
Search Results
174 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Hari Pertama Mengajarkan Ekskul Filmmaking
Hari ini adalah hari pertama gue mengajar. Gue deg-degan? Sudah jelas. Selama liburan ini gue nggak pernah bangun pagi, alhasil gue hampir ketiduran lagi. Emang bangun itu berat banget ya apalagi jam 6-an, jam-jam kasur empuk, udara sejuk. Tapi berhubung gue nggak mau dapet bad impression , oke gue bangun! Jam 7 pagi langsung cabut jalan kaki ke sekolah SMPK Sang Timur Karang Tengah. Di sekolah ini gue akan mengajar ekstrakurikuler Filmmaking . Kenapa sih namanya Filmmaking (instead of Cinematography)? Ya karena sinematografi itu adalah salah satu pelajaran di dalam membuat film. Jadi kalau lu dengar ada pelajaran sinematografi, itu bisa jadi pelajaran tentang kamera dan gambar bergerak, atau pelajaran membuat film ( yang sebetulnya nggak terlalu tepat ). Film itu sendiri terlalu luas cakupannya kalau hanya belajar sinematografi. Jadi atas pertimbangan yang di atas, gue namain ekskulnya begini. Pagi ini gue ditemani Tika, temen kecil gua. Ternyata dia kuliah broadcasting di Jogjakarta. Jadi cocok. Tika cuma bakal bantuin gue 2 pertemuan, sisanya gue bakal sendirian. Kita berdua sama-sama gugup. Terus Tika bilang, "Kata cowok gue, anggep aja lagi ngajar sekolah minggu." Gue ngakak dengernya. Loh, sekolah minggu kan ngajarin nyanyi-doa-gambar ke anak SD, lah ini kita ngajarin materi yang cukup berat ya ke anak SMP. Gimana mau disamain? Akhirnya jam 8 tepat, projector udah nyala, laptop siap, gue buka kelas hari itu dengan gugup setengah mampus. Aduh, muridnya banyak banget! 30 orang! Udah gue komat-kamit soal nama-asal usul sama penjelasan kegiatan ekskulnya, si Tika bisikin gue, "Rin, lo lupa doa pagi." ADUH! Hahaha ini nih sulitnya ngajar di sekolah yang berbasis agama. Jadi ada tata krama tersendiri untuk mengawali pagi. Yaudah gue pun minta maaf ke semua anak dan minta mereka pimpin doa pagi. Terus materi pun dilanjutin Tika yang mau sharing soal pengalaman bikin film dan cari ide. Buat gue mengajar itu seru banget. Gue emang seneng berbagi pengalaman. Jadi waktu ada yang bertanya ( setelah dipaksa ) dan ada yang berkomentar, itu rasanya gue bahagia banget. Anak murid gua lucu-lucu, ada yang banyak gaya, ada yang gugup banget, ada yang suka ngelucu, ada yang udah pinter, dan ada juga yang pendiem. Gue sempet minta mereka mengkritik tugas kuliah gue kemarin yang judulnya, " Panik" , dan tanggapannya menarik. "Kameranya pas gambar jam goyang-goyang." "Mungkin kalau ada narasi lebih menarik." "Itu kawat atau benang, Kak?" Terus waktu diminta bikin kelompok, gue seneng semuanya kooperatif dan mau dicampur. Awalnya emang mereka ragu, tapi abis itu mereka sendiri yang minta, "Campur aja deh, Kak." Jadi dalam 1 kelompok bisa ada kelas 7 atau kelas 8. Semuanya jadi kenalan dan mulai menentukan lo jadi siapa, gue jadi siapa? Terus pas udah boleh pulang, ada anak cowok nanya ke gue, "Kak, kapan kita mulai bikin filmnya?" AHAHAHAHA... Sebenernya gue ngakak parah dalam hati. Yaela ni anak kaga sabaran bener. Belum juga diajarin cara bikin konsep cerita, udah nggak tahan aja mau bikin pelem! Overall , gue dan Tika bahagia. Itu semua fotonya pake kamera Tika. Untung gue dibantuin si Tika, kalo kaga ribet banget. Suara gue kalah kalau mereka mulai asyik mengobrol. It was seriously a challenge for me. Kabarnya sih peminat ekskul ini banyak sekali, tapi mereka bakal ikut kalau mereka gagal ikut seleksi ekskul yang lain. Jadi... jumlahnya nggak 30 orang deh ke depannya. Wih! Oh dan just FYI, gue nggak tahu dibayar berapa buat ngajar. Nggak bikin perjanjian tertulis apapun sama kepala sekolahnya. Gue kayak volunteer aja gitu. Pengen mempercantik portfolio aja sama pengalaman pribadi. Mungkin lo juga bisa memulainya di sekolah lama lo? Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 24 Agustus 2013 saat saya masih berusia 19 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Terima kasih sebanyak-banyaknya saya ucapkan pada Bpk. Heri, Kepala Sekolah SMPK Sang Timur Karang Tengah dan guru-guru lainnya yang berkenan membukakan saya kesempatan untuk mengajar pada tahun itu, meskipun saya nihil pengalaman. It was an unforgettable experience until today.
- Syuting di Bogor (Part III)
Gue terbangun oleh suara berisik dua pemuda yang sedang bermain PES di kamar pagi itu. Nantinya gue akan tahu bahwa dua pemuda itu adalah anak SMA yang meranin tentara Jepang. Jam di HP gue menunjukkan pukul 8 pagi. Gue kaget karena anak SMA ini belum pulang! Padahal janjinya syuting 1 hari doang, besoknya harus pulang untuk sekolah. Tapi ternyata dia masih ada di Cilendek... Ya sudahlah, bukan urusan gue. Gue lanjut bangun dan siap-siap mandi. Gue lihat pemandangan sekitar, hujan turun rintik-rintik, udara begitu sejuk dan beberapa orang sedang tertidur, termasuk orang-orang penting. Berarti kesimpulannya: syuting sedang vakum. Terus di bagian teras rumah, gue lihat lebih banyak lagi anak SMA. Wah... berarti anak SMA yang shift hari ini sudah datang. Jam 9 pagi itu gue masih nongkrong-nongkrong nggak jelas karena nggak tau mau ngapain. Terus datang Kak T ngedumel, "Gimana sih si astrada 1, kalau ditanya ketus banget. Dia suruh talent gue standby jam 7 pagi, tapi sampai sekarang nggak tau bakal syuting kapan. Tau gitu talent gue suruh sekolah dulu, nggak usah bolos. Ngapain sekarang mereka bolos kalau syutingnya masih lama?" Gue manggut-manggut. Bener juga ini orang. Pelajaran gue petik dari kemarin: kalau syutingnya masih lama, nggak usah dipanggil dulu talent -nya. Buang-buang waktu orang aja, mana mereka juga nggak dibayar seberapa atau bahkan nggak dibayar sama sekali (?) Kak T pun melanjutkan, "Sil, kalau syuting nggak boleh main otot-ototan, bisa berantem nanti." Jadi maksud Kak T ini, semua orang situasinya lagi capek dan kesel, jadi jangan menyulut api. Tips dari Rapa kalau mau ikutan syuting: Apa-apa jangan dimasukin ke hati. Apa yang bukan tugas lo nggak usah dipusingin. Urusan departemen lain biarkan menjadi urusan departemen lain, lo nggak usah sok-sok peduli mau bantuin. Nanti yang ada lo sendiri pusing dan kesel. Mendingan kerjain tugas lo sebaik mungkin. Yang penting dalam bekerja itu bukan hasil akhirnya, tapi bisa nggak lo bertanggung jawab atas pekerjaan lo. Akhirnya gue ke warung donat di depan. Hahaha.. ( Gue baru inget, kemarin gue sempet kabur gitu ke warung donat