
Search Results
174 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Tugas Kuliah Dasar Seni Fotografi: Photogram
Ini dia tugas Dasar Seni Fotografi yang pertamaaa! TAADAAA... Apaan sih itu? Photogram adalah teknik membuat gambar tanpa menggunakan kamera. Sumpah, gue nggak bohong. Itu bikinnya nggak pake kamera. Cuma butuh kamar gelap, sinar dan beberapa cairan kimia aja. Bikinnya per kelompok. Jadi pertama kita dibagiin kertas foto, terus di dalam kamar gelap itu lampu harus dimatikan. Yang boleh nyala cuma safe light ( lampu warna merah ). Di dalam kamar gelap ada enlarger . Alat ini yang akan menyinari kertas foto kita dalam hitungan waktu tertentu. Cara kerjanya kita tinggal taruh kertas foto di bawah sinar, susun benda yang mau disinari, terus atur waktu penyinaran, terakhir tinggal nyalain lampunya. Kalau sudah disinari di enlarger, kertas fotonya kita masukin ke cairan kimia. Namanya developer , stop bath sama apalagi gitu deh. Males gue jelasinnya hahaha... Tapi intinya seru tapi bau! -_- Karya ini gue kasih judul "Headstab". Cailah. Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 16 Oktober 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut.
- Workshop Visual: Struktur Film
Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 1 Oktober 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Hari ini gue akan sedikit berbagi soal STRUKTUR FILM. Jumat (09/28) lalu mata kuliah gue adalah Workshop Visual . Di sini kita diajarin dasar untuk praktek bikin film. Tugas pertama kita adalah membuat film 2 menit tanpa moving camera, moving lens , dan dialog-monolog. Tapi sebelum lo membuat film, perlu tau nih strukturnya: SHOT Gambar yang direkam oleh kamera. Durasi bebas. Intinya selama kamera masih recording , dan nggak lo stop, that is one shot . SCENE Kumpulan shot dalam satu lokasi mayor, contohnya di kamar mandi, ruang tamu, dll. Jadi kalau udah pindah lokasi, berarti sudah ganti scene. SEQUENCE Kumpulan scene . Berarti dalam 1 sequence bisa mengandung berbagai lokasi, asalkan scene tersebut masih berkesinambungan. Kalau tiba-tiba udah ganti karakter sama cerita mah ya udah ganti sequence atuh. Analoginya seperti ini: Kata membentuk kalimat, dan kalimat membentuk paragraf. Jadi kalau kita aplikasikan ke struktur film, jadinya: shot membentuk scene , dan scene membentuk sequence . Itu tiga hal penting yang orang perlu tahu sebelum bikin film. Kenapa? Soalnya ketika lo mau bikin skenario atau script , lo nggak ngerti beginian, script lo bakal sulit dimengerti crew yang lain. Kalau mau dibahas lebih dalam lagi, maka kita akan membicarakan angle shot . Ada 3 jenis shot: high, low, and eye level . Masing-masing memiliki tujuan, nggak cuma karena estetika. Kalau lo mengambil high shot pada manusia, maka lo akan menggambarkan bahwa manusia tersebut besar, bangsawan, hebat, berkuasa. Kalau low shot , berarti si manusia tersebut kecil, lemah, tidak berdaya. Sementara eye level memberikan kesan kesetaraan dan keintiman antara cast dengan penonton. Gue menjelaskannya pake bahasa gue sendiri nih, kalo mau disanggah, silakan. Kan masih MABA (mahasiswa baru) sotoy, hahaha...
- Awal Kuliah di IKJ Tahun 2012
Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 16 September 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Mungkin di pikiran lo, "Wah, baru masuk kuliah udah punya temen banyak bener!" Sebenernya nggak tepat sih. Meskipun kita udah foto bareng, tapi gue belum akrab. Gue bahkan lupa sebagian besar nama mereka. Hahaha... Parah deh jahat bener gue. Ya mereka itu 1/4 dari kelas A di IKJ. Jadi untuk FFTV ada sekitar 180 orang dibagi ke 3 kelas: A, B dan C. Per kelas juga sekitar 60 orang, dan gue termasuk anak kelas A (anak kelas pagi). Kalo kelas B itu biasanya jadwal siang, C sore. Tapi ya nggak selalu begitu juga sih. Yang paling mengejutkan buat gue adalah... gue satu-satunya wanita Katolik di FFTV 2012! Sepertinya begitu karena kemarin pas kelas agama, dari FFTV cuma gue ceweknya, dan sisanya adalah 5 orang laki-laki berambut panjang kayak Angling Dharma* . Eh, temen gue ada yang ganteng loh. Aduh sumpah itu wajah... Pendekar banget! Ganteng 'dah bener, nggak bo'ong. Bukan ganteng-ganteng Korea gitu. Ini kegantengan pria Jawa sejati. HAHAHAHA... *Untuk kalian yang tidak tahu, Angling Dharma adalah serial TV kolosal zaman baheula, yang pemain utamanya adalah pendekar berambut panjang. "Udah, udah, cukup soal itu, terus komentar lo soal perkuliahan gimana?" Menurut gue seru. Banyak mata kuliah yang menarik kayak dramaturgie, etc. Itu pelajaran yang abstrak dan gue masih meraba-raba untuk memahaminya. Dosen-dosen IKJ juga seru, boleh dipanggil mas, abang, pak, bahkan om! Kecuali yang cewek ya panggil ibu, mpok, atau kak. Buku referensi sementara ini sih nggak sulit. Gue berhasil dapetin ebook " Film Art: An Introduction by David Borwell & Kristin Thompson" , terus buku-buku Bahasa Indonesia kayak Oidipus juga bisa dibeli di toko buku kecil depan XXI TIM. So far , semua aman terkendali. Kecuali satu: BELUM PUNYA LAPTOP DAN INTERNET!!! Duh! Beneran deh nggak bisa gue hidup tanpa laptop dan internet! Susah!!! Mau belajar susah, mau riset susah. Nyebelinnya lagi IKJ sedang dalam renovasi jadi perpustakaan tutup. Terus gimana gue mau riset tanpa internet dan buku?! Mungkin lo bertanya, "Riset apaan dah lo? Belaga bener." Nah, jangan salah, meskipun jurusan gue seni Film, kedengerannya tinggal belajar acting and camera , tapi faktanya gue mesti belajar sejarah, sosiologi, dan sedikit antropologi. Fisika, Kimia, Matematika juga nggak lepas dari jurusan ini, karena itu perlu buat teknik mencuci film, kamera, dll. GALAU Kesulitan berikutnya adalah ketika lo ditanya, "Masuk IKJ mau jadi apa?" Jujur aja gue belum bisa jawab kemarin-marin. Tapi setelah ditanya dan dipaksa terus, maka gue sudah menimbang-nimbang dari segala aspek dan jawabannya adalah... FILM EDITOR. Hehehe... SENIORITAS Pada tahun 2012, ospek sudah ditiadakan sejak beberapa tahun sebelumnya. Ini adalah upaya kampus memberantas senioritas dan perundungan yang tiada tujuan. Tapi bukan berarti, kampus ini akhirnya bebas senioritas. Untungnya, gue nggak pernah mengalami bullying ataupun pengalaman nggak enak selama berkuliah di IKJ. Mungkin karena gue sendiri selalu menghindari situasi-situasi yang tidak jelas, seperti nongkrong malam-malam atau minum-minum. Ditambah lagi, karakter gue yang outspoken , atau berani nyolot (kalau emang bener), bikin orang jadi segan sama gue dan males berurusan karena gue dianggap ribet atau nggak asik. Kabar buruknya, temen gue jadi nggak banyak. Tapi buat gue, kualitas selalu lebih penting daripada kuantitas. Jadi ya udah nggak apa.
