma sekian. Itu pun udah ngos-ngosan ngejaga angkanya stabil, karena mata kuliahnya totally out of control . Dia bilang kuliahnya padat banget sampai she has no time to socialize . Gue aware sih soal itu, makanya gue lega akhirnya dia punya waktu buat jalan sama gua. Terus gue jadi mikir, "Ya Allah, kawan gue sebegini stresnya kuliah, kok gue... Hahaha..." Jadi gue mau bilang buat yang lagi galau milih jurusan kuliah (kalau udah yakin sih yaudah yakin aja). Coba deh, riset dulu jurusan yang lo mau; selengkap-lengkapnya. Jangan berakhir seperti kawan gue. Itu nyiksa banget loh 4 tahun belajar hal yang lo nggak suka tapi lo harus suka dan survive . Ada beberapa pertanyaan gue yang (mungkin) bisa membantu lo untuk mempertimbangkan sebuah jurusan kuliah : Apakah Anda tahu apa saja yang dipelajari di jurusan ini? Apakah Anda menyukai apa saja yang dipelajari di jurusan ini? Apakah Anda mau capek untuk menjadi mahasiswa terbaik di jurusan ini? Apakah Anda mampu membiayai segala kebutuhan perkuliahan di jurusan ini? Menurut gue, sebaiknya, cari tahu lebih dalam apa saja yang diajarkan di jurusan tersebut. Terus coba bayangin, lo bakal suka atau nggak. Lo nggak harus suka semuanya, tapi at least porsi suka lebih banyak dari nggak suka. Lo bisa cari informasi dari guru, kawan, senior, atau gue. Hahaha... Atau internet. Ayolah, Google (dan chatgpt) pasti punya jawabannya! Terus pertimbangkan apakah lo mau capek untuk menjadi yang terbaik. Terbaik dalam arti paling mengerti dan paling bisa, di mana untuk mengerti dan bisa ya harus capek belajar. Soalnya kalau lo nggak rela, ada kemungkinan lo nggak niat-niat amat di bidang itu. Pada akhirnya bukan gua suruh lo harus jadi mahasiswa terbaik. Cuman kalau menjadi "baik" saja sudah terdengar melelahkan, ya mungkin lo ga suka-suka amat sama jurusannya. Kemudian, soal finansial nih. Jangan dikira, masalah uang selesai di saat pendaftaran. Justru itu baru awal. Karena setelah lo masuk kuliah, lo masih harus bayar biaya ngeprint dan fotokopi berkali-kali, beli buku bejibun, biaya internet, laptop, biaya bikin tugas kelompok, biaya tugas ini-itu, biaya study tour , biaya seragam, daaannn biaya transportasi serta konsumsi selama ngampus. Kalau orang tua lo tajir sih santai aja; tapi kalau nggak well, you better start to consider that. Tapi kalau sudah terlanjur, menurut gue jangan menyesal dengan keputusan apa pun yang sudah lo buat. Coba dijalani aja dengan tegar, pasti ada hikmahnya kalau lo mau anggap ada hikmahnya. Soalnya kalau dijadiin penyesalan, ya buat apa? Kan udah terjadi.
- Pendidikan Dasar di SENDAL
Well , akhirnya gue menyempatkan diri pulang ke rumah (jadi ada komputer + internet = blogging). Rasanya menyenangkan sekali dan gue kembali menyesali kejadian memilukan di akhir Januari lalu (ketika kamera dan laptop gue dicuri). Tapi yasudalah ya... Apa lagi yang bisa saya perbuat. Post kali ini gue mau cerita soal pelatihan caang SENDAL 2013. Eits, udah pada tau kan SENDAL itu apa? Bukan Sendal yang lo pake loh ya. Ini adalah singkatan Seni dan Alam. Sebenarnya sejak 25 Januari lalu sampai hari ini gue masih libur kuliah. Tapi berhubung gue anak rajin, jadi gue tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bergabung ke SENDAL! Seni dan Alam! Apa tuuhh??? (gue mulai alay kayaknya.) SENDAL adalah salah satu UKM di kampus gue. UKM itu Unit Kegiatan Mahasiswa. Jadi ceritanya di setiap universitas pasti ada klub-klub macam ekstrakurikuler di sekolah yang disebut UKM. Nah, di kampus gue UKM-nya cuma ada satu! Hahaha... Yah alasannya gue juga nggak