saking pegelnya nggak ngapa-ngapain. ) Terus akhirnya gue balik ke kamar dan lihat kertas rundown dan floorplan astrada 1 tertinggal di situ. Gue langsung baca semuanya dan pelajari baik-baik. Gue lihat di situ bakal ada syuting 2 tentara Jepang di lorong, tapi nggak ada floorplan -nya. Jadi gue terka-terka aja nih, pasti bakal syuting scene ini berikutnya. Gue udah siapin nama-nama talent yang bakal meranin 2 tentara ini. Taunya pas gue jalan keluar, dua orang talent sudah siap pakai kostum tentara. Wah gila, gue kaget mereka sudah dipilih dan yang dipilih adalah anak yang semalem sudah syuting di markas. Masalahnya di rundown itu sendiri tertulis harus 2 tentara lain, nggak boleh sama dengan yang ada di markas. Gue pun memutuskan untuk pergi ke lokasi syuting mencari astrada 1. Kebetulan banget ketemu di jalan, jadi bisa langsung gue samperin. Ngeselinnya ini orang udah tau bakal gue samperin, dia sengaja nggak mau natap mata gue. Nyapa pun enggak mau. Gue : Gue bisa minta waktu lo sebentar nggak? Lo sibuk banget? Astrada 1 : Iya, bisa kok. Gue : Abis ini syuting di lorong kan? Astrada 1 : Iya. Gue : Di rundown lo tertulis harus 2 prajurit yang nggak ada di markas. Tapi lo malah milih 2 prajurit yang ada di markas. Astrada 1 : Yang milih mereka itu sutradara, bukan gue. Yaudah kalau emang harus diganti, ganti aja. Mikir gampang ajalah, Ce. Kalau mau ganti, ya ganti. Kayak contoh gue deh, semalem kan bla bla bla... Kayak gitu. Mikir gampang aja. Gue dengerin semua bla bla bla dia dan hati gue dah kayak gunung api mau meletus. Tujuan gue ngajak dia ngomong cuma buat ingetin, supaya film yang sudah direncanakan ini berjalan sesuai rencananya. Inget, bahwa ini tuh filmnya senior, bukan film gue. Dia nggak bisa menyuruh gue, "Mikir gampang ajalah." Karena ini bukan film gue dan jabatan gue cuma asistennya asisten! Nggak mungkin gue mikir gampang dengan mengganti prajurit tanpa persetujuan atasan. Pengen gue sentil itu astrada sebenernya. Cuman gue tetep berusaha mengerti karena dia belum tidur sama sekali, pasti capek banget. Jadi nggak heran kalau otaknya rada ngawur. Sekitar jam 12-an , gue ngobrol sama astrada 2 dan manlok soal syuting di Gunung Salak. Kabarnya extras ibu-ibu di gunung tuh udah standby dari jam 7 pagi ( dan sudah disuruh pulang lagi. ) Kita rencana berangkat ke gunung jam 3 sore, setelah menyelesaikan scene tentara di lorong. Terus di gunung nanti, yang diutamakan adalah scene yang ada tentara, ibu-ibu dan kereta kuda. Soalnya itu yang harus dipulangin paling awal. Gue pun dengan cepat mencatat di kertas scene-scene apa saja yang ada tentara Jepang, ibu-ibu dan kereta kuda. Waktu itu si astrada 1 ada di belakang gue ngeliatin. Jam 1 siang, setelah gue makan nasi dengan ayam lezat, syuting di lorong dimulai. Ngeselinnya itu selalu ketika talent udah gue panggil, udah gue siapin dll. pasti lokasi syuting masih dipersiapkan. Entah siapin lampu, ngedekor, atau baru pasang kamera. Isshh... Kalau masih lama, jangan suruh gue panggil mereka sekarang dong. Kan kasihan talent gue jadi harus berdiri di ruangan super panas dan nggak ada kerjaan. Tips sebelum syuting: Pastikan lighting, set dan kamera sudah dipersiapkan. Setelah semua hal itu siap, baru panggil talent untuk rehearsal. Jangan dicampur aduk, karena berbahaya. Takutnya si talent nutupin jalan kru yang lagi bawa lampu, terus mereka tabrakan, kecelakaan, dll. Apalagi kalau ruangannya kecil, panas dan sumpek, biasanya akan meningkatkan emosi setiap orang. Jam 3 sore, syuting kelar! Gue menanti aba-aba sutradara bahwa kita akan berangkat ke Gunung Salak. Rupa-rupanya penantian gue itu hanyalah mimpi belaka. Karena setelah syuting kelar, sutradara nggak sekalipun ngajak gue bicara, atau bilang ke semua orang kapan kami akan berangkat ke gunung. Gue pun duduk di kamar dan astrada 1 datengin gue minta maaf. Gue sih kaget. Tapi yaudahlah kita bersepakat untuk adain briefing sebelum syuting berikutnya. Gue mohon banget sama dia buat kasih gue briefing dulu, biar gue tau mesti ngapain dan mesti nyiapin apa. Gue mencoba memaklumi kekurangan astrada 1 karena dia masih semester 3 kayak gue, dan tugas yang dia emban terlalu berat. Ditambah lagi, nggak ada produser dan sutradara yang bantu arahin dia. Setelah percakapan itu, astrada 1 tidur di sebelah gue. Terus sutradaranya dateng dan main game sepak bola di laptop sama kru lain. Gue heran kenapa kita nggak berangkat juga ke Gn. Salak. Tapi yaudalah, sore ini terlalu sejuk untuk dilewatkan. Gue pun tertidur di samping astrada 1... Kisah bersambung ke Syuting di Bogor Part IV!
- Wajah Baru FFTV IKJ di 2014!
Jadi ceritanya, IKJ sejak lama ini mengalami renovasi. Makanya kuliah gue dioper ke mana-mana, mulai dari Cempaka Putih hingga Akademi Pariwisata Jakarta (APJ). Akhirnya, renovasi IKJ FFTV rampung dan wajah barunya mulai terlihat. Overall sih gue seneng banget kampus gue direnovasi, karena sebelumnya udah kumuh banget. Dulu toilet IKJ itu penuh kecoak dan puntung rokok. Jijik banget lah pokoknya. Sekarang toilet IKJ brand new , sangat menyegarkan. Tapi sorry fotonya low quality , soalnya gue ambil pakai Blackberry. BTW, coba lo lihat deh itu lubang-lubang di tembok, mirip logo Blackberry nggak sih? Hahaha... Anyway , ini bagian dalam gedung, baunya masih kayak rumah sakit karena cat-nya masih fresh banget. Sayangnya gue belum bisa mulai kuliah di gedung ini. Gue masih nempatin gedung lama karena gedung ini belum sepenuhnya siap dipakai. Jadi cuma ada sekitar 2 mata kuliah yang berlokasi di gedung FFTV. Sisanya di gedung Art Cinema. Oh ya, 2 minggu ke depan gua bakal menghilang nih. Gue terpilih untuk ikutan program JENESYS 2.0 ke Jepang. Itu acara pertukaran pelajar gitu deh 10 hari belajar tentang kebudayaan Jepang, khususnya animasi. Eh, kok lo bisa ikutan? Gue didaftarin sama Mas German, dosen gue. Dia bilang gue pasti cocok sama program ini, jadi gue disuruh ikut deh. Tinggal kumpulin formulir, transkrip nilai dan portfolio . Oh ya sama yang paling penting, passport ! Tips aja nih buat mahasiswa IKJ yang pengen ke luar negeri, kampus banyak afiliasi dengan negara luar kok. Yang penting lo siap passport dan cakap berbahasa Inggris, serta nilai kuliah cemerlang. Terus tambahan: informasi beasiswa dsb. kurang disebarluaskan. Jadi kalau lo tertarik, sebaiknya segera bilang ke wakil dekan III, jangan tunggu diajak. Lebih baik Anda yang proaktif bertanya duluan.