- Hari Terakhir Bekerja di Stasiun Televisi
Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 3 September 2012 saat saya masih berusia 18 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Hei , gue sudah resmi berhenti bekerja nih. Jumat kemarin hari terakhir gue, sekarang udah September ya... Saatnya membereskan kamar kos! Tapi sebelumnya, yuk mari gue tunjukkan ruangan kerja gue kayak apa! Ini dia meja kerja gue. Bukan punya gue sendiri sih, gue share sama senior juga. Biasanya gue shift pagi, pulang sore dan dia shift siang, pulang malem . Kebayang nggak tuh kalau siang sering tabrakan jadwalnya, pas gue lagi pake, dia juga mau pake. Jadi gue suka tergusur karena masih junior. Berikutnya! Ini dia meja produser sama editor yang lain. Rame banget ya? Produser gue hebat nih ngurusin tiga tayangan. Setiap hari dia masuk dari pagi-malem. Sadis kan? Gue aja yang 9 jam udah mati kebosenan, apalagi dia yang dari jam 9 pagi sampai 10.30 malam? Dan ini adalah syuting gue yang terakhir Jumat (08/31) lalu. Ada yang tahu nama program acaranya? Hahaha... Gue rasa lo nggak perlu tahu deh. Gue bertugas sebagai penata aksara atau bahasa kerennya character generic . Gue nggak ngerti kenapa di kantor disebutnya "grafis". Grafis itu bukan profesi. Itu yang selalu bikin gue heran, tapi ya udahlah. Dari layar yang tadi, hasil recording akan dikirim langsung ke Master Control Room (MCR). Berhubung ini acara LIVE, maka kita yang di studio mesti aware kapan iklan berakhir. Itu makanya penting ada rundown juga. Di rundown udah ditulisin dengan jelas durasinya dari Opening Billboard (OBB) sampai bumper out . Tiap segmen udah dikasih jatah waktu supaya iklan juga punya durasi konsisten. Karena acaranya 1 jam (aslinya 40 menit + iklan), maka tiap segmen dikasih jatah 10 menit. As a CG, I should pay attention to what the host is talking about. Kalau dia lagi bacain alamat, maka gue harus naikin template alamat. Kalau udah mau iklan, maka gue mesti pasang bumper out dan seterusnya. Sementara switcherman yang mengatur gambar dari kamera mana yang bakal tayang. Terakhir, kayaknya lo perlu tau nih siapa senior yang paling sering ngerjain gue . Tiap hari ribut mulu ama gua (in a good way) . Dan senior itu tak lain dan tak bukan adalah KAK RINKA!!! Ini dia senior paling suka ngerecokin! Dia animator, duduknya di belakang gue. Kalau lu lihat layar di belakang ( PC-nya baru dinyalain ), itu layar komputer gue kerja. Sekian deh kisah bekerja di perusahaan televisi ini! Again , terima kasih atas pengalaman berharga ini, kakak-kakak senior dan perusahaan tempatku bekerja.
- Jadi Aktris di "Pink Jungle"
"Lo bisa akting?" Seorang pria berkacamata oranye dengan nama Viktor terlihat antusias menatap wajahku, membuatku gugup dan bingung karena tentu saja jawabannya adalah, "Nggak bisa." Tapi ia malah tersenyum dan mengangguk. "Oke, sip!" katanya, "Gue malah nggak suka dengan orang yang mengaku aktor, tapi nggak bisa akting. Ngomong-ngomong, peran lo di sini gampang kok." Aku bertambah bingung, tapi akhirnya kuiyakan juga tawaran itu. "Hmm.. gue jadi aktor?" Yah, kenapa nggak? Lagipula dalam festival film CinemadaMare ini, lebih penting bersenang-senang daripada serius memikirkan filmnya. Tepat hari Sabtu, harinya pengumpulan dan pemutaran film di balai kota Foligno. Aku dan Viktor gugup menunggu hasil pengumuman kompetisi mingguan CinemadaMare. Tapi semua teman meyakinkan kami bahwa mayoritas voting positif memilih film pendek ini. Kurang lebih pukul 1 pagi, para staff maju ke depan dan mengumumkan para pemenang. Ternyata, tepat seperti harapan. Pink Jungle memenangkan hati semua penonton dan keluar sebagai best film of the week. Viktor maju ke depan dan menarikku ikut, memelukku bahagia dan tertawa girang. Kita lanjut teriak kegirangan dan memeluk Cecile, Josip, Riccardo dan berbagai teman lain yang turut mendukung produksi film pendek ini. Sayang, hari itu Nikol dan Zahari sudah pulang ke negaranya. Lucu rasanya mengingat kembali hari pertama di Foligno, ketika Viktor, Nikol dan Zahari mengundangku masuk dalam tim kecil mereka. Ketiga teman ini datang dari Bulgaria, Viktor sebagai sutradara, Nikol DOP dan Zahari sebagai soundman . Mereka bertiga mengenalku sebagai editor, tapi mengajakku turut menjadi aktor. Saat mereka menunjukkan film Mystery Train (1989) dengan adegan sepasang Jepang dalam kereta, Viktor memberitahuku sambil tertawa, "Nggak, gue nggak milih lo jadi aktor karena muka lo Jepang. Nggak loh, serius." dan tentunya ia berbohong. Dan ketika ia bilang perannya gampang, itu juga bohong. *** Minggu itu di Foligno, aku mengiyakan 3 film untuk kukerjakan. Dua film membutuhkanku sebagai aktor, dan 1 lagi editor. Yang tidak kusangka, jadwalnya hampir bertabrakan. Setiap jam 5 sore hingga 3 pagi aku syuting bersama Viktor, dan jam 5 pagi hingga 2 siang aku syuting bersama tim Tea. Sehingga pada hari ke-4, aku tewas dijemput ambulans. Aku ingat waktu itu di sudut selokan setelah syuting, aku jongkok menyendiri. "Cil, lo nggak apa-apa?" tanya Zahari dan Viktor yang mulai khawatir. Tapi aku tidak sanggup menjawab banyak. Hari itu aku belum tidur, tidak sempat makan yang cukup, dan terlalu banyak menghisap Surya 16. Bisa kamu bayangkan betapa bodohnya dan beratnya hari itu. "Dia terlalu banyak merokok. Rokoknya gila," kata Josip menjelaskan. Akhirnya Nikol menelepon ambulans, sementara aku terpojok di selokan, masih berusaha memuntahkan entah apa yang ada di lambung. "Ambulansnya udah dateng!" "Cil, ini gue nggak tau teh apaan, tapi gue bilang temen gue sakit dia butuh teh! Coba minum!!!" "Cil, lo bisa jalan?" "Cil?!" Satu persatu teman datang melihatku khawatir, selagi aku melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil ambulans. Di sisiku hadir pula staff yang setia membantu, Alessandro Altobello. Dia membantuku menterjemahkan Inggris ke Itali dan sebaliknya. "Tekanan darahnya baik-baik saja, apakah dia yakin mau ke dokter? Kami rasa dia hanya butuh istirahat dan bersenang-senang." kata salah seorang perawat dalam mobil sambil tertawa terbahak-bahak. Alessandro pun turut tertawa, menasehatikan karena terlalu keras bekerja. Aku merasa bodoh. Tentu saja, aku hanya butuh istirahat dan 1 sachet Tolak Angin. Ngapain aku minta dipanggilkan ambulans?! Selanjutnya yang kuingat, mobil itu pun melaju pergi dan aku meminta maaf pada seluruh teman dan staff yang jadi repot. Nikol, Zahari dan Viktor tertawa dan memarahiku, "Berhenti meminta maaf! Kita yang harusnya minta maaf bikin lo sakit!!! Ayo sekarang makan, lo mau makan apa?" Kami semua duduk bersama di sebuah restoran mewah outdoor dengan gelas wine . Aku memesan spaghetti carbonara , dan yang lainnya memesan menu Italia yang asing kudengar. Sambil tertawa terbahak-bahak, datang seorang penjual bunga menghampiri meja kami, menjajakan berbagai mawar dengan harga €2. "Oke, gue beliin lo bunga," kata Viktor masih sambil terngakak, "Mau warna yang mana?!" Anak-anak ikut ngakak dan tepuk tangan riuh. "Besok lo istirahat! Nggak usah syuting!" ujar Viktor seraya menyerahkanku setangkai mawar pink . "Nggak, kasihtau gue tinggal berapa scene ! Gue mau semua ini tuntas. Lo juga, Tea, besok jam 6 pagi lagi?" Tea tersenyum dan menyentil jidatku, "Gue atur