tahu. Jadi lo cuma punya 2 pilihan nih: ikut UKM atau nggak ikut sama sekali. Berhubung gue pilih ikut, jadi gue kudu masuk dari tanggal 11-19 Februari buat persiapan pendidikan. SENDAL, Seni dan Alam Di UKM ini kita bakal belajar berkarya dan beraktivitas di alam bebas. Contoh konkretnya: naik gunung. Tapi nggak cuma itu sih, karena SENDAL juga biasanya mengadakan bakti sosial dan aktif membantu di saat negara kita dilanda bencana alam. Reputasi SENDAL ini baik loh. Terakhir para anggotanya habis mengantarkan logistik ke korban banjir 2013. Berhubung gue kepo nih ya naik gunung itu kayak gimana, jadilah gue bergabung. Ternyata di angkatan gue cuma ada 9 orang yang ikut dari sekitar 150 mahasiswa. Aww aww aww... Sedikit banget! Tapi ya sudahlah, memang nggak semua orang niat dan nekat. Dari tanggal 20 Februari sampe akhir Maret 2013 ini gue dan kesembilan kawan gue bakal ngejalanin pendidikan dasar untuk menjadi anggota SENDAL. Jadi setiap jam 5 sore kita ke kampus (meskipun libur) untuk belajar basic-basic melakukan aktivitas di alam bebas macam tali temali, PPGD, dll. Pelajarannya jelas seru, cuman gue nggak tahan aja mesti pulang malem setiap hari. Di buku pendidikan sih ditulis dari jam 17.00 - 19.00 tapi faktanya orang Indonesia selalu jam karet, jadi acara selalu molor dan setelah selesai pun selalu ada evaluasi. Ujung-ujungnya gue jadi pulang jam 9, 10, atau 11. Dasyat, untung gue ngekos di Kali Pasir! Nah, sebenernya gue mau cerita banyak nih, tapi mendadak udah ngantuk banget. Hahaha... Serius deh gue capek banget sampe kena pilek dan batuk. Ugh.. padahal mau pendidikan naik gunung tanggal 14 dan 27 Maret nanti :( Semoga daku cepat sembuuuhh! Jadi, gue akhiri sajalah di sini. Sebagai permohonan maaf karena isi post -nya nggak berbobot, nih gue kasih foto-foto eksklusif bersama replika tangan terpotong pas kelas PPGD.
- Pertama Kali Kos di Jakarta
Rumah gue di Tangerang dan kuliah gue di Jakarta Pusat. Meskipun jaraknya masih bisa ditempuh selama 1-2 jam, orang tua gue mengizinkan gue kos persis di sebelah kampus untuk kehidupan yang lebih damai bebas macet. FYI, pada tahun 2012 itu belum ada aplikasi Gojek dan Grab. Transjakarta juga belum buka akses sampai Tangerang. Jadi satu-satunya cara untuk ke kampus adalah naik taksi atau bus yang bakal makan waktu berjam-jam, belum lagi Jakarta dari dulu sampai sekarang tetap macet gila banget. Oh ya, nggak ada opsi naik kendaraan pribadi juga karena ayah gue nggak memberikan izin. Katanya takut kecelakaan, dll. (padahal pada akhirnya, saat sudah bekerja, gue beli motor juga karena butuh dan yaudalah ya? Kecelakaan dan kematian, siapa sih yang tahu?) Post ini gue rangkum dari beberapa tulisan yang pernah gue buat di bulan September 2012. Seperti ini kurang lebih penampakan kos pertama gue: Ayah gue turut serta membantu mencarikan kos secara manual. Kita beneran muterin jalanan di sekitar IKJ dan tanya-tanya ke tukang ojek, hingga akhirnya diperkenalkan ke Kosan Oma. Yang punya beneran oma-oma. (FYI lagi, pada tahun itu gue dan bokap belum familiar dengan internet, dan belum ada aplikasi semacam Mamikos, dll. Cari kos zaman dulu itu harus keliling on the spot dan ngobrol dengan warlok atau warga lokal.) Syukurnya, kos di sini murah banget. Harganya Rp300.000,00 per bulan. Fasilitas dapat kasur single, kipas angin dan lemari baju. Toilet sharing . Dan Kos Oma ini adalah kos campur. Bapak gue sempet khawatir, karena gue masih bocah lugu banget. Jadi dia ngobrol dengan oma kos, dan pemiliknya baik banget mau memberikan kunci toilet di lantai 