- Mata Kuliah Semester 4
Saatnya kita me- review semester 4! Di semester genap ini gue mengambil 11 mata kuliah dan bobotnya 22 SKS saja. Menurut gue ini adalah masa-masa paling nggak produktif karena tugas filmnya sedikit, dan kalau pun ada, tuntutannya nggak berat sehingga lo agak males-malesan gitu deh ngerjainnya. Hehe... Tapi di semester ini banyak tugas paper dan presentasi, jadi yah nggak ringan-ringan amat juga. Cuman kalau mau disambi sama kerjaan luar, paling toplah semester 4! SENIN Bahasa Inggris (08.30) Tentang : belajar Bahasa Inggris dasar sih. Semacam bikin surat, CV, esai, standar anak SMA-lah. Kata gue : banyak yang bilang dosennya killer . Padahal nggak kok. Tapi dia memang tegas soal tugas, waktu, dan suka ngasih pertanyaan mendadak di kelas. Yang penting lo duduk di tengah aja, lebih aman. Jangan terlalu depan dan jangan terlalu di belakang. Interdisipliner C (10.20) Tentang : h ore di semester ini kita belajar menari! Tapi sebelnya yang dipelajari adalah tarian dari Sumatera, which meaannsss... tariannya kayak pencak silat! Jadi bukan tarian yang manis gitu. Kalau gue nariin jadi ngelawak malah. Kata gue : dosennya strict banget. Jangan telat atau bolos deh, susah ngejer ketinggalannya. Susah, bener. Oh ya, siapin celana training panjang buat kelas ini. SELASA Musik Film (13.00) Tentang : gue kira kita bakal pakai studio musik terus belajar alat musik. Tapi ternyataaaa.. setiap hari belajar teori doang. Kata gue : kerjain tugasnya, presentasiin, terus tipsen juga nggak masalah kayaknya. Cuman hati-hati aja pas UTS sama UAS nggak bisa jawab lantaran kebanyakan bolos. RABU Interdisipliner B (13.00) Tentang : di kelas ini lo bakal belajar Solfeggio, yakni pelajaran musik yang lebih membahas ketukan dan sejarah musik itu sendiri. (Lah terus apa bedanya sama Musik Film?) Bedanya ada kok, coba aja nanti lo rasain sendiri. Haha. Kata gue : lo mesti bisa baca not balok. Jadi dengerin dosennya ngajar dengan baik. Kelas ini jangan dianggap main-main, soalnya susahnya bukan main. Kalau lo udah ada basic music yang baik sih enak, kalau nggak.. wassalam . Interdisipliner D (15.00) Tentang : di sini lo belajar akting. Bakal dikasih skenario macem-macem dan mesti perform dengan cepat. Kata gue : jangan malu-malu. Di sini butuh banget keberanian yang besar. Kalau nggak PD, aduh... susah! KAMIS Literasi Media (10.20) Tentang : ini kelas belajarnya mandiri banget. Dosennya ngasih pengetahuan secuil-cuil. Lo mesti banyak tanya. Tapi lo nanya pun belum tentu lo bakal ngerti doi ngemeng apaan. Kata gue : rajin-rajin ngulik soal Literasi Media aja sih kayaknya tipsnya. Oh ya UTS dan UAS-nya suka mendadak dalam Bahasa Inggris. Agak ngawur memang pengajar satu ini. Bikin sebel. Sosiologi Film (15.00) Tentang : wah, materi kesukaan gue nih. Seru banget ngebahas film dari segi sosiologinya. Kata gue : dateng terus aja kuliahnya seru kok. Banyak diskusi, PR lumayan... JUMAT Kewirausahaan (08.30) Tentang : hadeh... belajar apa gue di kelas ini? Kata gue : ambil kelasnya Bu Suzen aja deh. Interdisipliner E (10.00) Tentang : di kelas ini lo belajar soal sastra Indonesia dan persoalannya. Kelasnya banyak diskusi dan nonton film juga. Bakal kurang berasa belajarnya kalau lu nggak ikutan diskusi. Kata gue : banyak baca buku sastra dan nonton film yang disaranin doi supaya nyambung mau ngomongin apa. SABTU Sejarah Kebudayaan Indonesia (08.30) Tentang : sesuai nama mata kuliahnya ya, di sini memang mempelajari sejarah kebudayaan Indonesia. Jadi nggak perlu gue jelasin lagi ya. Kata gue : Hapalan banyak bingits. Diskusi sih seru. Komunikasi Massa (10.20) Tentang : ngg... Pelajaran yang sebenernya nggak penting sih. Tapi, penting juga kali ya? Yaudah deh sebodo amat. Kata gue : jangan bolos. Buruan kerjain tugas dan presentasi. Rada susah sebetulnya. Sekian deh review di semester 4. Maaf kalau review gue nggak berbobot sama sekali. Maklum, materi yang disampaikan juga (buat gue) nggak terasa berbobot. Jadi gue bingung ngebahasnya. Wahaha.
- Biaya Bikin Tugas Film di IKJ
Berhubung di post sebelumnya gue sudah menjelaskan kalau lo nggak perlu pusingin peralatan , sekarang gue minta lo pusingin budget bikin film! Pertama kali gue kuliah di FFTV, IKJ, semester 1, gue disuruh bikin film pendek yang tidak mengandung dialog serta camera movement. Gue dan kawan-kawan pun membuat film berjudul Panik , dan kami tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Kamera dan tripod -nya pakai punya Tomy. Talent -nya juga anak kelompok sendiri. Terus bikinnya cuma satu hari setelah selesai kelas. Terakhir, ngeditnya di laptop gue dan di- save ke flash disk gue. Film kami dapet nilai A karena sesuai dengan syarat tugas. Masuk semester 2, kita mulai belajar menghitung budget . Dan, yup , kita yang harus menanggung biaya tersebut. Untuk mata kuliah Praktika Terpadu, kampus memberikan budget , tapi kalau tugas-tugas lainnya, kita yang harus keluar duit sendiri. Nah, biaya apa saja yang perlu diperhatikan? Berikut rincian dan penjelasannya: Lokasi Sewa peralatan dan listrik Konsumsi Transportasi Akomodasi Honor talent dan crew Packaging Tidak terduga Gue akan jelaskan satu-satu di sini. Pertama LOKASI yah. Di beberapa tempat, ketika lo meletakkan tripod , lo bakal dianggap sebagai profesional dan membutuhkan surat izin untuk melakukan kegiatan syuting. Surat izin biasanya menyatakan secara khusus jumlah biaya yang harus dibayar, atau istilahnya sewa lokasi. Tapi ada juga tempat yang lo nggak perlu izin dan bayar, misalnya rumah lo sendiri. :p Kedua, biaya SEWA PERALATAN DAN LISTRIK . Ketika tugas lo membutuhkan tambahan lighting equipment untuk syuting, lo perlu perhatikan kapasitas tegangan yang bisa dipasok oleh lokasi syuting. Kalau dia nggak kuat, mau nggak mau sewa genset. Peralatan semacam ini bisa disewa di rental atau gratis pinjem dari kampus. Tapi kampus menyewakan peralatan ini hanya untuk tugas tertentu dan minjemnya siapa cepat dia dapat. Saran gue sih, kalau temen kelompok lo nggak ada yang ngerti caranya menata lampu, sebaiknya nggak usah kecentilan sewa lighting equipment. Apalagi masih semester satu, udah biasa-biasa dulu aja. Nanti ada kok waktunya pakai peralatan lighting yang canggih. Manfaatin apa yang ada dan maksimalin apa yang lo bisa dulu sekarang ini. Soalnya biaya lighting itu mahal dan butuh mobil buat bawa dia doang. Sayang duit kalau cuma gegayaan. Next, biaya KONSUMSI . Untuk syutingan awal semester, lupain soal konsumsi. Tapi masuk ke semester berikutnya, mulai pertimbangkan. Kasihani kawan-kawan yang bantuin lo syuting, masak udah nggak dibayar, nggak dikasih ma'em juga? Apalagi yang jadi talent . Biasanya sih ada kelompok yang sepakat ngasih konsumsi buat talent doang, sementara kru cari makan sendiri-sendiri. Ini terserah, kebijakan masing-masing. Yang penting saling sepakat aja. Keempat, biaya TRANSPORTASI . Jangan lupa dipikirin nih, setelah menentukan lokasi syuting, kalian harus itung biaya transportasi dari check point ke sana. Pikirin juga caranya talent ke lokasi syuting. Apakah dia jalan sendiri atau lo jemput? Perlu mobil atau motor saja cukup? Berapa bensinnya? Terus siapa yang bawa peralatan dan property ? Kelima, biaya AKOMODASI . Yang satu ini paling kerasa kalau lo syuting berhari-hari dan lokasi syuting jauh banget. Biasanya sih ini dipusingin pas bikin Tugas Akhir di semester 8. Keenam, HONOR TALENT DAN CREW . Pada umumnya, kru tidak dibayar karena ini cuma tugas kuliah. Jadi kalau lo bantuin senior tuh sifatnya sukarela semua. Tapi kalau talent , biasanya dibayar. Ini tergantung talent -nya sih. Carilah talent mahasiswa IKJ atau kawan deket lo soalnya mereka lebih rela dibayar pakai konsumsi. Pengalaman gue waktu itu pakai talent dari luar IKJ. Mereka memang punya jejak rekam yang bagus, maka ujung-ujungnya minta ang pao . Auch! (Bagian ini mungkin sudah tidak relevan di tahun 2024.) Next, PACKAGING . Ini nih yang paling sering dilupain temen-temen. Jangan lupa setelah syuting, filmnya mesti diedit dan dimasukin ke DVD. Lo perlu pikirin biaya DVD-nya, kotak DVD-nya, sampul kotak, serta sticker DVD. Siap-siap juga kalau DVD-nya error atau sampulnya salah, terus jadi mesti print ulang. LOL. Gue udah berkali-kali mengalami ini. Biasanya anak-anak pada ngeprint sampul dan sticker di Primagraphia dan beli kotak DVD yang warna hitam itu di warnet Cikini. Menurut gue sih, kalau lo mau jadi editor, mendingan lo beli aja 50 DVD kosong dan 10 kotak DVD hitam di toko elektronik. Jatuhnya lebih murah dan lo bisa jual lagi. Pasti banyak yang mau beli. Terus ngeprint sticker DVD-nya bisa di warnet UI Salemba juga, tapi jelas kualitas nggak sebagus di percetakan besar. Terakhir, biaya TIDAK TERDUGA . Nah, ini yang tidak terduga biasanya biaya ngebetulin barang yang lo rusak selama syuting, atau pas mendadak dipalak preman, pas kru atau talent lo luka, atau bahkan pas kru lo ngelukain orang lain! Dulu gue pernah nggak sengaja mecahin jam dinding. Akhirnya kami mesti keluar duit buat betulin itu, plus dimarahin habis-habisan sama yang punya. Hiks. Pada akhirnya gue mau bilang, bikin film yang ideal itu nggak murah. TAPI, lo bisa menekan budget dengan berbagai cara. Misalnya kayak temen gue pakai lokasi syuting rumah dia, kampus dan TIM— which were exactly free forever . Terus krunya nggak dikasih makan dan disuruh bawa motor sendiri ke rumah dia. Terus talent -nya sahabat dia dari kecil jadi nggak protes disuruh akting gratis dan nggak dikasih makan juga. Hahaha... Terus alat yang dia pake cuma kamera DSLR dan tripod minjem kawan. Paling dia keluar duit buat apa ya? Buat packaging sama bensin sendiri kayaknya. So , santai ajalah. Pasti lo bisa mengusahakan segala cara untuk bikin film yang lo mau. Cari ide sekreatif mungkin. Ada temen gue yang sampe bikin lighting equipment sendiri dan itu keren abis. Anyway , jumlah biaya yang harus diperkirakan sebenernya masih ada lagi, cuman... yaudalah ya nanti aja lo masuk FFTV terus belajar deh.