lo syuting siang, biar lo bisa istirahat dulu." "Kita tinggal 1 scene kok! Jam 12 malam lagi, jadi lo bisa istirahat dulu," tambah Zahari. Oke, malam itu kami berjalan kaki kembali ke gym , tempat tinggal sementara kami yang jaraknya kurang lebih 2 km dari pusat kota dan lokasi syuting. Tentu saja aku berjalan sangat lambat, dan setibanya segera mencari Tolak Angin, berharap kepala ini berhenti berputar. "Gue mau bilang, gue bener-bener minta maaf bikin lo sakit. Jadi besok, lo syuting siang kan sama Tea?" tanya Viktor yang rupanya benar-benar merasa bersalah. Sialnya, sesaat sebelum pertanyaan itu, Tea mengubah jadwalku kembali ke jam 7 pagi. "Jadi lo mesti bangun pagi lagi?! Sialan si Tea, gue kan udah bilang ke dia kalau dia nggak boleh bangunin lo pagi-pagi! Dan lo! Lo pasti iya-iya aja! Lo tuh kalau nggak bisa bilang, 'Nggak bisa!'" Viktor terlihat marah, "Sekarang lo pilih, lo suruh Tea atur ulang jadwalnya, atau gue kirim pesan mati ke Tea." "Hah?!" "Gue serius, gue akan kirim surat mati ke dia, biar dia sadar!" "Ah, lo bercanda kan. Udah ah, gue nggak apa-apa. Ini bukan salah Tea." Viktor pun pergi dengan wajah masam, dan aku nggak paham kenapa ia harus marah (ketika ia juga menjadi salah satu penyebab lelahnya diriku). Pagi berikutnya berjalan baik, aku selesaikan semua syuting, dan aku sangat menikmati pengalaman baruku menjadi aktor. Ada satu scene di mana aku akan ditangkap oleh polisi, dan menariknya mereka benar-benar polisi setempat. "Lo bayangin, kalau lo bakal ditangkap polisi, lo bakal ngapain? Gue nggak akan kasihtau ke polisi itu akan apa yang lo lakukan. Pokoknya mereka akan berusaha menangkap lo," ujar Viktor menjelaskan sambil ceikikan mundur ke belakang kamera. Tentu saja, aku tidak bisa akting sempurna. Sepanjang scene melarikan diri dari polisi itu, aku menahan ngakak luar biasa. Setelah selesai syuting, aku segera memulai editing 2 film yang harus dikumpulkan Sabtu jam 6 sore. Waktuku tinggal 2 hari. Sebenarnya aku tidak yakin bisa menyelesaikan tepat waktu, tapi Viktor memang benar, aku terlalu pengecut untuk mengatakan, "Nggak bisa." Dua film yang harus kuedit ini memiliki tingkat kesulitan yang lumayan, yang pastinya nggak bisa diselesaikan hanya dalam 20 jam. Apalagi ada persyaratan setiap film harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Itali. Nyam, makan tuh syarat! PR banget harus bikin subtitle di film 10 menit yang isinya penuh dialog. Hari terakhir editing , Viktor mengawasiku ke manapun ku pergi, dan ikut melihat bagaimana kelompok yang lain menegurku karena belum juga selesai mengedit film mereka. Ada rasa sakit dan kesal saat mereka memojokkanku, dan tidak sama sekali mencoba mencari solusi bersama. Mungkin mereka pikir, mengedit itu hanya sebuah pekerjaan cemplang-cemplung video ke timeline dan menempel, tanpa perlu memanaskan otak. Karena gerah dengan orang-orang tersebut, kuserahkan film itu ke mereka dan pindah keluar. Terserah mau mereka jadikan apa, aku sudah lelah memikirkan film yang komposisinya berantakan dan suaranya hancur lebur ini. Kebetulan ada Josip yang akan mengisi musik dalam film Pink Jungle , ia mengajakku dan Viktor merekam suara di gereja, tempat kami syuting sebelumnya. Kami pun setuju. Siang itu pintu gereja terbuka lebar, kosong, tak ada siapapun dan kami masuk dengan gembira. Josip dan Viktor segera merekam musik langsung dari clarinet . Sementara aku merebahkan diri sebentar di bangku umat, terlelap sekitar 15 menit. Setelah mereka selesai, aku pun bangun dan melanjutkan editing . Kami duduk di salah satu bangku dengan stop kontak menganggur. Lucu rasanya, sudah lama tidak ke gereja, akhirnya datang juga tapi malah ngerecok . "Tau nggak, gue baru pertama kali masuk gereja," bisik Viktor sambil membuka-buka buku Puji Syukur berbahasa Itali dan berusaha menyanyikannya asal. Aku tertawa, sambil waswas mengawasi apabila kami akan diusir. Sebetulnya ada seorang bapak pengurus yang mondar-mandir menyalakan lilin dan mempersiapkan buku di meja. Aku curiga, hari itu akan ada misa berlangsung, tapi karena Viktor terus mengatakan tidak apa, maka kuurungkan niat untuk pindah. Ternyata benar, tak lama kemudian datang satu-persatu umat, duduk di tengah gereja dan memulai Novena Bunda Maria. Viktor tidak berhenti tertawa sambil menyapa umat yang datang satu persatu, "Ciao ragazzi, ciao ragazza!" dan aku tak kunjung berhenti mengeplaknya karena terlalu berisik. Seharusnya kami langsung keluar dari gereja, tapi aku terlanjur menekan tombol export yang ternyata membutuhkan waktu 1 jam 15 menit untuk memproses film pendek ini. Jam juga telah menunjukkan pukul 5 sore, aku gugup, aku pasti terlambat. Aku segera mengabari staff untuk meminta perpanjangan waktu. Untungnya diizinkan. Jam menunjukkan angka 5.30 dan seorang pastor memasuki ruangan. Aku semakin panik. Karena terlanjur exporting , maka aku dan Viktor mau tidak mau ikut menjalani misa, dan ikut menyanyikan lagu yang kami tidak pahami. Kami berdua cekikikan di sisi kiri gereja, sementara beberapa umat memelototi kami kebingungan, mungkin berpikir kenapa ada dua bocah aneh dengan celana pendek dan laptop tersambung ke stop kontak. Setelah exporting berakhir, aku langsung berberes dan lari keluar. Kami meluapkan seluruh tawa yang telah ditahan sejak siang tadi. Siapa sih orang gila yang mengedit filmnya di gereja saat misa berlangsung? Hari itu benar-benar gila, tapi belum juga berakhir. Setelah lari ke gym dan mengumpulkan film, aku masih merasa bersalah dan ingin membantu tim lain yang tadinya kutinggalkan. "Kalian butuh kubantu?" "Ya, ini nih, Cil, subtitle ." jawab Harry seraya berdiri meninggalkan entah-laptop-siapa dan seonggok film dengan subtitle berantakan. Harry meloyor pergi dengan riang. Hmm.. aku tertegun, aku jadi menyesal menawarkan bantuan, tapi ya sudahlah. Bersama Lucrezia dan Serena, mereka membantuku menterjemahkan Inggris ke Italia di sebuah laptop dengan Premiere Pro versi terbaru yang sangat membingungkan bagiku. Subtitle -nya berantakan. Aku nggak tahu bagaimana cara memindahkannya, dan kubiarkan saja seperti itu karena tidak ada lagi waktu membereskan. Tentu saja aku meminta maaf pada sang sutradara yang sudah pulang ke negaranya. Kujelaskan pada sang sutradara, bahwa filmnya memiliki terlalu banyak masalah, dan pada dasarnya memang bukan film yang bisa diedit dalam waktu 2 hari, apalagi dengan laptopku yang lamban ini. Perlu diingat pula bahwa tugas editor di sini bukan hanya menyusun cerita, tapi juga memperbaiki warna, komposisi, dan suara. Kuharap lebih banyak orang menyadari dan mengerti bahwa editor bukanlah pesulap instant . Jam menunjukkan pukul 7.30 malam, dan Serena sang staff marah besar padaku, "Ini tidak boleh lagi terjadi! Aku berbohong pada banyak orang demi menyelamatkan filmmu! Kalau Pak Direktur tahu, ia pasti sudah mendiskualifikasi filmmu." Sementara aku pusing menyelesaikan subtitle , Florin, pengurus kebersihan datang dan memakiku dalam Bahasa Itali yang kurang lebih menanyakan kenapa aku belum juga packing dan memasukkan tas ke bus. Aku adalah orang terakhir yang belum bersiap-siap hari itu. Packing belum, mandi belum, makan juga lagi-lagi terlambat. Sementara orang-orang yang terlibat dalam film itu, hanya