2 ke gue biar gue nggak perlu sharing toilet sama laki-laki di lantai 1. Tapi buat info tambahan juga, toiletnya sangat-sangat menjijikkan. Dalam standard gue hari ini di tahun 2024, gue nggak bakal mau ngekos di sini meskipun pemiliknya baik banget. Sayangnya waktu itu gue miskin. Gue belum punya pekerjaan dan sangat mengandalkan gaji dari 3 bulan kerja di stasiun televisi kemarin. Jadi tetap gue ambil, dan another plus point : kos ini tinggal ngesot ke kampus. Dulu, ada sebuah tangga magis yang menghubungkan Jalan Kali Pasir ke area Taman Ismail Marzuki. Entah siapa yang meletakkan tangga itu, tapi tangga ini adalah akses tercepat gue ke kampus pada masanya. ( Spoiler: akan ada masa ketika tangga itu di- banned selamanya dan IKJ sempat pindah ke Cempaka Putih). Berikut adalah tulisan asli gue di tahun 2012: Setelah hidup di kosan dari tanggal 8-15 September, gue baru tahu rasanya cuci baju, meresin baju, ngejemur baju, sampai membuat buku keuangan, etc. It wasn't fun, but interesting. Sesuatu yang gue tidak pernah lakukan sebelumnya. Dulu makan tinggal makan, belanja tinggal belanja. Sekarang enggak. Sekarang mesti pikirin uang yang ada harus cukup buat 5 bulan. Makan jangan yang mahal-mahal, tapi harus sehat. Baju harus dicuci dan jemuran harus diangkat. Interesting. Gue mulai belajar menghargai setiap yang gue beli, karena uangnya juga hasil kerja keras sendiri. Terus jadi nyadar dulu gue kurang merawat barang, padahal orang tua udah kerja susah payah... Huhuhu... Nggak lagi deh sekarang. Udah ngerti rasanya kerja, rasanya jadi orang susah ( meskipun nggak susah-susah banget ), mulai sekarang harus lebih merawat barang biar awet, terutama HP! Berantem Kosan gue itu enak sih: kalau siang ya panas, kalo malem ya adem. Kipas anginnya cukup oke walaupun sudah usang. Yang bikin nggak tahan itu suara motor-mobil tiada hentinya! Dari pagi sampe pagi lagi motor lewat terus! Ngebut-ngebutan lagi. Sialan, gue agak terganggu juga. Lebih sebel lagi kalo tetangga rumah sebelah karaoke jam 2 pagi! Serius!!! Dia nyanyi lagu Melayu apa deh gue nggak tahu, pokoknya pas bagian nada tinggi, suaranya kayak kuntilanak ngeringkik! Gue sampe ketakutan dan doa Bapa Kami 3 kali hahaha... Lama-lama gue nyadar apa sih yang gue takutin? Orang itu manusia juga yang nyanyi. Udah berisik jam 2 pagi, tiba-tiba jam 5 pagi tetangga berantem sama tetangga lain. Buset dah, baru tau gue orang Betawi kalau berantem pake golok dan santet! Kocak, Bro! Gue dengerin aja deh sambil tiduran. Jadi ada yang nuduh tetangganya nyolong gitu, nggak tau nyolong apa, pokoknya nyolong. Terus yang dituduh bilang enggak. "Gue santet lo!" "Santet! Santet gue sekarang!!! Gue enggak takut! Bukan gue yang nyuri kok!!!" Terus gue cekikikan di kamar dengerin. Mereka berantemnya persis di sebelah, jadi lewat jendela keliatan gitu, gue bisa nonton. Endingnya mereka berdua dilerai (dilerai apa direlai ya?) sama nenek-nenek. Terus yang nuduh itu diusir, dan semua pun kembali tenang. Hanya suara motor dan mobil yang masih tersisa. Eh iya, gue bikin hiasan sebelum ngekos, bukan lukisan sih ya. Itu gue bikin di kanvas, terus pake cetakan gue bikin huruf-hurufnya. Susah dan sangat melelahkan, dan hasilnya pun berantakan. Haha, gue emang nggak pro deh. Tapi gue tetep seneng sih. Itu nama-nama kota yang pengen gue kunjungi suatu hari nanti. Nggak tau kapan, pokoknya SOON . Gue berharap dengan melihat itu setiap hari gue bisa termotivasi untuk cepat kumpulin duit dan tancap gas! Pengen menjelajahi Indonesia juga nih, tapi ya lagi-lagi soal doku dan teman.