- AFS Workshop (Part II)
Terdapat 5 film dokumenter pendek yang akan diputar pagi ini di U.S. Embassy bersama Richard Pearce sebagai mentor. Salah satu dari film itu adalah film kelompok gue yang berjudul Pathways . Gue belajar banyak sekali dari pengalaman menyelesaikan quest: making a film in a day with strangers ini. Pertama gue belajar menahan emosi. HAHAHA... Iya, menahan emosi kepada teman yang ngawur, dan menahan emosi ketika harus mengedit film yang nggak jelas tapi harus jadi jelas . Kemudian gue juga belajar lebih banyak lagi soal menangkap momen nyata yang nggak bisa diulang. Gue juga belajar dampak musik terhadap film itu sangat besar. Wow. Lalu, gue belajar bangga menjadi mahasiswa Institut Kesenian Jakarta karena pendidikan teori dan prakteknya berjalan beriringan, sehingga kampus ini menciptakan mahasiswa yang nggak cuma pinter ngomong, tapi juga bisa eksekusi. Gue melihat beberapa mahasiswa dari kampus lain belum berpengalaman gitu, jadi kerjanya lebih lambat. Hehe... Okay, quest berikutnya! Siang itu U.S. Embassy bakal provide bus untuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa . Di sana kami harus membuat 1 film lagi yang terdiri dari 1 shot tanpa editing sama sekali, tapi harus mengandung cerita 3 babak. Durasi syuting lagi-lagi 2 jam dan DP gue hari ini nggak masuk! Kelompok gue nggak ada kamera! Alamak!!! Setelah mencari pinjaman kamera ke sana-kemari, akhirnya kelompok gue memutuskan untuk memakai handphone si produser. Hasilnya nggak buruk sih, cuma nggak bisa diatur fokus, apperture , dan shutter speed . Tapi yasudahlah, toh hanya diputar di TV biasa... Nah, gue mau cerita nih! Pas syuting di Pelabuhan Sunda Kelapa , gue merasa terganggu dengan kehadiran dosen dari salah satu universitas. Oh sebentar, coba saya jelaskan dulu awal mulanya. Ada 5 universitas yang terlibat dalam workshop American Film Showcase di Jakarta, salah satunya kampus gue. Nah, setiap universitas wajib mengikutsertakan 4 mahasiswa. Lucunya ada beberapa universitas yang mengikutsertakan dosennya! Ini menarik, karena dosen-dosen ini jadi nggak ada kerjaan. Lah kan ini workshopnya mahasiswa, kenapa ada dosen ikut-ikutan? Jumlahnya juga jadi nggak genap lagi. Akan sangat curang bila satu kelompok memiliki dosen—orang yang kita anggap sudah master , ya kan? Akhirnya para dosen ini diminta memperhatikan saja semua kelompok . Tapi ya sudah pasti nggak mungkin terjadi dong. Mana mungkin dosen ini mau memperhatikan kelompok yang nggak ada mahasiswa dia. Dia pasti meratiin anaknya doang dan hal itu terjadi di kelompok gue. Gue sebel ( agak banget sih ) karena dosen ini jadi nempel di kelompok gue dan banyak ngatur, misalnya ketika kami mau berjalan ke ujung Pelabuhan Sunda Kelapa: "Kalian ke sana buat apa? Nggak ada apa-apa lagi. Sama aja." Padahal ada banyak hal menarik kok. Gue kan udah sering ke PSK. Ingat nggak post gue yang lama tentang PSK? Ketika kami sedang berpikir mencari subjek gambar, "Ambil aja semuanya. Jangan dipikirin terus. Jangan ditungguin. Nanti kalau udah banyak kan tinggal dipilih." Paham gue, tapi nggak gitu juga konsepnya. Sabar dulu. Ini kebanyakan ngambil shot juga mau bikin apaan? Tugas dia itu cukup memperhatikan supaya kami nggak kenapa-napa. Jangan jadi ikut melarang dan mengatur. Gue nggak suka ketika dia mulai ikut campur menentukan arah kami berjalan. Kedua, ( ini puncak kekesalan gue ) dia mengambil kamera kelompok gue dan mulai merekam apa yang menurutnya bagus. Ini super ngeselin. Hello? Ini workshop mahasiswa, kenapa jadi situ yang pegang kamera? Terus kami mau belajar apa kalau kesempatan belajarnya direbut dia? Biarkan mahasiswa berbuat kesalahan. Toh workshop ini bukan lomba, it's time for us to learn! U dah deh gue bad mood banget. MALES BANGEETTT... Rasanya pengen cepet pulang aja. Kira-kira jam 5 sorean, bus mengantarkan kami menuju Cafe Batavia di Taman Fatahillah . Yeay! Kami akan ditraktir makan malam enak (setelah 2 hari ini cuma dikasih kebab Turki Baba Rafi). Setelah menonton ulang film hasil syuting hari ini dan dikomentari berbagai hal, kami memulai acara makan malam dengan aba-aba, "Setiap orang dikasih budget Rp100.000,00 ya!" dan gue serta Luthfi langsung kalap. HAHAHA... "Ayo Cil, cari yang mahal..." kata Luthfi sambil membolak-balik lembaran menu bersama gue. Gila ini gue ngakak banget. Terus akhirnya dia pesen blackpepper beef steak , sementara gue udang apaan gitu deh. Mahal banget Rp85.000,00 Belum puas memesan makanan, kami tanya ke mahasiswa di seberang kami, "Eh lo pesen apa?!" Terus dia jawab, "Kwetiau." Dan kami langsung ketawain dia seraya berkata, "Ahaha... pesenan lo payah ah. Kita dong, beef steak !" Terus mahasiswa itu cuma bisa tersenyum sepet-sepet karena gue dan Luthfi keasikan ketawa sendiri. Najong bangetlah pokoknya. Kita berdua songong nggak jelas. Menurut gue, bagian terindah dari workshop ini adalah ketika makan malam. Di sini akhirnya kami bisa melepaskan lelah dan bersenda gurau. Nggak ada lagi panas-panasan, nggak ada lagi yang cekcok, dan nggak ada lagi yang sok hebat (kecuali gue dan Luthfi perkara makanan tadi). Semuanya ketawa bareng, bercanda, ngelucu, dan main teka-teki klasik kayak, "Apa bahasa Jepangnya gajah terbang?" dan kemudian suasana pun hening krik krik krik... Sekian deh cerita gue mengikuti workshop lucu di masa kuliah. Sampai jumpa di post yang akan datang!
- Apakah Belajar Kesenian itu Mudah?
