Petualangan Sherina Menuju Kota Impian
- Caecilia Sherina
- 24 Sep 2024
- 7 menit membaca
Diperbarui: 26 Sep 2024
Akhirnya aku berangkat juga ke Jerman setelah melalui kisah dan perjuangan yang panjang. BTW, kamu bisa ikuti kisahku di post-post sebelumnya (tinggal klik judul post di bawah ini):
Oke, mari kita mulai petualangannya!
Sabtu, 21 September 2024
Pagi-pagi aku final packing and rechecking segala hal, termasuk menghitung kembali beban koperku agar tidak melewati batas 30 kg. Konyolnya, saat aku sedang menidurkan si koper di atas timbangan, handle koperku patah membawa beban 27 kg tersebut. Aku langsung ngakak dan yakin betul bahwa perjalananku (sendirian) ke Jerman kali ini akan membawa banyak kisah lucu.
Aku langsung pesan handle baru yang mirip-mirip dari Tokopedia, kirim instan ke rumah dan minta tolong Pak Edwin pasangin, sambil aku sibuk memilah-milah barang yang mau dibawa. Tidak ada waktu mengurus garansi koper atau pun membawanya ke tukang reparasi, karena aku nggak mau repacking. Jadi opsi minta tolong Pak Edwin adalah pilihan terbaik.

Selesai perkara koper, aku menghabiskan sisa waktuku di Indonesia bersama keluargaku dan Pak Edwin. Makan siang di Bornga dan makan malam nasi goreng Solaria hehe, senang.
Malamnya, aku berusaha untuk tidur, tapi masih kesulitan. Akhirnya kuputuskan untuk nyanyi-nyanyi saja sampai lelah. Eh, bukannya lelah, lagu-lagu yang kunyanyikan malah membawa kilas-balik memori masa lalu yang akhirnya membuatku menangis meraung-raung. Rasanya seperti perpaduan antara lega dan perih.
Bagi kalian yang baru baca blog ini, FYI aja alasanku ke Jerman didorong oleh peristiwa gagalnya pernikahanku lantaran mantan calon suami selingkuh, meskipun pada akhirnya, keputusan untuk pindah memang sejalan dengan impianku sejak lama untuk S2 di luar negeri.
Minggu, 22 September 2024
Tepat jam 2.30 subuh kami semua bangun untuk mengantarku ke bandara. Ada papi, mami dan Pak Edwin ikut. Jalanan tentu saja sepi dan aku pun tiba di bandara dengan cepat. Tidak ada tangis lagi di antara kami. Semuanya sudah kekeluarkan.

Perpisahan kami singkat. Begitu check-in bagasi selesai, aku antarkan mereka kembali ke mobil, pelukan dan goodbye. Lalu aku kembali masuk dengan riang ke ruang boarding. Naik pesawat Singapore Airlines, transit di SG, dan lanjut ke Frankfurt.
Di sinilah awal kekonyolan dimulai.


Bagasi Ketinggalan
Pesawat ke Frankfurt delay 1 jam, membuatku gugup lantaran aku sudah booking tiket lanjutan naik kereta Deutsche Bahn (DB) ke Ulm. Bagaimana kalau waktunya terlalu mepet dan aku ditinggal kereta??? Mana tiketnya nggak bisa reschedule ataupun refund pula, soalnya aku beli yang paling murah.
Akhirnya di bandara itu aku panik banget. Begitu sampai, aku langsung ngibrit menyelesaikan urusan imigrasi, ambil bagasi dan cus ngibrit lagi ke stasiun kereta bandara. Sialnya, aku lupa ambil 1 lagi bagasiku yang isinya portable trolley. Ukurannya kecil dan ringan, dan tidak pernah kupakai sehari-hari, jadi aku lupa total mengenai 1 barang yang telah dititipkan mamaku itu.
Aku kesel banget karena lupa, tapi tidak bisa lagi kembali ke bandara untuk mengambilnya. Posisiku saat itu sudah capek banget bawa koper 30kg, ransel 8 kg, dan tas laptop 3 kg. Belum lagi waktu telah menunjukkan pukul 20.00 di mana sebentar lagi keretaku akan berangkat.
Salah Stasiun Kereta
Bagi aku yang belum pernah tinggal lama dan kurang paham mengenai sistem per-kereta-an di Jerman, tentu naik kereta sendirian bukanlah hal yang mudah. Di bawah ini adalah potongan tiket yang sudah aku booking dari lama, dengan informasi yang sangat minim.