- Side Job Pertama di IKJ
Salah satu yang gue suka dari kuliah di IKJ adalah: cepet dapet kerja! Biasanya senior bakal jadi orang pertama yang menawarkan lo pekerjaan. Gajinya memang sekadar cukup untuk makan atau transport aja, tapi jangan lihat dari gaji lah, lihat dari pengalaman yang lo dapet! Hari Selasa (11/06) gue dapet my first side job . Gue lagi bergosip ria bersama Try, tiba-tiba Sueb nyamper, “Try, lo dicari senior.” Gile, serem bener, gue pikir si Try ngapain nih cari gara-gara sama senior. Try juga agak ketakutan, dan mencoba memastikan bahwa ajakan itu tidak bermaksud buruk. Setelah dijelaskan maksudnya, baru deh Try mau ikut Sueb ( sementara gue nimbrung dari belakang ). Kita duduk di kantin bersama seorang senior, dia jelasin lagi butuh talent buat shooting pakai green screen. Tugasnya nggak ribet kok. Setelah kompromi beberapa lama, akhirnya Try setuju buat ikut asal gue juga ikut ( jadi ini alasan gue dapet job , hehe ). Terus kita diminta cari lagi 1 cewek untuk jadi talent dan terpilihlah Putri, teman kosan Try. Jam 3.30 sore kumpul lagi di kantin terus naik taxi bersama ke studio foto di Tebet. Studionya bagus sekali. Para senior menyewanya seharga Rp350.000,- untuk 3 jam. Berhubung butuh green screen , maka dikenakan biaya tambahan. Hari itu crew- nya nggak banyak, cuma si produser, sutradara, asisten sutradara ( astrada ), sama 2 temen gue: Sueb dan Iqbal untuk bagian artistik. Kita dibiayain untuk transport pp ke Tebet sama dapet cemilan. Asiikkk... Jadi di sana, Try terpilih memerankan sporty girl , sementara Putri jadi super girly dan gue si sexy smart. HAHAHAHA... Sumpah jijik banget meraninnya. Cuma Try yang menikmati peran ini karena emang dia si gadis sport dari Lombok! Anyway , gue senang sekali melihat studio rental (untuk pertama kalinya) dan peralatannya. Untuk kamera, mereka pakai DSLR Nikon D7000 sama Canon 7D. Pulang shooting, kita makan di D’Cost Menteng Huis. Wiiihhh... Gue nggak nyangka makan di sini harganya terjangkau. Berlima makan ayam-sayur-tempe termasuk minuman habis sekitar Rp130.000,- Nasi boleh tambah, tempat bersih dan adem, sampai si Sueb nyeletuk, “D’Cost emang dibikin buat anak kost!” Oh ya, selain dapet job jadi talent , gue juga ngebantu anak FSP - Seni Tari ( Fakultas Seni Pertunjukan ) buat ngerjain tugas UAS-nya. Dia mesti bikin buku tentang olah tubuh. Gue jadi fotografernya dengan kamera seadanya, tripod minjem, dan lokasi di kampus. Hehe... Semoga hasilnya memuaskan ya. Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 9 November 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut.
- Tugas Pertama Membuat Film Pendek
Akhirnya tugas membuat film selesai :") Ini adalah salah satu alasan gue tidak post apapun last week . Tugas , tugas , tugas , kata itu yang memenuhi TL anak-anak kampus. Tugas pertama membuat film pendek berdurasi 2 menit dengan catatan: tidak ada moving camera , moving focus , dan editing . Mantap kan? Bayangin tuh shooting tanpa editing . Bener-bener mesti terkonsep supaya nggak salah dan nggak kelebihan durasi. Lah, kalau nggak diedit, lalu gimana cara menikmati videonya? Lucu memang. Jadi cara nontonnya bener-bener di- play satu persatu dari kameranya dan langsung di hadapan dosen. Untung gue dapet kelompok yang bisa saling melengkapi. Ada yang jago acting , jago camera , dan lengkaplah sudah. Gue sendiri kebagian di script sama storyboard . Ini contoh storyboard -nya. Ini cuma 1 dari 3 halaman storyboard yang dibuat. Total shot aslinya 24, tapi karena ada beberapa kesalahan teknis, jadi hasil filmnya nggak 24 shots . Beberapa angle juga berubah ketika shooting di tempat. Komentar dari dosen sih, angle -nya kurang variatif. Film pendek ini berjudul "Panik", yang develop ide sama basic story -nya si Aron. Terus gue bikin storyboard -nya. Kita pake kamera Canon 600D TomJon buat shooting , dibantu juga sama Benny. Sementara bagian artistik dan astrada adalah Ian. Kelompok ini dipilih sama dosen, bukan pilih sendiri dan gue bersyukur dipertemukan dengan orang-orang yang mau bekerja. Haha.. Soalnya banyak sih yang kuliah tapi nggak niat kuliah. Kalian bisa tonton hasil yang sudah gue edit di YouTube. Oh iya, beberapa waktu lalu gue sempat berkunjung ke kosan di daerah Sentiong. Kosannya luas banget dan ada balkon. Inilah beberapa wajah anak FFTV'12 setelah pulang ngampus: Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 27 Oktober 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut.