Waaahh... gue baru dapet pertanyaan unik lagi dari Ask.Fm ! Kali ini pertanyaannya oke banget karena berhasil triggering gue untuk menulis sesuatu yang worth to be shared . (Biasanya mah aku nyampah...) Jadi doski nanya, "Segitu beratnya ya belajar di IKJ?" Mungkin sebenarnya ini bukan pertanyaan, melainkan celetukan atas jawaban gue di Ask.Fm sebelumnya yang (mungkin) terdengar lebay, tapi nggak apa-apa. Celetukan dia... . . . . ...ada benarnya kok, belajar di IKJ itu nggak susah. Tapi terus pertanyaannya adalah kenapa gue menganggap itu berat, ya kan? Nah, sebelum kita masuk pada pembahasan, gue tambahin dulu ya introduksi-introduksi lucu untuk memperhangat situasi. Gue sering banget denger orang komentar kayak begini, "Enak yah, kamu bisa belajar apa yang kamu suka." "Seru ya bisa kuliah kesenian. Nggak perlu capek ngitung-ngitung." "Kuliah film? Belajarnya megang kamera doang ya? Enak banget." Dan tanggapan saya hmm... No, Babe. It has never been easy to people whom really want to study. Jurusan apapun yang kita pilih, universitas apapun yang menaungi kita, belajar tidak pernah mudah, dan kalau belajar itu mudah, maka kamu tidak belajar sama sekali. Setuju nggak? Mungkin sebagian orang berpikir, "Oh dia bikin film? Tinggal nyalain kamera terus rekam, terus sambung-sambung shot, terus save as movie . Voila! Jadi film." Ya bisa aja bikin film kayak begitu, tapi apakah bagus? Apakah akan jadi film Hollywood yang rajin kamu tonton tiap bulan? Nggaklah. Kita di sini mesti belajar berpikir kritis, melihat kondisi masyarakat sekitar, mengarahkan orang untuk membaca pesan yang ingin kami sampaikan, dan menyampaikannya dengan cara sekreatif mungkin dalam keterbatasan biaya dan lain-lain. Di sini kita belajar, Bro dan belajar itu nggak pernah easy . Jadi kalau ada yang nyeletuk, "Enak yah kamu bisa belajar hal yang kamu suka," He's missing a big truth of life. Karena meskipun kamu sudah kuliah dengan jurusan yang kamu suka, things will never be easy or fun all the time! Tetep aja kamu harus belajar dan belajar nggak pernah enak. The fact that you love what you do will only help you to stay no matter how hard it is. Itu nggak berarti things will get easier, trust me! Di paragraf ketiga tadi, gue bilang ada benarnya, bahwa belajar di IKJ itu nggak susah. Why the hell did I say that? Ya karena belajar di IKJ emang nggak susah.. kalau lo cuma main "sekolah-sekolahan". Ya, main "sekolah-sekolahan", mainan di mana you act like a student and you go to school, pretending like you are listening, while you actually give no fuck. Untuk lebih jelasnya lagi, gue mengutip komentar A'a Damien Chazelle, " If you’re going to play music or do any art form, just as a hobby or as purely a source of enjoyment, then yeah, you should enjoy it. But I do believe in pushing yourself. If you actually take the idea of practice seriously—to me, practice should not be about enjoyment. Some people think of practice as, 'You do what you’re good at, and that’s naturally fun.' True practice is actually about just doing what you’re bad at, and working on it, and that’s not fun. Practice is about beating your head against the wall. So if you’re actually serious about getting better at something, there’s always going to be an aspect of it that’s not fun, or not enjoyable. If every single thing is enjoyable, then you’re not pushing yourself hard enough, is probably how I feel.” Apa yang doski jelaskan di atas ia refleksikan dalam filmnya yang berjudul Whiplash (2014). Film itu mengisahkan seorang drummer jazz yang actually jago banget buat ukuran gue, tapi ketika dia ingin menjadi lebih hebat lagi, maka dia harus berlatih lebih keras lagi. Si protagonis obviously diperlihatkan cinta banget sama jazz, dan nobody says it was easy just because you love it . Kecintaan dan keseriusannya pada musik justru membuatnya harus keluar dari comfort zone dan "belajar lebih keras" untuk merealisasikan mimpi besarnya.
- Cara Membuat Cerita Film
Kali ini gue mau jelasin caranya bikin konsep cerita untuk film. Konsep ini bisa diaplikasikan ke film bentuk apapun. Sok dah kita bahas! 1. Idea Apapun yang terjadi, kamu harus utamakan ide filmnya dulu . Jangan terlalu asik mikirin mau pakai kamera apa, tempat di mana, talent siapa, atau cerita yang kayak begimana. PIKIRIN DULU IDENYA! Nah, apa itu ide? Ide yang gue maksud di sini adalah pesan yang ingin lo sampaikan dalam film. Film yang baik memiliki pesan. Pesan tidak harus positif, tidak harus bermoral, dan tidak harus berbobot. Tapi yang jelas, film yang "bagus" adalah film dengan ide yang berbobot (dan cenderung berdampak positif). Film ini akan meninggalkan pertanyaan bagi para penontonnya, dan sebuah topik yang asik didiskusikan dengan teman sebangkunya. Kalau pesan lo negatif, misalnya malah mendorong orang untuk bunuh diri, biasanya akan ada banyak kaum yang protes dan nyuruh lu belajar agama lagi. 2. Premise Setelah lo udah tau apa yang mau lo sampaikan, maka saatnya membuat premise . Kalau ide adalah jantung film, maka premise adalah tulang rusuknya. Premise biasanya dibuat dengan rumus seperti ini: TENTANG + SUBJEK + MAU MELAKUKAN/MENCAPAI SESUATU. Udah! Sesimpel itu ajah! 3. Basic Story Lo udah tau ide dan premise , kini saatnya menambah tulang punggung supaya kerangkanya semakin jelas! Pada tahap ini, lo cukup mengembangkan cerita dari premise sesingkat mungkin. Bahkan kalau bisa dalam satu paragraf aja. Rumusnya kira-kira begini: Protagonis + Jelasin sosoknya sesingkat mungkin + mau ngapain + terus ada Antagonis + menghalangi kemauan dia + dengan cara bagaimana + sehingga akhirnya protagonis ini berhasil/tidak berhasil mencapai keinginannya. Apabila si protagonis berhasil mencapai keinginannya, maka film dikatakan happy ending . Kalau nggak berhasil ya jadi sad ending . CONTOH: Ide : Korupsi dimulai sejak pendidikan dini Premise : tentang seorang anak SD yang ingin menghentikan aksi pencontekan saat ujian Basic Story : ANGGA (11), siswa SD yang jujur. Pada hari ujian akhir, Angga tidak menggunakan kertas contekan yang ia dapatkan dari temannya. Angga juga tidak meneruskan kertas itu ke meja lainnya sebagaimana yang telah dilakukan semua teman Angga. Setelah selesai mengerjakan dan izin keluar dari kelas, IBU GURU (40) menemukan kertas contekan Angga di atas meja, dan memberikan kertas itu ke siswa lain yang belum selesai mengerjakan ujian di kelas. (FYI, contoh cerita ini gue ambil dari film pendek yang menang di SCTV Short Film Competition.) Setelah menonton film dengan cerita seperti di atas, gue jadi manggut-manggut, "Bener juga dia, korupsi itu emang udah mendarah-daging di Indonesia. Sedari kecil anak-anak sudah membiasakan dirinya mencontek, dan kebiasaan itu ironisnya (kadang) dikondisikan oleh pengawas ujian/guru mereka sendiri." Dari film ini jelas protagonisnya anak SD dan antagonisnya adalah si ibu guru, karena dia berusaha menggagalkan keinginan protagonis. Ending -nya sad , karena si protagonis gagal menghentikan aksi pencontekan di kelasnya. Ide dalam film nggak perlu disebutkan dalam dialog. Tapi setelah melihat rangkaian gambar yang disusun menjadi film, pastikan penonton bisa menyimpulkan bahwa ide kamu tuh 'itu'. Nah, setelah membuat ketiga poin di atas, maka kamu bisa melanjutkan mengembangkan konsep ceritamu dengan membuat sinopsis. Dalam sinopsis, basic story yang singkat tadi dipaparkan sedetil-detilnya. Kalau bisa pembaca sampai mampu mengimajinasikan film kamu hanya dengan membaca kata per kata yang kamu tuliskan dalam sinopsis. Pada akhirnya, meskipun kita tahu rumus membuat konsep cerita, hal ini tidak menjamin cerita yang kita buat akan bagus. Itu alasannya kenapa seorang filmmaker harus berwawasan luas dan cerdas. Dia harus tahu caranya bikin penonton "percaya" bahwa film fiksi yang dia tonton ini memungkinkan untuk terjadi di dunia nyata. Untuk bikin cerita yang believable , berbobot, dan menarik, tentu kamu harus riset yang baik dan berpikir kreatif dalam menyajikannya.