bisa ikut memojokkanku karena kurang ini dan itu. Rasanya seperti masuk ke hutan dan tidak tahu jalan keluar. Dan tentunya kamu tahu, aku ingin sekali menangis sambil membanting laptop di depanku. Semua film akhirnya selesai dikumpulkan, dan aku berlari membereskan barang-barangku dengan asal. Di situ, Cecile dari Prancis dan Charbl dari Lebanon membantuku merapikan dan menggotongnya ke bus. Aku sangat berterima kasih pada mereka, khususnya pada Viktor yang juga diam-diam menyelipkan piadina di sebelahku. Piadina bentuknya seperti sandwich tapi versi Itali. "Gue masukin tomat, keju dan pesto. Enak nggak?!" teriaknya sambil menggulung sepuntung rokok di depanku. Aku tak kuasa menahan tawa dan haru. Kesal, sebal, senang dan sedih bercampur jadi satu. Sabtu itu mungkin akan menjadi Sabtu paling menyebalkan tapi ngangenin dalam hari-hariku di CinemadaMare. "Piadina-nya berantakan." jawabku pada Viktor sambil cekikikan, yang dibalas dengan wajah syok. "@#$@^%*^&!!! Lo emang ngeselin ya!!! Gue nggak akan nolongin lo lagi!!!" Viktor pun pergi dan berteriak, "You little piece of shit!" Tapi aku hanya tertawa terbahak-bahak. Hari itu kuketahui pula bahwa Viktor benar-benar mengirimkan surat ke Tea. Melalui pengakuan langsung oleh sang korban, Tea mengatakan bahwa hari itu jam 5 pagi, ia bangun dengan puluhan kertas di atas kasurnya. Tea yang baru bangun tentu tidak fokus membaca, tapi setelah lama ia pahami, kertas-kertas itu ternyata bercerita, meminta Tea untuk lebih memikirkan orang lain saat membuat jadwal, dan ditutup dengan pesan bahwa karma itu nyata. "Dia benar-benar memikirkan dirimu, Cil," sahut Tea tersenyum. Oh, manis sekali. Aku tertawa luar biasa, mungkin separuhnya terharu karena ada 1 orang gila yang memikirkan diriku dengan sangat.. aneh! Tapi aku tetap berterima kasih, dan aku akan mencoba untuk lebih baik padanya di minggu-minggu ke depan. Sejak Sabtu itu pula, aku mulai paham bagaimana CinemadaMare bekerja. Di sini, individualisme dan idealisme dijunjung tinggi. Meskipun awalnya semua orang ramah, tapi tidak semua orang benar-benar menyukaimu, apalagi peduli dengan dirimu. Mungkin memang sebaiknya kutinggalkan sifat naif dan simpati berlebih, khususnya kalau aku tidak ingin.. kembali masuk mobil ambulans.
- CinemadaMare 2018: Here I Come!
Sebagai filmmaker yang juga hobi traveling , aku seneng banget kalau kegiatan jalan-jalan bisa digabung dengan kegiatan membuat film. Nah, aku beruntung banget, tahun ini lolos seleksi untuk ikut Festival CinemadaMare ! Festival yang mengundang 100 filmmaker muda dari seluruh dunia untuk membuat film selama 3 bulan di 10 Kota Italia. Kamu juga bisa daftar di sini: https://www.cinemadamare.com/en/ Setiap kali aku cerita soal ini, temen-temen pasti nanya, "Itu acara gratis?" Acara sebenarnya gratis. Ada workshop membuat film, masterclass dari sutradara terkemuka, dan kompetisi-kompetisi kecil setiap minggu untuk memperebutkan tiket masuk Festival Film Internasional Venice. Namun, acara ini hanya menanggung akomodasi sederhana dan transportasi selama di Italia. Untuk pesawat Jakarta-Italia, konsumsi sehari-hari dan peralatan film, ditanggung sendiri. Jadi ya sebenarnya nggak gratis-gratis amat, tapi kalau dibandingkan dengan pengalaman dan koneksi yang akan terbuka, menurutku sih ini acara super! "CinemadaMare itu ngapain sih?" Dalam festival ini, para filmmaker muda diajak berkeliling ke 10 kota di Italia selama 3 bulan dan membuat film secara berkelompok. Berhubung bikinnya bareng-bareng, jadi dari awal pendaftaran sudah harus memilih mau menjadi apa (misalnya sutradara, editor, dst.). Setiap kelompok kemudian membuat film pendek minimal 12 menit dengan setting kota-kota terpencil di Italia. (Harapannya tentu meningkatkan pariwisata di daerah yang kurang terekspos, melalui film.) "LOH, LO BUKANNYA KERJA?! Cuti apa resign?" Nah, ini nggak kalah menarik. Tempat aku kerja (khususnya bos aku) sangat mendukung pegawainya untuk terus memperkaya diri. Berhubung Beliau tahu banget kalau aku ini lulusan film dan ngebet ke Eropa, jadilah diizinkan kerja jarak jauh. Jadi aku nggak cuti dan nggak resign . Parah kan enaknya?! "Gimana cara ikutan CinemadaMare?" Gampang banget, isi form di website https://www.cinemadamare.com/en/ , pilih durasi yang kamu inginkan (kamu nggak harus ikut full 3 bulan, boleh minimal 1 bulan) dan tunggu email balasan. Kalau sukses terkirim, pasti dibalas email. Kalau nggak sukses, ya coba aja isi lagi atau nyerah dan daftar tahun depan. Festival ini diadakan setiap tahun di pertengahan bulan Juni-September, jadi pas dengan UAS dan liburan kuliah! Yeay! "Gimana persiapannya?" Setelah kamu menerima surat undangan dari panitia, langkah yang perlu dilakukan adalah: Mengecek buku tabungan! Kalau mau bikin visa 3 bulan di Italia, jaga-jaga dalam rekening ada lebih dari EUR 30 x 90 hari = EUR 2,700 yang kalau dirupiahkan sekitar Rp43.899.051,00 dengan catatan: pemasukan konstan, konsisten, alias nggak dadakan. Mengecek paspor apakah perlu diperbaharui atau masih oke. Cari tiket pesawat murah untuk penerbangan ke Rome, Italy. Dalam kasusku, aku pakai poin bokap di Garuda Airlines jadi dapat diskon Jakarta - Amsterdam, lalu sambung pesawat murah EasyJet ke Roma. FYI Penerbangan di bulan Juni 2018 PP sekitar 12 juta (aku pakai poin bokap jadi Garuda 6 juta PP Amsterdam, tambahan 3 juta sampai Rome, pulang dari Venice). Beli asuransi perjalanan selama 3 bulan. Kemarin aku pakai AXA seharga Rp1.544.400,00 Membuat jadwal pembuatan visa di VFS Global Kuningan City, Jakarta. Nah, ini bikin jadwalnya hanya bisa untuk 1 hari di 2 minggu ke depan. Jadi kamu hanya bisa membuat janji di hari kerja Senin-Jumat dari jam 8 pagi sampai sore. Sebagai contoh, kemarin aku daftar di tanggal 7 Mei, dapat jadwal kosong di 18 Mei. Penuhi semua persyaratan pembuatan visa. Karena ikutan CinemadaMare, jadi daftarnya Visa Official Invitation , bukan turis. Bila ada keraguan mengenai persyaratan visa, langsung email VFS Global , jangan tanya teman, internet, ataupun aku. Daripada salah dan nangis bombay di Kuningan seperti pengalamanku, mendingan beranikan diri email dan telepon kedutaan! Setelah visa beres, siap-siap perlengkapan untuk membuat film di Italia! "Mahal juga ya ke Italia?" Iya, makanya aku baru berani daftar sekarang. Sebenarnya aku sudah tahu CinemadaMare dari zaman kuliah. Tapi waktu itu terkendala UAS dan finansial, jadilah aku hanya bisa gigit jari melewati festival ini tahun demi tahun. Akhirnya 4 tahun berlalu. Huhuhu... sungguh bersyukur sekarang secara finansial sekarang sudah mampu. Peralatan Yang Perlu Dibawa Peralatan yang ingin dibawa dapat ditentukan peserta masing-masing sesuai bidangnya. Berhubung aku kerajinan (dan pengen bikin vlog pribadi), jadi aku bawa: Kamera NIKON D3400 + lensa kit Lensa 55-200 mm lensa murah-meriah tapi lumayan :") Sound recorder Zoom H1 Laptop Macbook Pro 13" (Mid 2012) Memory 8 GB sudah ganti SSD baru 256 GB tapi nggak tahu kenapa sekarang slowing down , sepertinya harus direparasi lagi Mouse Logitech M331 karena silent click (damai sekali) Mi-Fi ANDROMAX M3Y untuk keperluan internet Aku akan coba seminimalis mungkin meski tetap membawa 1 backpack dan 1 koper kecil. Can't wait for June!