- Tugas Kuliah: Bikin Kaluja
Pernah dengar pinhole camera ? Ini dia salah satu penampakannya. Ini bikinan gue sendiri. Ini bukan sembarang kaleng bercat oranye, Bro. Ini kamera, atau lebih tepatnya kamera lubang jarum! Kamera Lubang Jarum (KALUJA) adalah kamera sederhana yang memanfaatkan sinar matahari untuk menangkap gambarnya. Untuk membuat kamera ini dibutuhkan cinta, pengorbanan, niat dan waktu yang cukup. Pasalnya lensa kamera ini nggak bisa sembarangan dibuat. Perlu pakai darah dan doa! Gue akan menjelaskan cara membuatnya: Siapin kaleng sebagai kamera ( gue pakai kaleng rokok ). Lobangin tengahnya pake bor dan haluskan lubang bagian dalam kaleng. Amplas bagian dalam kaleng supaya pas di-pylox hitam bisa nempel. Tutup kaleng dikelilingi lakban hitam supaya pas ditutup makin erat dan gelap. Pylox juga bagian dalam tutup kaleng. Sekarang kamera lo siap dan bagian dalamnya gelap, mari persiapkan lensa. Beli kaleng minuman, misalnya 7up . Potong, ambil sebesar 3cm x 3cm. Amplas sampai hilang semua catnya. Amplas lagi bagian tengahnya sampai super tipis. Bagian tengah ini harus super tipis, nggak boleh bengkok, penyok dan robek. Susah kan? Itu aja udah makan waktu 1 harian. Next: Letakkan lensa lo di atas kaca, lubangin pake jarum. Lubang harus super kecil ( jangan napsu lobanginnya ). Setelah itu tempel di depan lubang kamera dengan lakban. Buat penutup lubang lensa dengan lakban lagi. Setelah kamera siap, saatnya menuju kamar gelap! Masukkan kertas foto ke dalam kamera, dengan bagian mengkilap menghadap ke lubang lensa. Tutup kamera rapat-rapat, pastikan tidak ada cahaya masuk ke dalam kamera. Kemudian mari mengambil gambar! Foto di bawah ini salah satu hasil dari kamera gue. Yah agak cacat karena kurang cahaya. Saat itu lagi mendung. Gue udah tinggalin dia selama 1.5 menit tapi ternyata kurang kayaknya. Foto di bawah ini bener-bener pas lagi terik. Jadi cuma butuh 30 detik dan HOPLA! Jadi! Eh, oh ya gue lupa bilang untuk melihat hasil foto lo mesti balik ke kamar gelap terus cuci pake developer, stop bath, dkk. Ribet emang. Makanya kuliah di IKJ :p Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 27 Oktober 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut.
- Tugas Kuliah Dasar Seni Fotografi: Photogram
Ini dia tugas Dasar Seni Fotografi yang pertamaaa! TAADAAA... Apaan sih itu? Photogram adalah teknik membuat gambar tanpa menggunakan kamera. Sumpah, gue nggak bohong. Itu bikinnya nggak pake kamera. Cuma butuh kamar gelap, sinar dan beberapa cairan kimia aja. Bikinnya per kelompok. Jadi pertama kita dibagiin kertas foto, terus di dalam kamar gelap itu lampu harus dimatikan. Yang boleh nyala cuma safe light ( lampu warna merah ). Di dalam kamar gelap ada enlarger . Alat ini yang akan menyinari kertas foto kita dalam hitungan waktu tertentu. Cara kerjanya kita tinggal taruh kertas foto di bawah sinar, susun benda yang mau disinari, terus atur waktu penyinaran, terakhir tinggal nyalain lampunya. Kalau sudah disinari di enlarger, kertas fotonya kita masukin ke cairan kimia. Namanya developer , stop bath sama apalagi gitu deh. Males gue jelasinnya hahaha... Tapi intinya seru tapi bau! -_- Karya ini gue kasih judul "Headstab". Cailah. Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 16 Oktober 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut.