- Mata Kuliah Semester 3
Ternyata semester 3 adalah saat di mana lo kebanjiran job dan tugas kuliah menumpuk, sampai rambut lo rontok dan mata lo sembab. Intinya gue capek banget jadi baru sempet nge blog . Oh ya, yok kita mulai review semester 3 di FFTV IKJ. Kali ini gue merasakan semester 3 di Akademi Pariwisata Jakarta, Cempaka Putih dan sesekali di SMP PSKD, deket Cikini . Berikut mata kuliah yang gue ambil! SENIN EDITING II (08:30 am) Tentang : belajar tahapan editing lebih mendalam lagi dan cara memproses data RAW di Final Cut Pro. Kata gue : gue pilih Mas Danu sebagai dosen karena gue suka cara ngajarnya. Dia jelas banget, organized , nggak bertele-tele, dan nggak memaksa mahasiswanya aktif bertanya hahaha... Soalnya gue pagi-pagi sering ngantuk gitu jadi suka nggak konsen, males banget mau nanya. ARTISTIK II (10:20 am) Tentang : mulai belajar apa saja unit di dalam tim artistik dan profesi-profesinya. Kata gue : kali ini bakal ada 2 tugas cukup berat ( salah satunya per individu bikin film ) dan berbagai buku yang harus dibaca. Bener-bener berbobot! I love dosennya ah sekarang... Gue seneng banget sama dosen yang ngasih ilmu nggak nanggung-nanggung. ANIMASI II (01:00 pm) Tentang : stand animation. Kata gue : hopeless ah, dosennya ngilang mulu. Mending lo beli aja deh itu buku karangan si dosen dan baca di rumah, nggak usah kuliah. Titip absen aja. Oh iya, sebelum UAS ada tugas individu bikin film animasi. Padahal dia belum ngajarin cara yang jelas bikin animasi itu kayak gimana. SELASA PRODUKSI II (10:20 am) Tentang : cara mempersiapkan syutingan dari breakdown script sampai tetek bengeknya. Kata gue : meskipun dosen kebanyakan digantiin asistennya, tapi nggak apa-apa deh. Kuliah tetep berbobot dan mesti sering masuk buat presentasi. DOKUMENTER II (01:00 pm) Tentang : cara menganalisis film dokumenter dan memperdalam ilmu Dokumenter I. Kata gue : lo mesti coba baca buku Writing, Directing, and Producing Documentary Films and Videos karya Alan Rosenthal karena tanpa buku ini, lo bakal susah ngerjain tugasnya. Terus UAS-nya cuma ngumpulin film dokumenter per kelompok. RABU PENYUTRADARAAN II (10:20 am) Tentang : mengenai akting talent dan casting ya... Kata gue : dosen makin sering menghilang, asistennya datang telat terus, lalu tugas masih mirip kayak Penyutradaraan I, membuat film pendek fiksi naratif per kelompok. KAMERA II (01:00 pm) Tentang : penataan cahaya, lampu, kamera dan pretelannya. Kata gue : kurang organized sih pelajarannya. Agak boring dan dosen terlalu sering digantikan asisten. KAMIS FOTOGRAFI (10:20 am) Tentang : fotografi komersial dan seni rupa Kata gue : menyenangkan :) Banyak dosen tamu yang datang untuk berbagi ilmu. SUARA (01:00 pm) Tentang : mengolah data audio di pasca-produksi dan sistem suara. Kata gue : dosennya sering izin sakit dan materi kurang organized . BAHASA INDONESIA (03:00 pm) Tentang : critical thinking , logika, silogisme, dst. Kata gue : gue beruntung dapet dosen Pak Matius. Beliau orang yang humoris, cerdas dan organized . Pelajarannya agak melenceng dari judul karena menurut Beliau, mahasiswa IKJ merasa belajar Bahasa Indonesia udah nggak penting lagi. Jadi daripada ada 1 mata kuliah nggak efektif, mending diganti jadi belajar logika. Gue juga jujur aja nggak merasa butuh belajar Bahasa Indonesia lagi sih jadi nggak apa-apa deh diganti. Hehehe... JUMAT SKENARIO (10:00 am) Tentang : belajar lebih dalam soal skenario dan jenisnya gitu deh. Kata gue : buset dah si dosen ama asisten telat mulu. Kayaknya bukan jam 10 tapi jam 11 deh kuliahnya. Tapi yasudahlah, yang penting tetep belajar dan berbobot pelajarannya. KESIMPULAN Menurut gue semester 3 ini banyak banget tugas bikin filmnya. Gue agak keteteran. Belum lagi berbagai senior minta tolong dibantu syutingannya. Jadi jadwal hectic banget. Untungnya sih gue nggak sakit terlalu parah, masih bisa diatasi dengan cepat. Terus suka kesel karena dosen jarang masuk. Jadi harus selalu memantau sikon sebelum terlanjur OTW kampus. Di semester 3 ini gue mulai terbiasa dengan gaya hidup IKJ dan berbagai alasan kenapa terjadi seperti ini. Gue jadi belajar bahwa semakin keren dosen lo, maka semakin jarang pula ia mengajar. ( Soalnya si dosen pasti lebih mentingin proyeknya daripada ngajar. Ya iyalah yaaa... ) Yaudah deh sekian. Besok imlekan nih! Yeaayyy...! Pengen beli hard disk eksternal.
- Mengenal Departemen Penyutradaraan
Dalam divisi penyutradaraan, ada yang namanya: Sutradara ( Director ), Asisten Sutradara 1 ( First Assistant Director ), Asisten Sutradara 2 ( Second Assistant Director ), dan seterusnya. Kalau lo pengen jadi sutradara, lo bisa kerja di stasiun televisi, kerja sendiri, atau gabung ke Production House (istilahnya PH). Tapi tentunya seorang pemula agak sulit untuk langsung jadi sutradara. Biasanya dimulai dari asisten dulu. ( Kecuali lo yang bikin perusahaan sendiri dan lo sendiri yang bikin filmnya. ) Astrada 1 itu biasanya ngurusin rundown , laporan dan perihal administrasi. Denger-denger kalau di luar negeri, Astrada 1 ini cikal bakal produser. Astrada 2 lebih mengurus talent (atau artis, yang biasanya lo sebut begitu). Astrada 2 yang koordinasiin jadwal syuting talent dan mempersiapkan mereka untuk standby di lokasi syuting, termasuk mengatur blocking dan akting talent. Sutradara mengatur keseluruhan film look , bagaimana film itu akan tampil di hadapan penonton dan dirasakan oleh penonton. Sutradara biasanya duduk agak jauh dari lokasi syuting, di depan sebuah Broadcast Monitor atau Director's monitor , berkomunikasi lewat HT ke asisten-asistennya yang berdiri di lapangan. Jadi sutradara itu nggak identik dengan kekayaan. Kalau film lo nggak laku, ya lo nggak tajir. Gampangnya sih gitu. Tulisan ini awalnya dipublikasikan di Blog "Ma Vie est un Film" pada 12 Oktober 2013 saat saya masih berusia 19 tahun. Beberapa kata yang kurang tepat / patut telah direvisi secukupnya tanpa menghilangkan keaslian cerita dan pemikiran saya di usia tersebut. Pada saat kuliah, saya belum banyak paham mengenai posisi sutradara. Izinkan saya menambahkan beberapa poin penting dari pengalaman kerja saya selama ini. Silakan dikoreksi jika anda punya pendapat lain. Sutradara itu posisi pemimpin dari segi kreatif. Dia yang bertugas pertama kali membuat konsep film atau videonya mau terlihat seperti apa. Dia yang bertanggung jawab membuat Shot List . Dan dari shot list tersebut, departemen lain mulai bekerja sesuai arahan dan permintaan sang sutradara. Setiap kali sebelum syuting dimulai, sutradara yang harus mengecek Director's monitor , apakah posisi kamera dan penataan lampu serta artistik sudah sesuai dengan vision yang ia bayangkan? Ia memberikan final approval secara internal apakah sesuatu sudah cukup OK atau belum. Meskipun berikutnya produser dan klien bisa saja menentang dan mengubah konsep sang sutradara (kasus ini tergantung jenis proyek ya). Urutan kerja yang umum dilakukan sutradara adalah: Menerima brief dari produser. Membaca skenario yang ditulis script writer . Membuat Director's Treatment (konsep perencanaan bagaimana ia akan membuat film tersebut, mulai dari segi visual atau mise-en-scene , audio, storytelling, hingga mood , dll.) Menulis Shot List berdasarkan interpretasinya dari skenario. Shot list ini akan membantu storyboard artist menggambarkan visi sutradara dalam bentuk visual. Mengarahkan dan berdiskusi dengan semua departemen produksi hingga pasca-produksi sebelum memulai syuting supaya satu visi. Datang pada saat recce untuk memastikan lokasi yang diinginkan sudah sesuai dan paham betul bagaimana cara eksekusinya saat hari syuting nanti. Kadang, turut serta mengaudisi dan mengarahkan talent . Dalam beberapa kasus, hal ini bisa saja diurus oleh casting director dan astrada. Kadang, sutradara juga turut menentukan lensa kamera untuk mencapai look yang ia inginkan. Pada hari syuting, selalu memastikan semuanya sudah sesuai perencanaan lewat Director's monitor . Sutradara harus menonton dari monitor, dan bukan dari melihat langsung ke lokasi syuting, karena yang perlu ia nilai adalah gambar yang akan ditayangkan. Sutradara harus lihat di monitor apakah wajah talent terlihat jelas, tidak blur , penataan artistik sudah sesuai brief , penerangan cukup, dan termasuk apakah gerakan dan angle kameranya sudah pas. Kalau dia lihatnya langsung di lokasi syuting, dia jadi nggak bisa menilai lighting dan camera . Sebab apa yang mata kita lihat di lokasi dan apa yang ditangkap mata lensa itu berbeda! Saat syuting berlangsung, mata sutradara harus memperhatikan Director's monitor sambil mendengarkan audio dari headphone . Dia yang memulai dengan aba-aba ACTION dan menentukan akhir dengan kode CUT. Sutradara tidak boleh mendengarkan syutingan hanya dengan telinga telanjang, karena ia harus turut memastikan apakah soundman merekam suara dengan baik. Siapa tahu mic di talent kresek-kresek kan? Di situ sutradara berhak untuk cut dan retake . Setelah selesai syuting, sutradara turut mengarahkan tim pasca-produksi. Biasanya lewat Director's note . Jadi editor sudah tahu mana shot yang OK dan NG (not good) berdasarkan catatan tersebut. Itulah sebabnya ketika sebuah film dinyatakan sukses oleh penonton, yang ditepuk-tangan pertama kali adalah sutradaranya. Karena emang perjuangan dia dari pra hingga pasca untuk merangkai konsep hingga mengawasi eksekusinya sangat-sangat melelahkan dan makan waktu panjang. Lucunya, proses ini nggak selalu terjadi di dunia nyata. Banyak gue temuin sutradara yang bengong, nggak bikin shot list , mata kurang jeli atau kurang kompeten. Yang paling umum terjadi adalah setelah syuting, sutradara cabut ngurusin next project . Jadi tinggal produser dan tim pasca yang ngurusin filmnya. Ya, sah-sah aja sih kalau memang semua pihak maunya gitu. Bocoran dikit mengenai gaji di tahun 2024: jika kamu kerja di televisi, gajimu tergantung kemampuan perusahaan, biasanya sampai dua digit per bulan; jika kamu kerja di perfilman, bisa sampai tiga digit per film layar lebar; dan jika kamu kerja di agensi periklanan, bisa dua sampai tiga digit per project. Info aja, sebagai produser, gue pernah menggaji seorang sutradara muda (masih 20-an) sebesar 40 juta Rupiah untuk kerjain 1 project selama 4 bulan (ini tidak intensif ya gengs! Syutingnya cuma 4 hari) dan dia hampir nggak ngapa-ngapain sampai gue marah besar. Cuma mau info aja bahwa gajinya bisa segitu besarnya for the very little things he did, and nobody bats an eye. Good luck bagi kalian yang ingin menjadi sutradara. Banyak-banyaklah latihan untuk memperhatikan sesuatu dengan detail dan peka terhadap emosi yang timbul dari warna, gerakan, dll. supaya hasil karya kalian semakin ciamik.