- Hadiah Ulang Tahun ke-24 Untuk Diriku Sendiri
Selamat ulang tahun untuk diriku yang ke-24 tanggal 23 Mei lalu! Aku menghadiahkan diriku sendiri dengan 3 tato di tangan kanan. Terima kasih pula kepada Larry Luthfianza yang mendadak pulang dari New Zealand dan tinggal bersamaku di Bali. Dialah yang memberikan inspirasi dadakan, "Eh, kita tatoan yuk?" Alhasil langsung aku hubungi Ezy dari Altar Tattoo di Canggu, bikin janji dan konsultasi dengan Derian Erlangga, si handpoke master . Katanya sistem handpoke ini tidak se-menyakitkan mesin. Aku langsung setuju, dan kuberikan mereka foto referensi desain. Hasilnya sebagai berikut: Fantastic Mr. Fox (2009) Si serigala dan No Face memang kurang mirip sih, mungkin karena handpoke (ditusuk-tusuk) dan kecilnya ukuran gambar, jadi lebih susah untuk akurat. Selain itu Derian juga bilang kalau dia bikin kecil-kecil, percuma, nanti malah nempel dan rusak. Katanya dalam beberapa bulan kulit akan mengerut dan gambarnya jadi lebih merapat. Kesimpulanku: kalau mau bikin yang kecil dan detail lebih baik pakai mesin. FYI, tato di jari itu sakitnya bukan main. Aku sampai teriak-teriak dan menitikkan air mata. Kalau pas di pergelangan sih nggak apa-apa. Kemudian proses pembuatan tato ini dimulai dari jam 5 sore dan selesai jam 10 malam. Lumayan ya 5 jam, pegel juga. Tapi tetap senang!!!
- Andien: Indahnya Dunia
"Begitu banyak hal yang terjadi di hidup kita, terkadang kita sampai lupa untuk berhenti sejenak dan bersyukur. Menginjakkan kaki ke tanah Jailolo, Ternate, Indonesia Timur, membuka mata saya akan arti keindahan dunia yang sebenarnya. Keindahan yang apa adanya, bersama orang-orang yang ramah pribadinya. Sungguh, INDAHNYA DUNIA itu terletak di dalam mata hati kita masing-masing. Terimalah persembahan saya, sebuah karya video klip official dari lagu INDAHNYA DUNIA. Selamat menikmati!" Andien Aisyah Directed by : Gianni Fajri Produced by : Annisa 'Abazh' Amalia and Bayu Gustian Seba Director of Photography : Bagoes Tresna Adji Assistant Camera : Putri Syabrina Production Manager : Dian Puspitasari Assistant Production : Nabadita Octovy Makeup Artist : Slam Wiyono Local Coordinator : Haris Atis and Abdullah Hi Sukardi Art Director : Liko Sukhov Assistant Art : Stevina Peni Stylist : Claresta Pitojo Editor and Colorist : Caecilia - The Organism Artist Management : Cita Kinarya Gemilang Special thanks to Djarum Foundation, Warga Bobanehena, Tuada, Gamtala, and Idamdehe Jailolo Senang rasanya dipercaya untuk mengerjakan project ini. Terima kasih aku haturkan paling besar untuk Bang Inal, selaku pemimpin The Organism yang telah memberikan hak penuh untuk berkreasi dengan stok shot ciamik dari Kak Ghyan dan Bang Bagoes. Draft pertamaku untuk Andien lebih mendayu-dayu daripada versi yang dirilis, yang saat itu ditolak oleh Kakak Ghyan lewat telepon, "Tolong kurangin dissolve !!!" katanya. Hari itu pula aku memutar otak, memikirkan cara agar music video ini tetap bercerita, berjiwa, dan bersatu dengan musiknya tanpa berusaha pretentious. Jujur, sebenarnya bingung. Apalagi pengalaman mengedit musik video baru.. satu kali (dan itu pun sebuah tugas kuliah!). Malamnya kuminta Bang Bintang (animator) untuk ikut menonton dan mengkritik draft dua. Sayang, dia bilang dia nggak paham ini video apa, nyeritain apaan, dan nggak nyambung sama lagunya. Fix, draft 2 aku pun gagal. Aku pulang ke kosan dengan lesu. Esoknya Bang Inal mencoba membuat draft 3. Itupun juga ditolak oleh Kak Ghyan. Maka aku pun meneruskan ke draft 4. Aku coba ulik lagi stoknya, susun ulang ceritanya, putar sini-putar sana, tukar shot ke sana dan ke sini. Voila! Semua orang (di kantor) menyukainya. Setelah mendapatkan approval dari Kak Ghyan dan Kak Abazh, video pun dilanjutkan ke tahap color grading. Di sini, lagi-lagi aku kebingungan lantaran pesan dari Kak Ghyan menakjubkan. Aku : "Kak Ghyan, ada referensi video/foto untuk warna Andien?" Ghyan : "Ada, tapi di otak gue doang. Belum ada yang bikin. Hahaha.. Udah lo jangan nyontek terus. Interpretasi sendiri sana." Aku : speechless Aku tertawa sambil meringis bacanya. Ya masalahnya interpretasi aku agak berbeda dengan brief di proposal. Hahaha... Tapi yasudalah aku coba warnai semampuku. Sorenya Kak Ghyan datang dan menceritakan sosok Andien yang beranjak dari wanita muda ke seorang ibu, sehingga ia ingin video ini dapat merepresentasikan transisi tersebut. Aku coba interpretasi filosofi tersebut ke dalam warna. (Setelah selesai berkutat dengan color grading , ada beberapa video yang kami tambahkan awan dan matahari karena langitnya wash out . Pekerjaan ini diselesaikan oleh aku, Bang Inal, Bang Bintang dan anak magang Daffa.) Akhirnya video pun dirilis Selasa (15/08) lalu di Galeri Indonesia Kaya bersama Andien, para sahabat setia Andien, Paviliun 28 dan komunitas tuna netra Bioskop Bisik. Acara launching ini sangat menarik karena di sana, kita tidak hanya berbagai bersama orang-orang terdekat, tapi juga berbagi dengan sahabat yang tidak bisa melihat. Indahnya Dunia dari berbagai perspektif, sebuah pesan dari Andien yang tidak kan pernah kulupakan :) Karya ini adalah karya terbaikku saat ini. Tapi aku yakin di kemudian hari nanti aku akan menjadi lebih baik lagi, dalam editing maupun dalam coloring . Maka sekali lagi aku ucapkan terima kasih kepada Bang Inal yang telah memberikanku kesempatan. Karena tanpa kesempatan, tiada arti punya kemampuan, and vice versa . Bagi teman-teman yang tertarik berbagi keindahan dunia dengan para tuna netra, yuk ikut menjadi relawan Bioskop Bisik di Paviliun 28!