Tertulis di atas bahwa aku perlu naik S-bahn dulu, dengan nama kereta S8 dari bandara Frankfurt ke Mainz Hbf di jam 9 malam. Waktu saat itu menunjukkan pukul 20.30 malam. Karena panik, aku telepon kakakku yang tinggal di Berlin. Siapa tahu dia bisa bantu.
"Kak, di tiket tertulis naik S8 di Gleis (peron) Regio 3. Tapi di sini nggak ada tulisan Reggio, cuma ada angka 3 aja gitu. Maksudnya gimana sih?"
"Coba tanya orang di situ aja, Rin." Ternyata kakakku juga kebingungan.
Akhirnya aku beranikan diri untuk tanya seorang petugas, tapi sialnya, aku salah sebut stasiun tujuan! Harusnya aku tanya arah ke Mainz Hbf, tapi aku malah tanya arah ke Frankfurt am Main Hbf. FYI aja, ini adalah 2 stasiun yang berbeda meskipun namanya mirip-mirip! (Hbf. adalah singkatan dari Hauptbahnhof yang artinya adalah stasiun utama.)
Karena salah ucap, akhirnya aku diarahkan naik S9 di Gleis 1 arah Frankfurt am Main Hbf. Padahal kereta yang aku beli itu dari Mainz. DAN BODOHNYA CECIL IYA-IYA AJA.
Aku bener-bener nggak sadar kalau aku salah tujuan sampai nanti aku tiba di kereta. Jadi dengan percaya dirinya, aku bawa bagasi yang berat itu naik S9 ke Frankfurt am Main Hbf. dan mengira bahwa aku masih punya banyak waktu untuk beli makan.
Untungnya, saat sedang lihat-lihat makanan di kafe, aku merasa tidak nyaman dan berpikir, "Kok rasanya males makan ya? Apa aku cari dulu aja keretanya sekarang ya?"
Mengikuti tulisan di tiketku yang katanya kereta ICE 695 akan berangkat jam 21.42 dari Gleis 5 a/b, aku berjalan cepat mencari peron tersebut. Dan tiba-tiba langkahku terhenti di peron 6. Aku lihat ada kereta dengan tulisan ICE 695.

"Itu kan keretaku? Kok ada di peron 6 dan kok jadwal keberangkatannya jam 21.10? Bukannya jam 21.42? Bingung dah," pikirku dalam hati.
Tapi karena itu keretaku, jadi ya aku pikir naik ajalah. Bodo amat dia mau berangkat jam berapa. Nah, kebetulan pas aku mau naik itu, keretanya pas sudah mau berangkat. Jadi alarm kereta bunyi dan semua pengunjung lari buru-buru masuk. Aku jadi ikutan lari, tapi bayangin dong lari dengan koper kayak apa susahnya?
Belum lagi, kereta apinya itu lebih tinggi dari stasiunnya. Jadi harus angkat koper naik tangga. Ya Allah, gimana caraku angkat beban 30kg kayak gini? Karena aku nggak kuat angkat kopernya, akhirnya aku bikin macet untuk orang-orang di belakangku. Tapi aku beruntung, seorang mas-mas dari belakang bantuin aku naikin koper ke dalam kereta. Aku langsung bilang thank you ke dia dan lanjut mengantre masuk di dalam (area jalan di kereta itu sempit banget, jadi pasti antre kalau mau keluar-masuk).

Kelihatan kan di foto betapa hebohnya barang-barangku? Hahaha... Gila aku capek banget. Tapi kekonyolanku belum selesai sampai di sini.
Belum Reservasi Kursi
Satu hal lagi yang aku nggak tahu adalah, ternyata beli tiket kereta Deutsche Bahn itu belum termasuk kursi. Artinya, kamu perlu reservasi kursi jika kamu tidak mau berdiri, atau kalau beruntung nyolong kursi kosong.
Nah, aku kan nggak tahu soal itu. Jadi waktu beli tiket, aku sengaja nggak reservasi kursi karena aku mau murah. Harga reservasi itu sekitar ā¬5-6 dan itu lumayan buatku yang hidupnya pas-pasan.
Akhirnya setelah aku tanya petugas dan paham situasinya, aku berdiri di dekat pintu karena aku tidak menemukan kursi kosong (sebenernya ada, tapi kursinya tuh dua-dua gitu, jadi sungkan minta izin duduk di sebelah orang asing). Dan di depan pintu itu ada layar yang memperlihatkan stasiun-stasiun yang dituju.