- Apa Itu Seni?
Seni adalah segala sesuatu yang memiliki nilai estetika. Estetika adalah keindahan. Artinya seni adalah segala sesuatu yang memiliki nilai keindahan. Sekilas, definisi ini benar dan masuk akal hingga abad ke-19, namun memasuki abad ke-20, definisi ini tidak lagi sahih. Lukisan Prasejarah, sekitar 30.000 tahun yang lalu Pada awalnya, sekitar 60.000 tahun yang lalu, seni, bagi manusia purba adalah suatu ungkapan akan kekagumannya pada alam. Kekaguman ini tidak semerta-merta karena alam itu indah, namun, “…karena alam itu ada,” (Hartoko 1984, hlm. 21). Hasrat berkesenian ini, sekalipun hanya sebuah goresan garis juga merupakan suatu usaha, “Leaving footprints in the sand of time.” Misalnya dengan membuat proyeksi kaki manusia di sebuah batu, dll. Selain itu, manusia juga memiliki kemampuan berimajinasi akan apa yang mungkin terjadi di waktu mendatang, atau kemampuan mengantisipasi dan bermimpi. Baik manusia maupun binatang, sama-sama dapat bermimpi, namun hanya manusia yang akan mengingat mimpinya. Dengan kemampuan semacam itu, ada sebuah hasrat untuk mengkomunikasikannya dengan manusia lain. Bentuk komunikasi ini awalnya sulit melalui ucapan karena belum ada standarisasi bahasa. Maka manusia purba pun mencoba alternatif lain melalui warna, gerakan, dan gambar. Seiring waktu berjalan, seni mengisi fungsi lain selain pembebasan diri, tapi juga sebagai ekspresi keindahan yang difungsikan sebagai hiburan bagi para penikmatnya. Seni mencoba meniru alam yang indah, ke dalam bentuk-bentuk lain, seperti lukisan, pahatan, dll. Ini adalah awal mula dari teori mimetik Plato ( mimesis : meniru). Apabila penikmat menilai sebuah karya seni dengan pandangan mimetik, maka sang penikmat akan mempertanyakan apabila ada bentuk-bentuk yang irasional, atau tidak sesuai dengan kenyataan. Melalui pengaruh Aristoteles yang beranggapan bahwa takaran irasionalitas hendaknya memperkuat rasionalitas, maka pandangan ini mengizinkan adanya bentuk-bentuk tambahan yang tidak serupa dengan kenyataan, dengan tujuan menambah nilai estetika pada sang karya seni. Misalnya pemanjangan kaki dari patung manusia agar terlihat lebih tinggi dan menarik. Semua konvensi karya seni ini kemudian dipatahkan di zaman romantik (sekitar abad ke-18) yang dipelopori oleh Jean-Jacques Rousseau dan disebarkan oleh François-René de Chateaubriand, seorang bangsawan Prancis. Dalam era ini, estetika romantik mengarahkan perhatiannya kepada diri si seniman dan proses kreatifnya (Hartoko 1984, hlm. 39). Kritik sastra dilihat dengan pendekatan pada riwayat hidup sang seniman, hingga hakekat sang seniman menjadi lebih penting daripada karya seninya sendiri. Pada era ini pula, karya seni begitu jujur mengekspresikan emosi atau pun aspirasi para senimannya. Tidak seperti pada era-era sebelumnya, yang sangat terpaku pada peraturan-peraturan baku estetika yang telah ditentukan oleh seniman besar dan para kritikus. “Dalam teori seni yang klasik terdapat tiga unsur: sang seniman, karyanya dan si penikmat. Kemudian si penikmat dipersilakan keluar dan tinggallah sang seniman dengan karyanya. Dan akhir-akhir ini sang seniman pun dipersilakan turun dari panggung, sehingga tinggallah karya seni itu sendiri.” (Hartoko 1984, hlm. 40) Dengan demikian, dari beberapa era yang telah terjadi ini, terdapat empat cara pendekatan untuk mengkritisasi sebuah karya seni: Pendekatan mimetik, di mana karya seni dikaitkan dengan kenyataan yang ada. Pendekatan ekspresif, di mana karya seni dinilai berdasarkan sejauh mana karya itu mengungkapkan isi hati sang pencipta. Pendekatan strukturalis, di mana karya seni dinilai berdasarkan sejauh mana karya itu merupakan suatu kesatuan yang bulat dengan strukturnya sendiri. Pendekatan semiotik, di mana karya seni dinilai berdasarkan bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para pengamat dan masyarakat melalui tanda dan lambang. Sampai di sini, demikianlah definisi seni, segala sesuatu yang memiliki nilai estetika. Namun memasuki abad ke-20, definisi ini terpatahkan. Para seniman modern tidak lagi tertarik oleh keindahan, keharmonisan, maupun kesedapan, melainkan oleh sesuatu yang menggemparkan dan merisaukan hati. Yang dalam kesenian tradisional, disinggung saja atau disublimir, diabstrakkan, atau dilapisi cahaya keindahan; kini ditonjolkan secara blak-blakkan, kasar, dan serba menantang. Dengan demikian seni menjadi sesuatu yang sangat subjektif. Seni tidak harus indah, dan seni tidak memiliki bentuk konvensional. Apa yang kita anggap seni, boleh jadi ditentang oleh orang lain, dan hal tersebut sah-sah saja. Seni telah menjadi suatu bentuk ekspresi yang subjektif dan baik-buruknya seni harus dinilai berdasarkan pendekatan-pendekatan budaya-psikologi-sosiologi yang tepat, agar makna dari karya seni tersebut tidak menjadi bias. Post ini merupakan hasil rangkuman dari bab 7-10 buku: Hartoko, Dick. 1984. Manusia dan Seni . Yogyakarta: Kanisius.