- Keluarga Milenial
Ketika istilah 'milenial' semakin negatif lewat bertambahnya artikel yang mendeskripsikan generasi ini sebagai generasi serba instan, terburu-buru, dan mudah menyerah. Mungkin aku perlu bersyukur karena kritikan yang masuk pada diriku hanyalah, "Kamu keras kepala! (Dan terlalu keras bekerja!)" Yup, aku tidak merasa masuk dalam deskripsi milenial, meskipun secara kategori umur cocok. Hal yang membanggakan ini, kurasa berawal dari pola asuh orang tuaku yang luar biasa. 1. "Tidak ada kata 'tidak bisa' dalam kamus keluarga kita." Selama aku sekolah, aku sering merasa tidak percaya diri, dan ibuku pasti marah mendengarnya. Serius, ibuku galak banget. Dia pasti akan meyakinkanku bahwa dalam keluarga kami, tidak pernah ada kegagalan. Dan aku yang masih kecil saat itu terbeli oleh ceramahnya. Ketika aku sudah dewasa, aku sadar bahwa sebenarnya saudara dari keluarga besarku banyak yang gagal. Tapi cara ibuku memotivasi anaknya tetap bagus juga. 2. "Lebih baik banyak memberi daripada banyak menerima." Aku tahu persis betapa lelahnya ayah dan ibu bekerja untuk membiayai keluarga kami, membiayai keluarga saudara lainnya, dan membiayai orang tua mereka. Namun siapa sangka, bukan kebaikan yang mereka terima, malah kemalangan dan kesengsaraan yang didapat. Kalau aku perlu jujur, saudaraku banyak sekali yang sengaja menghancurkan bisnis keluargaku, menghancurkan mental orang tuaku, hingga mencuri cincin pernikahan mereka. Jadi aku sangat salut karena sampai hari ini mereka tetap baik, dan tetap memberi tanpa pamrih (pada orang-orang itu). Hal itu pun aku terapkan dalam hidupku, dan rupanya memang lebih damai banyak memberi daripada menerima. 3. "Jangan membuat celah untuk dihina." Aku paling benci kalau ayah-ibuku mulai marah hanya karena satu kesalahan kecil yang aku benar-benar tidak sengaja lakukan. Kemarahan mereka juga berlebihan, seakan-akan aku tidak pernah berbuat benar. Jadi aku tanya kenapa marah seperti itu, ternyata respon ibuku mengejutkan. "Tidak akan ada yang peduli dengan kebaikan yang sudah kamu lakukan, kalau satu hal kecil saja kamu salah kerjakan. Jadi kalau kamu ingin pujian, jangan membuat celah untuk dihina." Waktu aku kecil, aku cuma fokus di kalimat, "Tidak ada yang peduli dengan kebaikanmu," dan aku menangis sejadinya. Tapi mulai hari itu, aku lebih berhati-hati. Dan kurasa itu pula yang perlu kita lakukan: hati-hati dalam berkata dan bersikap. Karena nila setitik, bisa rusak susu sebelanga. 4. "Kita bukan orang kaya, tapi kita tidak mental miskin." Mental orang miskin menurut ibuku adalah istilah yang merujuk pada sifat minder (tidak percaya diri), meminta-minta (mengemis), dan norak saat melihat barang mahal. Waktu SMA, aku bersekolah di sekolah internasional. Waktu itu aku nggak sangka kalau lingkungan sekolah ini akan sangat-sangat-sangat berbeda. Semua temanku tajirnya tajir mampus. Kalau dulu di SMP aku masih masuk golongan anak tajir. Sekarang di SMA, aku masuk golongan ekonomi rendah. Aku kaget dan nggak paham dengan dunia mereka. Obrolan kita berbeda. Kebiasaan kita jauh berbeda. Aku pulang-pergi ke sekolah naik angkot, sementara temanku PP naik mobil mewah dan ada yang nggak pernah naik angkot (aku bangga telah memperkenalkannya pada transportasi publik) . Aku cerita ke ayahku kalau aku hopeless dengan pergaulanku, susah untuk berteman, dan aku rasa kedua orang tuaku mengerti apa yang aku hadapi. Pelan-pelan mereka mengupayakan pegawai kantor untuk mengantarku ke sekolah naik mobil. Butut dan sering rusak mobilnya, tapi lebih baik daripada angkot. Pelan-pelan, mereka juga mengupayakanku untuk bisa membeli pakaian yang lebih mahal. Dan mereka selalu memastikanku untuk tidak pernah malu akan diriku sendiri. Ya, aku sering pulang naik angkot; ya, aku beli seragam sekolah di Carrefour; ya, handphone -ku Blackberry Gemini bekas pakai ayahku. Secara materi aku kalah telak; tapi secara pengalaman hidup, mungkin lebih berwarna daripada mereka. 5. "Kerja jangan setengah-setengah dan jangan digampang-gampangin." Dan ini adalah pesan terakhir yang paling sering aku gunakan dalam situasi apapun. Tidak peduli seberapa lelahnya, menyebalkannya, seberapa kecilnya dan seberapa lamanya, hindari menyepelekan pekerjaan dan selalu berikan yang maksimal. Because it's okay, it might takes time, but it will come with a reward. Ketika kita mengerjakan sesuatu dengan baik, maka hasilnya akan baik dan orang yang menerimanya niscaya akan berbuat baik lagi di kemudian hari. Terima kasih, Mami dan Papi! (Aku menitikkan air mata sambil menuliskan post ini.) We used to live a difficult life. Tapi sekarang aku dan kakak-kakakku sudah bekerja, kita semua sudah mampu membalas kebaikan papi-mami meski sedikit demi sedikit. Mami sudah pensiun, sudah tinggal hepi-hepi nonton Uttaran , dan papi menikmati masa kerjanya dengan less pressure . Dari kelima nilai yang diajarkan orang tuaku, sebenarnya ada benang merah yang menarik, yakni hidup adalah p e r d j o e a n g a n . Lima hal di atas mengajarkanku untuk menjadi pejuang yang disiplin, percaya diri, tangguh, dan bertanggung jawab; bahwa segala sesuatu yang kuinginkan membutuhkan waktu, kerja keras serta kerja cerdas; dan aku menolak disamakan dengan deskripsi milenial yang negatif. Jadi sudahkah kamu menjadi milenial yang baik? Nilai apa saja yang kamu pegang sebagai prinsip hidup? Share your thoughts on comments! Special thanks to Tante Jasthi for making me realized about my family. You are also my family.
- New updates: Bali?
New updates about me? I just got my heart broken. I got heavy migraine every once a week (now I store so many pills for headache). I decided to resign from several of my jobs. I wanted to move to Bali. And if my plan doesn't sound crazy enough, I'm going to bring my doggies along. I am really excited about this road trip to Bali. I wish either my best friend or friends could join me, and we could stop by at several cities, before we got wasted in Bali. I'm really gonna bring my dogs to the beaches, and to hike some easy mountains perhaps, and we are going to have so much fun. But people keep asking about, "How is the job? Can you afford everything? Bali isn't cheap, you know." Uhm.. I got that sorted already. I have jobs here and there, a lot in fact, and it pays me well. Even if I lose some jobs, I could get a new one. I am very sure. If someone worries about my long-term career, actually nothing I've done is wrong. Whatever I'm doing right now, they are all useful for my future. So I have nothing to worry about. Oh yeah, I am also planning to travel Europe. Hopefully in 2018 it becomes real. I am also going to prepare my master degree. Going to take a French class. I gotta be honest, I have been dreaming about this for so long. Untuk itu aku sudah mengajukan resign ke kampus dan The Organism. Memang tidak enak sih resign (padahal belum satu tahun). Tapi mau bagaimana lagi, kayaknya aku memang tipe yang nomaden banget. Harus kerja yang bergerak dan berpindah-pindah, dan (satu lagi yang kupelajari) aku harus memegang jabatan tinggi atau jadi pemimpin. Hehe.. ini yang terdengar agak menyebalkan, but I'm not kidding. Aku terlihat bossy dan over-critical. Tapi sebenarnya bila dua kualitas itu dimanfaatkan, aku bisa jadi leader yang oke. I have the confidence to lead people and it goes naturally. Aku juga highly-iniciative , kritis dan suka mengkritik, karena aku punya visi dan misi yang mau dikejar. Agak sayang kalau aku cuma ditugaskan sebagai followers . Jadi akan ngapain di Bali? Well, to be honest aku akan melanjutkan pekerjaan sampingan yang sudah kubina sejak Maret 2016 lalu. Pekerjaan ini allows me to be a leader and in time, I could hire people to work under my name. Dan bahagianya lagi pekerjaan ini masih seputar videografi juga. (Bahkan lebih luas dari itu.) Sounds suitable for me? Yes! So what about filmmaking? Jangan khawatir. I'm still in the industry, cuma pindah haluan ke advertising dan documentary . Aku tetap berencana lanjut S2 film juga, dan kali ini sudah mantap ke dokumenter. Selain excited dengan perpindahan kecil dalam karirku, aku juga excited sekali about the road trip and bringing my doggies to Bali! Hehehe... Aku sedang upayakan kedua anak ini sehat dan kuat, dan aku juga latihan terus bawa mobil. Aku nggak sabar membuat ini semua nyata. Aku berencana mengkontrak rumah, meskipun murah, yang penting bisa dibuat nyaman dan ada terasnya. Aku pengen banget bawa anjing-anjingku ke pantai. Aku akan sewa motor bulanan setelah tiba di Bali, dan aku akan sempatkan untuk explore pulau Bali bersama my dogo. Selain itu aku juga harus perkaya lagi Bahasa Inggris ( and maybe tambah Bahasa Prancis) untuk persiapan S2. I don't care what people say. Banyak yang skeptis dan nggak setuju, tapi aku rasa this is going to be good for me. And this is me, maybe I will never settle in one place only, and I guess that's okay. Kita nggak harus menjalani hidup yang sama seperti orang lain :) So, can't wait to move to Bali!