Dan di titik itulah aku baru paham bahwa aku salah stasiun kereta. Lebih tepatnya, aku berada di stasiun yang salah tapi di timing yang tepat, sehingga aku HOKI ABIS nggak ketinggalan kereta. Ngakak nggak tuh?
Kereta pun akhirnya tiba di Mainz Hbf pada jam 21.42 sesuai jadwal yang tertulis di tiket. Tapi Cecil yang bodoh ini sudah naik duluan dari stasiun Frankfurt am Main. š¤”
Tiba di Kos Baru!
Setelah tiba di Ulm, aku lanjut naik taksi menuju kos atau istilahnya WG dalam Bahasa Jerman. Aku tiba sekitar jam 12an malam, jadi udah capek parah. Untungnya vermieter (penyewa) aku adalah bapak-bapak yang baik hati. Dia tungguin aku di depan rumah dan bantu angkat koperku masuk ke kamar.

Seperti ini situasi kamar saat aku tiba. Relatif bersih, namun banyak sarang laba-laba karena jendelanya terbuka. Dan yang bikin aku kecewa-tapi-tidak-kaget adalah kasur yang benar-benar hanya kasur. Tidak ada bantal, sprei maupun selimut.
Untungnya aku sudah diperingatkan kakakku soal ini, jadi aku sudah prepare dari rumah. Aku langsung bongkar tas untuk ambil bantal, selimut dan sprei yang sejujurnya tidak pernah kusiapkan untuk momen ini tapi entah kenapa timing-nya pas.
Bantal lipat ini dulu kubeli untuk jadi kasur anjing. Bentuknya kecil, portable, bisa dilipat dengan zipper, gampang dibawa. Selimutnya aku beli berbarengan dengan si bantal. Keduanya aku beli di Ace Hardware Bali zaman dulu banget. Terus spreinya masih baru, aku beli waktu pindahan dan belum sempat terpakai. Hoki lagi, ukurannya pas 120cm dengan kasur yang sekarang.
Hanya satu yang aku lupa: peralatan mandi! Aku lupa bawa sabun dan shampoo. Hahaha... Akhirnya aku nyolong sabun cuci tangan aja buat bersih-bersih darurat. Lalu tidur di kamar baru dengan jendela terbuka.

Rasanya dingin, enak, kayak pakai AC padahal enggak. Temperatur malam di sini katanya mencapai 12°C tapi nggak terasa terlalu dingin karena insulasi rumah ini sangat baik. Atau mungkin aku terlalu lelah sehingga sudah tidak peduli lagi dengan hal lain?
Anyway, paginya aku disambut dengan matahari hangat dan sumpah demi Tuhan aku bersyukur banget akhirnya aku tiba di sini!!!

Pagi Pertama di Neu-Ulm
Hari pertama aku di kos, aku otomatis bangun jam 7 pagi (kayaknya kebiasaan karena anjingku suka bangun pagi). Tidak ada jet lag, hanya sisa lelah dari petualangan 24 jam yang kemarin. Aku beres-beres kamar, lalu bergegas beli sabun dan makanan di supermarket dekat rumah.
Oh iya, jangan lupa beli portable bidet. Fungsinya sebagai semprotan setelah buang air. Tahu kan kalau toilet di Eropa itu nggak ada semprotan airnya dan cuma pakai tissue? Nah, aku nggak suka itu. Jadi aku bawa botol kecil ini untuk di kos. BTW, barang ini bisa dibeli online di Indonesia maupun di Amazon Jerman.

Siangnya, vermieter datang lagi untuk tur keliling rumah dan tanda tangan kontrak sewa-menyewa yang isinya peraturan rumah panjaaaaang banget. Semuanya dalam Bahasa Jerman, dan aku hanya bisa menjawab terbata-bata. Tapi intinya aku paham: hidup yang bersih, jangan rusakin rumahnya, jadi ya sudahlah. Bukan persoalan sulit buatku.
Agak sore, aku memberanikan diri pergi ke supermarket yang lebih jauh (sekitar 2,5km atau 36 menit jalan kaki) untuk membeli sim card LIDL dan keperluan sisa yang aku lupa beli. Lumayan gengs, jauh banget jalannya. Tapi happy karena kotaku agak mirip-mirip Bali. Hehe... Aku suka perpaduan antara desa dan kota, tenang tapi juga tidak begitu sepi.

Demikian kisah pertamaku di Jerman. Semoga aku semakin betah dan tidak perlu kembali lagi ke Indonesia!
Comments