- Syuting di Bogor (Part V)
Setelah memastikan bahwa si Bapak Genset beneran pinjam uang buat beli bensin, gue pinjemin dia uang dan lapor lewat HT ke produser, "Ini Cecil, aku pinjemin uang Rp50.000,00 buat Genset beli bensin." Gue melaporkan hal ini karena berharap uang gue diganti. Setelah itu 2 motor pun datang dan gue bersama para telko naik motor kembali ke pondok, melewati jalan kecil terjal nan gelap. Jam 3 pagi, para talent prajurit minta dipulangkan karena mereka harus sekolah hari itu juga. Padahal masih ada beberapa scene lagi yang butuh prajurit. Gue mencoba menghubungi astrada 1 atau siapapun yang dengar, bahwa talent mau pulang, dibolehin apa nggak? Tapi nggak ada yang mau jawab. Rasanya kesal. FYI, saat itu sutradara, astrada 1 dan 2 sudah di lokasi syuting lain dan letaknya lebih jauh lagi. Jadi kami hanya bisa berhubungan lewat HT. Kenapa nggak bisa pakai HP? Karena HP gue mati dan nggak tahu mau charge di mana. Jam 4 pagi, talent Jepang makin merengek pulang. Sampai gue dan telko lainnya kesel dan give up mempertahankan mereka. Kami melapor ke senior yang jabatannya lebih tinggi personally . Akhirnya mereka turun tangan dan Kak E mencoba menghubungi sutradara lewat HT. Baru deh dijawab sama astrada 1 ( kalau bawahan yang ngomong nggak didengerin nih -_- ). Saat itu jam menunjukkan pukul 4.45 pagi. Astrada 1 memberikan jawaban bahwa syuting sudah bisa dimulai di Hutan Pinus jam 5 pagi nanti, which is 15 menit lagi! Lalu dia menyebutkan nama-nama talent yang dibutuhkan. Gue yang belum tidur sama sekali, dan baru selesai melahap mi goreng, bersama para telko langsung kocar-kacir bangunin talent dan nyuruh mereka siap-siap di-makeup. Sinting. Gue sebel banget, kok ngasih tau mendadak begini, dan baru dikasihtau setelah kita nanya berkali-kali! Ngeselin parah. Sementara itu para prajurit diberikan pilihan oleh Kak E, "Mau tetep syuting atau pulang sekarang? Kru di Hutan Pinus sudah siap, tapi nggak tau ya kalau sampai di sana lo disuruh nunggu lagi." Dan para prajurit itu dengan lemah menjawab mau syuting, karena sudah nanggung. Jam 6 pagi all talent standby di tempat, tapi syuting belum juga mulai. Entahlah kenapa. Menit-menit berikutnya rehearsal untuk delman kuda dan talent utama, dan syuting belum juga dimulai. Akhirnya matahari pun terbit, dan salah seorang prajurit bertanya ke gue, "Kak, syutingnya batal? Kok lampunya diberesin?" Gue kaget dan bertanya balik, "Hah? Beneran???" Dan ternyata bener. Syuting batal karena matahari terbit. Scene itu seharusnya malam hari, makanya nggak bisa diteruskan ketika matahari terbit. Gue jadi sebel parah karena anak-anak SMA yang meranin prajurit ini menunggu sia-sia, dan sekali lagi, tidak ada sepatah kata terima kasih dari sang sutradara untuk para extras . It felt like working 24 hours for nothing. Jam 6 pagi, semua talent yang harus pulang pun dipulangkan dan talent yang menginap dikembalikan ke pondok. Sementara kami para crew berjalan kaki kembali ke pondok. Meskipun kesal, tapi hati gue terhibur oleh lawakan anak-anak kamera. Kita menikmati udara pagi Gunung Salak dan pemandangan yang cukup cantik. Sayang, gue lupa minta fotonya. Sesampainya di pondok, semua orang tepar. Gue berharap syuting akan dihentikan dan kami dipulangkan ke Jakarta. Please banget! I'm super tired dan mood udah nggak bahagia! Akhirnya keluar pengumuman bahwa syuting akan dihentikan sementara karena para atasan mau rapat. Jam 11 siang akan dilanjutkan kembali dan jam 3 sore akan dihentikan selesai nggak selesai. Gue nggak bisa tidur dan nggak ada napsu makan nasi uduk pake tempe pedes, bihun serta kerupuk doang. Jadi gue kasih aja ke Zooprykot. Terus gue ngobrol sama dia. Terus gue balik ke atas nge- charge HP. Terus gue cuci muka. Terus gue.... lupa. Jam 8 pagi mungkin, gue ngobrol sama Juju, gadis yang paling seru buat diskusi dan analisis film. Kami membicarakan banyak teknik film dan mencoba berlatih framing . Kami keluar ke lapangan di dekat kami dan mengamati berbagai flora dan fauna. Gue berasa gila. Gue membayangkan di antara jamur-jamur mini itu, ada kehidupan para peri. Terus gue nemuin banyak semut pohon dan laba-laba! Kami mengambil beberapa foto dan terus berdiskusi sampai akhirnya gue lelah dan memutuskan untuk tidur. Jam 12 siang, gue dibangunin astrada 2 disuruh syuting. Gue tanya scene berapa, dan setiap orang punya jawabannya masing-masing. Ini membingungkan. Akhirnya gue beli mi goreng lagi dan makan sendiri, karena lapar. Setelah itu gue mendengar ada lagu "Bangun Pemudi-Pemuda" dinyanyikan dengan sumbang. Gue menemukan sumbernya berasal dari beberapa extras yang sedang dilatih Zooprykot dan Kak Y. Para extras ini memerankan sekelompok paduan suara remaja dan suara mereka tidak bersatu sama sekali. Yang cowok nyanyi di kunci nada apa, yang cewek di kunci nada apa... Gue iseng. Gue bantuin aja Zooprykot, biar gue ada kerjaan. Akhirnya sih setelah gue ikut camput ngajarin mereka, suara mereka less worse . Hahaha... At least mereka menyanyi di kunci awal yang sama! Jam 1 siang, para extras ini berganti kostum dan akan segera dikirim ke lokasi syuting. Tiba-tiba HT yang gue pegang berbunyi, "TOLONG, PRODUSER! SIAPAPUN! ADA YANG KECELAKAAN!" Waktu gue denger HT bunyi kayak gitu, pikiran gue masih nggak jelas. Hujan gerimis turun menghujani gue, dan gue bingung mesti lari ke mana. Gue satu-satunya orang yang memegang HT, artinya gue adalah kunci komunikasi antara pondok dan lokasi syuting. Gue kaget. Shock . Bingung. Gue langsung lari ke departemen produksi di pondok. Mereka lagi ngobrol santai dan gue menghancurkan suasana itu, "Kak! Ada yang kecelakaan!" Kak R : Apa? Serius lo?! ( langsung mengambil HT dan mengkonfirmasi. ) Ternyata benar, ada seorang anak bernama X mengalami kecelakaan. X adalah salah satu crew dari departemen artistik. Dia iseng mengendarai sepeda onthel di jalan terjal, dan rem sepeda ini blong. Akhirnya X tidak bisa menghentikan sepeda onthel yang tinggi dan besar itu. X menabrak seorang anak kecil dan terlempar ke parit. Kepalanya bocor. Anak kecil yang dia tabrak patah kakinya. Itulah cerita yang gue dapatkan setelah beberapa jam kami hectic menyelamatkan talent dari hujan dan mengirim mobil untuk mengantar X serta anak kecil ke rumah sakit. Tentu yang punya anak marah besar. Anaknya masih sangat kecil. Hari itu hujan deras dan semakin mempersulit komunikasi serta transportasi kami. Semua syuting benar-benar dibatalkan. Talent yang udah pake kostum, dibiarkan terbengkalai. Semua fokus pada kasus kecelakaan karena kabarnya, sang ayah dari korban meminta ganti nyawa. Gue dan beberapa kawan yang nangkring di kemah mencoba berevaluasi sendiri ( lebih tepatnya bergosip ). Kami membuat kesimpulan bahwa syuting yang baik itu diawali dengan briefing dan doa. Seenggak-enggaknya doa deh! Apalagi lo syuting di gunung. Kita kan tinggal di negara yang penuh superstitious things yah, ya dihargai sajalah kepercayaan setempat. Tapi secara logika, kecelakaan ini juga terjadi karena X iseng! Sudah tau ini gunung dan jalanannya miring, terjal. Ngapain sih dia mainin props sepeda onthel yang tinggi banget itu? Jam 8 malam, mobil tronton datang lagi menjemput kru. Gue pulang naik mobil itu. Kali ini mobilnya tidak disesaki dengan properti dll. Suasana di mobil cukup lega dan banyak yang bercerita pengalamannya melihat hantu. Katanya sih... Hantu-hantu di Gunung Salak itu tidak berkepala. Hiiiiyyyy... Untung gue nggak bisa lihat! Jam 12 malam, gue tiba di halte Rs. Islam. Gue mengucapkan terima kasih dan sampai jumpa ke semua kru di mobil tronton. Lalu gue berjalan kaki sendirian, menyusuri gang-gang tercintah sambil mengucap doa, berharap gue nggak diculik dan diperkosa mendadak. Sesampainya di kostan, gue langsung mandi, berdoa panjang lebar karena takut ditempelin setan, dan tidur dengan lampu menyala. Hahaha... Serius, gue benci banget denger cerita setan karena imajinasi gue sangat tinggi sehingga gue bisa bayangin lebih serem dari ceritanya sendiri. Anyway, bonne nuit!