- Menjadi Orang Tua Yang Kuharapkan
Ketika kamu berkeluarga, kamu ingin menjadi orang tua yang seperti apa? Catatan: tulisan ini dibuat pada bulan April 2017, saat saya masih berusia 23 tahun. First of all , aku nggak tergila-gila ingin berkeluarga. Beberapa temanku merasa sangat penting untuk menentukan kapan ingin menikah, seperti misalnya di umur 23, 25, atau 27. Sementara aku nggak punya target sespesifik itu. (Aku bahkan nggak masalah kalau nggak menikah.) Meskipun demikian, tetap penting buatku untuk menentukan aku ingin menjadi orang yang seperti apa di masa depan. Bila menjadi wanita karir, karir seperti apa yang ideal? Bila nanti berkesempatan menjadi ibu, ibu seperti apa yang ideal? Aku belajar parenting (pola asuh) pertama kali dari mengobservasi ibuku sendiri, dan selanjutnya dari orang tua teman-temanku, buku serta internet. Dari hasil pengamatanku, ada beberapa mindset yang belum bisa diterima orang tua Indonesia pada umumnya, yakni: Anak bukan properti Anak sejatinya tidak berutang budi apapun pada orang tua Yang muda belum tentu lebih bodoh dari yang tua Berbuat salah itu tidak apa-apa Anak Bukan Properti Banyak orang tua melihat anak-anak sebagai properti atau investasi. Ya, beberapa orang tua mendanai sekolah dan menghidupi anak-anaknya dengan sengaja untuk meminta mereka menjadi alat penghasil uang dan pemuas hasrat pribadi di kemudian hari. (Aku serius soal ini!) Teman-teman aku banyak yang hidupnya disetir dari kecil sampai besar. Nggak peduli dia suka atau nggak, ibu atau ayahnya akan memilihkan garis hidupnya. Mulai dari makan apa, sekolah di mana, kuliah apa, kerja di mana, sampai bercinta dengan siapa. Lucunya, orang tua yang melakukan ini akan menyangkal mati-matian ketika dikritik. Mereka biasanya berdalih, "Saya menentukan ini untuk masa depan anak saya yang lebih baik." Hmm... Lebih baik? Parameternya apa nih? Baik kan nilainya relatif. Bisa jadi baik untuk dia, tapi tidak baik untuk yang menjalankan. Kerap kali orang tua seperti ini akan berdalih, "Tapi saya orang tuanya, anak-anak ini milik saya dan saya berhak mengarahkan mereka. Saya yang tahu apa yang terbaik untuk mereka." Ya, anak-anak mereka menjadi tidak lebih dari properti rumah, alat investasi, mesin pencetak uang dan pemuas hasrat pribadi. If I were to have a child, aku nggak akan pernah 'memiliki' mereka seperti aku membeli sebuah rumah dan mengatas-namakannya dengan namaku. Mereka bukan barang dan aku nggak pantas menyetir hidupnya. Tugasku adalah membimbing dengan memberi tahu konsekuensi dari setiap pilihan, dan membiarkan keputusan tetap di tangan anak itu sendiri. Aku ingin dia jatuh, bangkit, dan belajar dari semua pilihannya. Aku nggak mau dia cuma tahu kenikmatan dunia, dia juga harus tahu pedihnya terluka, disakiti dan menyakiti. Biar dia nikmati masa hidupnya yang cuma satu kali ini dengan bertanggung jawab. Anak Tidak Berutang Budi Aku juga nggak ngerti kenapa banyak orang mengatakan bahwa anak-anak seharusnya bersyukur, mengucapkan terima kasih karena sudah dibesarkan dengan baik, dan membalas budi orang tua. Yes, I'm asking why for real. Why? Anak-anak tidak lahir atas keputusan mereka sendiri. Tidak satupun dari kita minta dilahirkan, jadi kenapa kita tiba-tiba jadi.. berutang budi pada yang melahirkan? If I were to have a child , aku nggak akan minta anakku balas budi dengan tinggal bareng aku dan hidupin aku di hari tua. I'm gonna be fine on my own. Dia mau tinggal sama istri/suaminya kek, mau hidup di luar negeri kek, terserah. Yang penting dia sudah bisa menghidupi dirinya sendiri, dan selesailah tugasku membimbingnya. Dia nggak ada utang apapun sama aku. Bila aku memutuskan untuk punya anak, adalah karena aku ingin melihat sebagian dari aku dan seseorang yang kucintai nanti lahir, tumbuh, dan berkesempatan hidup layak. Dan aku nggak akan minta dia bayar apapun karena sudah ngerepotin aku selama belasan tahun. It was my own decision, not her or him to make. Umur Hanyalah Angka Salah satu hal yang juga harus ditekankan adalah orang tua belum tentu selalu benar. Aku nggak suka dengan orang tua yang memegang kekuasaan absolut, merasa diri paling cerdas dan hebat, hingga mengabaikan pendapat anak yang bisa jadi brilian. Dalam pengalamanku, aku pernah bertemu anak SD yang sangat bijaksana dan bapak-bapak yang bertingkah seperti anak SD. Intinya, umur hanyalah angka. Umur tidak bisa dijadikan faktor utama untuk menentukan tingkat kecerdasan maupun kedewasaan seseorang. If I were to have a child, aku ingin kita bisa berdiskusi dan berdemokrasi dengan baik, sopan dan menyenangkan. Anak-anak bebas berpendapat, bertanya dan mengkritik pendapatku. Aku ingin mereka menjadi orang-orang yang kritis, jangan mau menuruti peraturan yang tidak jelas. Bila aku salah, katakan di mana yang salah dan bagaimana memperbaikinya. Kita tidak belajar untuk saling menyalahkan. Kita belajar untuk saling menyempurnakan. Berbuat Salah itu Wajib Dan yang buatku tak kalah pentingnya: berbuat salah. Banyak orang tua terlalu takut dan over-protective pada anak-anaknya. Mereka menjauhkan anaknya sejauh-jauhnya dari narkoba, pornografi dan segala hal yang mereka anggap buruk. If I were to have a child, aku akan biarkan mereka paham tentang segala yang baik dan buruk. Dan aku akan selalu beritahu konsekuensi dari pilihan mereka. Daripada mati-matian menjauhkan mereka dari narkoba, lebih baik mereka tahu bentuknya seperti apa, akibatnya apa, dan bagaimana cara menghindari serta mengatasi apabila terlanjur tergoda. Aku nggak mau jadi orang tua yang muluk-muluk. Kalau mereka jatuh, setidaknya mereka tahu apakah perbuatannya salah atau benar, dan tahu apakah itu perlu dihentikan atau diteruskan. Begitu pula dengan pornografi. Nggak perlu aku tutup-tutupi. Lebih baik sejak dini mereka paham apa itu pornografi, bahayanya, dan bagaimana cara melakukannya dengan bertanggung jawab. Sehingga ketika mereka sudah siap dan ingin berhubungan seksual, mereka juga tahu bagaimana caranya menghargai pasangan (ini yang kurang diajarkan orang tua). Aku ingin anak-anak terbuka dan berani berdiskusi denganku, bukan karena aku paling pintar, tapi karena aku tahu lebih dulu. Aku nggak akan judge dan ngatain mereka aneh-aneh. Everybody makes a mistake. Aku juga pernah berbuat kesalahan dan kenakalan saat muda, jadi tidak etis kalau aku menghina mereka yang baru belajar. Ditambah lagi, berbuat kesalahan bukanlah akhir dari segalanya. Justru dari situ mereka belajar, maju membuat perubahan, dan menjadi orang yang lebih dewasa serta bijaksana. Sebab kedewasaan bukan bergantung pada jumlah pengalaman, namun pada kualitas pengalaman itu sendiri. Misalnya, meskipun seseorang telah melewati 50 tahun, ia tidak akan belajar banyak hal bila selalu dilindungi dari yang negatif. Anak-anak tidak akan pernah belajar menantang dirinya, bila orang tua selalu mempermudah jalannya. Tugas orang tua adalah membimbing, berbagi pengalaman, dan bukan menyetir. Dan seperti inilah pola asuh yang ingin aku terapkan. Semoga menginspirasi. (Gambarnya memang agak nggak nyambung, tapi tetap dipakai karena menghibur.)
- 5 Rumor Anak IKJ: Fakta Atau Mitos?
Mungkin salah satu rumor tentang mahasiswa Institut Kesenian Jakarta di bawah ini pernah kamu dengar dari teman, orang tua, atau bahkan guru di sekolah. Tapi apakah benar? Apakah sungguh segitunya? Aku akan coba jelaskan berdasarkan pengalamanku berkuliah dari 2012-2016 di IKJ. 1. Penampilan semua anak IKJ pasti aneh/nyentrik Fakta atau mitos? Mitos. Mari kita luruskan dulu definisi 'aneh'. Kalau bagi kamu berpakaian yang normal ke kampus adalah mengenakan kemeja, celana panjang dan bersepatu kets/ flat shoes , well okay , di IKJ kamu akan jarang menemukan mahasiswa berkemeja rapi, apalagi menemukan mahasiswi ber- makeup . Tapi apakah itu aneh? Kampus kesenian ini memang lebih santai dari kampus-kampus lainnya dalam cara berpakaian. Biasanya penampilan mahasiswa dan mahasiswi layaknya anak pecinta alam (meskipun belum kesampaian naik gunung). Mahasiswa laki-laki biasanya berpakaian kaos, celana robek-robek, celana cargo dengan banyak kantong, sepatu sandal untuk naik gunung, dan atau sepatu gunung beneran. Sementara untuk mahasiswi lebih banyak yang berkaos, celana jeans, dan sepatu kets. Intinya adalah pakaian santai, tertutup secukupnya. Sebenernya style ini bukan untuk naik gunung sih, tapi untuk syuting berhari-hari yang melelahkan. Untuk jenis pakaian super aneh yang sangat tidak lazim digunakan sehari-hari (seperti baju cosplay , dress untuk party, dll.), akhir-akhir ini hampir tidak ada. Aku sudah nggak pernah lihat lagi. Mungkin belasan tahun yang lalu masih banyak, namun sekarang terhitung jari. Oh iya, rambut mahasiswa seni biasanya berwarna-warni. Ada yang warna kuning, hijau, ungu, sampai warna pelangi. Tapi aku rasa pewarnaan rambut juga sudah bukan hal baru lagi. Maksudku, tiga orang di kampus kamu atau kampus yang lain juga pasti mewarnai rambutnya (kecuali memang ditentang oleh pihak kampus). Jadi aku rasa penampilan anak IKJ sudah tidak lagi aneh/nyentrik. Biasa-biasa saja. 2. Anak seni pasti nge- drugs Fakta atau mitos? Umm... mitos. Ada yang terbukti pakai dan banyak pula yang tidak (aku nggak loh ya). Selain itu, pakai atau nggak pakai sebenarnya tidak ada urusannya dengan kuliah kesenian. Kamu tetap bisa menjadi pemakai obat-obatan terlarang meskipun bukan anak seni, dan tidak kuliah di kampus ini. Because drugs are everywhere . Ke manapun kamu pergi, kuliah apapun, dan di manapun, kamu akan selalu dekat/terekspos dengan permasalahan drugs . Jadi kita tidak bisa menyimpulkan bahwa semua anak seni pasti nge- drugs ya :) 3. Suka sok filosofis Fakta atau mitos? Fakta. "Kata temen gue, anak IKJ aneh, suka mempertanyakan hal-hal nggak penting, sampai yang paling mendasar, dan jadi gila ngomong sendiri sama daun," kata seorang teman dari kampus lain padaku. Waktu itu aku tertawa. Yang ada dalam pikiranku adalah: Mengapa mempertanyakan hal dasar itu aneh/salah? Bukankah kita kuliah untuk menjadi kritis? Aku sendiri sih belum pernah lihat mahasiswa ngobrol sama daun... Tapi aku tahu kadang ada tugas dari dosen yang suka iseng, nyuruh kita aneh-aneh. Bisa jadi dia sedang mengerjakan tugasnya. But anyway, memahami kesenian memang membutuhkan kita untuk terus bertanya apa, kenapa, dan bagaimana. Mau nggak mau harus belajar filosofi dasar, semiotika, dan pelajaran yang lain untuk membantu pemikiran kritis tersebut. Jadi yup , beberapa mahasiswa seni memang suka sok filosofis, dan kurasa memang harus demikian untuk membuat karya yang berbobot. 4. Kerjanya enak, tidak ada office hour Fakta atau mitos? I heard this kind of statement a hundred times, "Kerjaan kamu enak ya, bisa bangun siang." Orang-orang yang berpikir seperti itu tidak paham apa yang sebenarnya terjadi. Jam kerja anak seni itu bukannya enak, malah nggak jelas, bisa mulai dari pagi, bisa dari siang, sesuai kebutuhan. Tapi yang pasti memakan belasan jam per hari, dan bisa menyita hari Minggu tanpa ragu. Perlu diketahui bahwa jarang ada kantor seni yang libur di hari Sabtu atau Minggu. Termasuk anak-anak produksi yang harus syuting 25 hari, biasanya libur di hari yang tidak pasti (tidak selalu Minggu, bisa jadi Selasa atau hari lain). Bahkan jam kerja mereka lebih mengerikan lagi, bisa 18-20 jam per hari. Jadi fakta atau mitos? Mitos . (Gue malah suka iri sama yang kerja kantoran 8 jam x 5 hari dengan gaji sama atau lebih tinggi. Hiks.) 5. Pekerjaannya pasti seru dan tidak membosankan Fakta atau mitos? Mitos. Ini juga salah satu statement ngaco. Yang namanya pekerjaan pasti akan mencapai titik membosankan karena berulang-ulang. Bayangkan seorang desainer kaos, tiap hari ketemu kaos lagi, kaos lagi. Mesti mikir lagi gambar apa, tulis apa. Lama-lama juga pasti jenuh. Jadi sebenarnya sama saja dengan pekerjaan di bidang lain. Kalau kamu akuntan dan bosan menghitung serta memasukkan angka, sama! Aku juga bosan mengedit video terus, meskipun videonya gonta-ganti. (Makanya sekarang aku lagi break , iseng nulis dulu, padahal harus menyelesaikan beberapa video.) Tapi pada akhirnya, meskipun kita bosan, kalau BU pasti tetap dikerjakan ^^














